Mantan Presiden Yaman Tewas Dibunuh Milisi Houthi dalam Pertempuran

Epochtimes.id- Mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh dikabarkan tewas ditembak oleh milisi Houthi dalam peperangan yang sedang berkecamuk di ibukota Yaman, Sanaa.

Laporan ini disampaikan oleh televisi milik Arab Saudi al-Arabiya mengutip sumber-sumber internal Partai pendukung Saleh.

Al Arabiya mengutip seorang sumber yang mengatakan, Ali Abdullah dibunuh oleh peluru dari penembak jitu Houthi.

Video Houthi yang disebarkan di media sosial menunjukkan tubuh Saleh yang tampak seperti mengenakan pakaian abu-abu dan dibawa dengan selimut merah. Terlihat juga bagian kepalanya berbalut bekas tembakan.

Rekaman yang belum diverifikasi beredar di sosial media menunjukkan milisi bersenjata membentangkan selimut yang berisi jenazah diduga Abdulah Saleh.

Stasiun radio Kementerian Dalam Negeri Yaman yang dikuasai pemberontak Houthi pertama kali melaporkan kematian Saleh. Namun Partai pendukung Saleh dengan cepat membantahnya kepada Reuters. Partai Kongres Rakyat Umum mengatakan Saleh masih memimpin pasukannya di Sanaa.

Tentara Yaman (Saleh Al-Obeidi/AFP/Getty Images)

Sebelumnya pada Senin, militan Houthi meledakkan rumah Saleh di Sanaa dan mendapat balasan serangan udara dari pesawat tempur koalisi pimpinan Saudi pada hari kedua.

Serangan udara yang dipimpin Saudi didukung persenjataan dan intelijen AS serta negara Barat lainnya.

Pertempuran ini telah membunuh ratusan warga sipil namun setiap serangan besar yang hampir berlangsung tiga tahun masih gagal untuk memulihkan kekuasaan Presiden Yaman Abd Rabbu Mansour Hadi, yang diakui secara internasional.

Loyalis Saleh telah kehilangan banyak daerah kekuasaan pada hari ke enam perang kota dengan milisi Houthi. Komite Internasional Palang Merah mengatakan korban tewas melonjak  setidaknya 125 jiwa dengan 238 orang terluka.

“Kami memberi bantuan ke rumah sakit utama di Sanaa yang sangat membutuhkan perawatan korban perang,” kata juru bicara ICRC, Iolanda Jaquemet di Jenewa.

“Kami juga menyumbangkan kantong jenazah ke rumah sakit, sebenarnya mereka meminta dan berharap bisa disumbangkan bahan bakar ke rumah sakit  karena mereka bergantung pada generator.”

Penduduk berjalan di lokasi serangan udara di kota barat laut Sanaa, Yaman pada 1 November 2017. (Naif Rahma / Reuters)

PBB menyerukan jeda kemanusiaan di Sanaa antara jam 10 pagi dan jam 4 sore. Pengumuman ini memungkinkan warga sipil meninggalkan rumah mereka, tim pertolongan membantu mereka dan korban terluka mendapatkan perawatan medis.

Jalanan Menjadi Medan Pertempuran

Koordinator kemanusiaan PBB di Yaman, Jamie McGoldrick, mengatakan saat ini jalan-jalan di Sanaa telah menjadi “medan pertempuran” dan sejumlah tim bantuan masih terjebak di lokasi.

McGoldrick memperingatkan pihak-pihak yang bertikai bahwa serangan disengaja terhadap warga sipil, infrastruktur sipil dan medis adalah “pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional dan sebagai kejahatan perang.”

Milisi bersenjata Syiah Houthi di Yaman (Mohammed Huwais/AFP/Getty Images)

Warga Sanaa melaporkan terjadi pertempuran sengit saat malam dan pagi hari. Saksi mata mengatakan dia sekeluarga bersembunyi di rumah mereka saat ledakan mengguncang kota tersebut. Serangan udara pasukan koalisi mengunci posisi milisi Houthi sebagai dukungan kepada pasukan Saleh.

Penataan kembali kekuatan militer mantan Presiden Saleh dengan koalisi Arab Saudi menandai perubahan signifikan dalam peperangan yang menjadi ajang kekuatan regional antara Arab Saudi dan Iran.

Pertumpahan darah di Yaman terjadi berlarut-larut menimbulkan kesengsaraan terhadap salah satu negara termiskin di Timur Tengah tersebut. Perang ini menyebabkan sedikitnya 10.000 jiwa tewas karena kelaparan dan wabah penyakit.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mendesak pihak-pihak yang bertikai untuk menghentikan serangan darat dan udara.

Krisis kemanusiaan di Yaman (Foto : Giles Clarke for UNOCHA/reliefweb.int)

Dia juga menyerukan dimulainya kembali pengiriman barang impor ke Yaman. Pasalnya, jutaan anak-anak, perempuan dan pria terancam kelaparan massal, penyakit dan kematian.

Namun, sebuah pidato pada Minggu lalu, Ali Abdullah Saleh secara resmi memutuskan hubungannya dengan milisi Houthi dan berjanji meningkatkan pertempurannya. Saleh juga mendeklarsikan dihentikannya peperangan.

Saleh sebelumnya mendominasi suku-suku di Yaman selama 33 tahun hingga akhirnya mundur setelah pemberontakan Arab Spring pada 2011 silam. Gejolak ini menjadi alasan milisi Houthi untuk melawan loyalis Hadi.

Namun milisi Houthi nampakya bersaing untuk menguasai sejumlah wilayah termasuk Sanaa. Wilayah ini direbut oleh milisi Houthi pada September 2014, dan pertempuran kembali pecah di Sanaa.

Juru bicara Houthi, Mohammed Abdul Salam mengklaim menguasai pertempuran di Sanaa pada Senin lalu.

“Dengan bantuan dan persetujuan Tuhan, pasukan keamanan yang didukung oleh rakyat dapat bertahan semalam untuk membersihkan wilayah di mana milisi pengkhianat dikerahkan,” demikian klaim Houthi dalam sebuah pernyataan.

Asap mengepul menyusul serangan udara oleh koalisi pimpinan-Arab pada 11 Mei 2015, di ibukota Sanaa. Serangan tersebut menargetkan sebuah gudang senjata.(Mohammed Huwais / AFP / Getty Images)

Saluran TV yang dikendalikan Houthi al-Masirah dan saksi mata mengatakan petempur Houthi merebut sebuah rumah di ibu kota yang diketahui tempat tinggal keponakan mantan eks Presiden Saleh, Tareq, seorang jenderal angkatan darat.

Warga mengatakan, pihak yang berperang saling baku tembak dengan senjata api otomatis dan artileri berat saat Houthi bergerak di Pusat Kota, yang merupakan tempat tinggal Saleh dan keluarganya.

“Kami hidup dalam masa teror. Tank Houthi telah menembaki dan peluru jatuh di lingkungan kami, ” kata Mohammed al-Madhaji, yang tinggal di daerah kancah pertempuran.

“Pertarungan begitu keras sehingga kami merasa bisa mati kapan saja. Kami tidak bisa keluar dari rumah,” tambahnya. (asr)

Sumber : Reuters via The Epochtimes