Seorang mantan komandan perang Bosnia, Slobodan Praljak, tewas setelah menelan apa yang dia katakan sebagai racun di ruang sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Den Haag, Belanda. Dia tengah menghadiri sidang pembacaan vonis banding, Rabu (29/11/2017) waktu setempat dalam sidang Kejahatan Perang Mahkamah Internasional PBB.
Pria 72 tahun itu sempat dilarikan ke rumah sakit di Den Haag setelah setelah minum sesuatu dari botol gelas kecil. Ketika itu, Hakim Mahkamah Internasional sedang membacakan putusan terhadap Praljak dan lima tersangka lainnya.
Upaya bunuh diri di ruang sidang itu disiarkan melalui video feed ketika persidangan hampir selesai. Sidang itu sendiri digelar dalam rangka Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY), yang akan ditutup bulan depan.
“Saya hanya minum racun,” kata Praljak, sebelum menenggak racun. “Saya bukan penjahat perang. Saya menentang keyakinan ini.”
Bosnian Croat general dies after drinking poison in court during war crimes appeal. https://t.co/1bHABNDSvr
— Devon Peacock 📻 (@devonpeacock_) November 29, 2017
Setelah meneguk minumannya, Praljak kembali duduk dan merosot di kursinya. Seperti penuturan seorang pengacara yang saat itu berada di ruang sidang. Perwakilan pengadilan PBB dan pejabat rumah sakit Belanda menolak berkomentar mengenai kondisinya.
Jenderal Kroasia Marinko Kresic, yang berbicara sebelumnya pada sebuah TV Kroasia, mengatakan bahwa dia telah berbicara dengan istri terdakwa lainnya, Milivoje Petkovic, yang berada di Den Haag. “Dia membenarkan bahwa dia meminum racun itu dan dia dalam kondisi kesehatan yang sangat parah,” katanya.
#UPDATE "Praljak is not a criminal. I reject your verdict." Bosnian Croat war criminal's last words before fatally drinking poison during his hearing at the International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) https://t.co/XKvF4fnrJx pic.twitter.com/cHrwH85zTk
— AFP News Agency (@AFP) November 29, 2017
Hakim ketua Carmel Agius menangguhkan persidangan dan paramedis yang masuk ke ruang sidang. Ruang sidang itu kemudian ditetapkan sebagai lokasi (TKP) kejahatan oleh pihak berwenang Belanda. Ketika investigasi forensik berlangsung, ruang sidang ditutup, dan masyarakat pengunjung sidang diminta untuk keluar.
“Jangan ambil gelasnya,” kata Agius.
Agius lalu menginstruksikan para penjaga untuk menurunkan tirai dan menutup sebuah partisi kaca yang memisahkan pengadilan dari pengunjung sidang.
Pada saat-saat kacau berikutnya, penjaga dan paramedis berlari masuk dan keluar dari ruang sidang. Ambulans terlihat meninggalkan tribunal, namun tidak ada konfirmasi resmi mengenai kondisi Praljak.
Pembacaan putusan, yang juga memutuskan dakwaan terhadap lima tersangka lainnya, dilanjutkan lebih dari dua jam setelah Praljak mengatakan bahwa dia akan meracuni dirinya sendiri.
“Pihak berwenang Belanda telah memulai penyelidikan atas kejadian pagi ini,” sambungnya.
Insiden tersebut mengganjar keputusan banding tersebut, yang penting bagi Kroasia, di mana parlemen ditangguhkan sehingga anggota parlemen dapat mengikuti pembacaan putusan tersebut.
Pengadilan tersebut menguatkan vonis Praljak dan lima orang Kroasia lainnya, yaitu Jadranko Prlic, pemimpin politik provinsi Kroasia Bosnia, bersama dengan tokoh militer dan polisi Bruno Stojic, Milivoj Petrovic, Valentin Coric dan Berislav Pusic.
Hakim mendukung temuan bahwa ada persekongkolan kriminal yang mencakup rezim tetangga Kroasia di bawah Presiden Franjo Tudjman dengan tujuan ‘pembersihan’ etnis populasi Muslim di bagian Bosnia untuk memastikan dominasi Kroasia.
Para terdakwa pada hari Rabu menerima hukuman mulai dari 10 sampai 25 tahun. Keputusan tersebut tidak bisa diajukan banding.
Ketua kepresidenan antar-etnis Bosnia, Dragan Covic, seorang Kroasia, mengatakan, “Dia menunjukkan kepada seluruh dunia tentang pengorbanan macam apa yang dia siapkan untuk membuktikan bahwa dia bukan penjahat perang.”
ICTY, yang didirikan pada tahun 1993 oleh Dewan Keamanan PBB, mendakwa 161 tersangka kejahatan perang dari Bosnia, Kroasia, Serbia, Montenegro dan Kosovo. Dari 83 terpidana tersebut, lebih dari 60 di antaranya adalah etnis Serbia.
Tersangka utama pengadilan tersebut, mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic, meninggal karena serangan jantung pada bulan Maret 2006. Hanya beberapa bulan sebelum sebuah keputusan dalam kasus genosida tersebut.
Mantan panglima militer Serbia Bosnia, Ratko Mladic dinyatakan bersalah melakukan genosida oleh pengadilan yang sama pada pekan lalu. Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena perannya dalam pembantaian dan pembersihan etnis selama perang Bosnia.
Dua terdakwa yang menunggu persidangan melakukan bunuh diri dengan menggantung diri di rumah tahanan PBB, menurut dokumen pengadilan. Slavko Dogmanovic meninggal pada tahun 1998 dan Milan Babić ditemukan tewas di selnya yang terkunci pada tahun 2006. (waa)