Ketakutan orang tua adalah mendengar bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada anak mereka. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah ketika polisi menolak untuk membantunya.
Di Kota Wuhan di Tiongkok tengah, lebih dari 30 mahasiswa muda hilang, namun pihak berwenang Tiongkok telah berusaha mencegah informasi tentang hilangnya mereka dari publikasi.
Seorang wartawan Tiongkok bermarga Wang ditahan oleh polisi Wuhan selama 10 hari setelah dia menerbitkan sebuah cerita online tentang murid-murid yang hilang tersebut. Artikel asli telah dihapus.
Ceritanya memberikan informasi rinci tentang 32 mahasiswa yang telah hilang sejak 2011, termasuk nama, umur, tinggi, dan tempat terakhir mereka terlihat.
Juru bicara negara Xinhua menerbitkan sebuah artikel yang mengklaim bahwa laporan orang-orang yang hilang adalah rumor palsu.
Epoch Times telah menghubungi dan berbicara dengan beberapa orang tua dari siswa yang hilang tersebut, yang mengatakan bahwa informasi dalam artikel jurnalis Tiongkok yang ditahan itu akurat.
Mereka juga menggambarkan keengganan ekstrim oleh pihak berwenang setempat untuk mencatat kasus orang hilang untuk anak-anak mereka.
Lin Shaoqing menjelaskan bagaimana dia mulai mencari anaknya, Lin Feiyang. Setelah Lin kehilangan kontak dengan anaknya, Lin pergi ke Moskow, di mana anaknya sedang kuliah, dengan harapan menemukan petunjuk. Pihak berwenang setempat dapat memastikan bahwa anaknya menaiki sebuah pesawat ke Wuhan dan tiba pada 26 November 2015.
Lin kemudian kembali ke Wuhan, mengetahui dari seorang sopir taksi bahwa anaknya membawa mobilnya ke Sekolah Partai Wuhan (sebuah akademi untuk melatih pejabat partai). Sang ayah meminta video pengawasan (CCTV), yang menunjukkan anaknya meninggalkan tempat itu. Di situlah dia terakhir terlihat.
Lin mengatakan mengesampingkan permintaannya, kata polisi setempat kepadanya karena tidak ada laporan bahwa anaknya dalam bahaya apapun, dan mereka tidak dapat memulai penyelidikan.
Yang, ayah dari Yang Xin, yang hilang pada tahun 2015 pada usia 14, mengatakan bahwa polisi mengabaikan informasinya saat mengetahui bahwa akun instant messaging QQ milik anaknya telah log on, dan meminta polisi untuk menemukan alamat IPnya.
Zhou, ibu dari Cao Xing, seorang siswa berusia 24 tahun yang hilang pada bulan Februari 2014, mengatakan bahwa dia melakukan kontak rutin dengan sekitar 20 orang tua lainnya yang anak-anaknya hilang. Mereka sering saling berbagi petunjuk.
Polisi telah memperingatkan beberapa anggota keluarga untuk tidak berbicara dengan media, menurut sebuah laporan oleh Radio Free Asia.
Pembungkaman informasi dan penolakan pihak berwenang untuk menyelidiki apa yang orang tua khawatirkan tentang kemungkinan adanya sesuatu yang buruk yang terjadi pada anak-anak mereka.
Ketiga orang tua tersebut mengungkapkan kepada The Epoch Times tentang kekhawatiran mereka bahwa anak-anak mereka mungkin menjadi korban pengambilan organ, mengingat mereka masih muda dan dalam keadaan sehat. Namun tanpa sarana untuk menyelidiki sendiri, mereka hanya menduga.
“Saya telah pergi dari kota ke kota mencari lebih dari dua tahun,” kata Yang. “Saya sudah mencoba segala cara untuk menemukannya. Sekarang aku bahkan tidak tahu apakah dia sudah mati atau masih hidup.” (ran)