Epochtimes.id- Menlu Amerika Serikat Rex Tillerson, dalam kunjungan ke Myanmar, mengungkapkan keprihatinannya atas “laporan yang bisa dipercaya mengenai kekejaman luas yang dilakukan pasukan keamanan dan warga” di negara bagian Rakhine namun mengatakan tidak akan menganjurkan “sanksi ekonomi yang luas”.
“Saya sulit melihat sanksi ekonomi akan membantu menyelesaikan krisis ini,” kata Tillerson, berbicara tentang apa yang disebut PBB “pembersihan etnis ” minoritas Muslim Rohingya.
Menurut Tillerson, Amerika Serikat dan Myanmar telah membangun kemitraan setahun yang lalu untuk mempromosikan kerja sama antara kedua negara.
Tillerson mengatakan terus mendukung pemerintah terpilih karena berusaha untuk membuat kemajuan dalam reformasi yang sangat dibutuhkan. Selain itu, untuk memperkuat keuntungan demokratis serta membawa perdamaian dan rekonsiliasi, kemakmuran, dan penghormatan terhadap HAM.
Tillerson dalam pernyataannya menyampaikan krisis di Negara Bagian Rakhine adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Myanmar sejak pemerintah terpilih mulai berkuasa tahun lalu.
Tillerson mengungkapkan keprihatinan dengan laporan kredibel tentang kekejaman meluas yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar dan oleh warga yang tidak terkendali oleh pasukan keamanan selama kekerasan baru-baru ini di Negara Bagian Rakhine.
“Kami juga tertekan oleh fakta bahwa ratusan ribu pria, wanita, dan anak-anak terpaksa melarikan diri ke Bangladesh,” jelasnya.
Tillerson menambahkan sanksi terhadap individu “mungkin paling tepat” . Ia berbicara didampingi pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi dalam keterangan pers bersama, Rabu (15/11/2017) dilansir dari VOA Indonesia.
“Kami ingin melihat Myanmar berhasil,” kata Tillerson dan mengumumkan bahwa Amerika akan memberikan bantuan tambahan 47 juta dolar kepada pengungsi Rohingya, sehingga totalnya mencapai 87 juta dolar.
Tillerson mendesak Myanmar untuk mematuhi rekomendasi laporan yang diketuai mantan Sekjen PBB Kofi Annan, yang termasuk menciptakan jalur menuju kewarganegaraan penuh bagi warga Rohingya.
Aung San Suu Kyi menanggapi dengan menyampaikan terima kasih kepada Tillerson karena telah mengetahui tantangan situasi, dan tetap berpikiran terbuka.
“Pikiran terbuka sangat jarang akhir-akhir ini,” kata Aung San Suu Kyii.
Tillerson sebelumnya juga bertemu pimpinan militer Min Aung Hlaing, yang pasukannya telah dituduh melancarkan serangan bumi hangus terhadap desa-desa Rohingya di negara bagian Rakhine di Myanmar.
Aung San Suu Kyi yang dikenal sebagai peraih Nobel perdamaian dan ikon pro-demokrasi ternoda karena dianggap lamban merespons krisis itu. Namun demikian, dikarenakan ia berbagi kekuasaan dengan militer, banyak pemerintah Barat enggan mengucilkan Aung San Suu Kyi selama transisi demokrasi . (asr)
Sumber : VOA Indonesia/State.gov