Pejabat Tinggi Militer Tiongkok Kunjungi AS, Bahas Rencana Menghabisi Kim Jong-un ?

oleh Li Yun

Korea Utara mengabaikan tentangan masyarakat internasional, meneruskan uji coba rudal antar benua menyebabkan makin panasnya situasi di Semenanjung Korea.

Sebagai tanggapan, Angkatan Udara AS dan Korea Selatan memulai latihan udara berskala tahunan yang akan berlangsung selama empat hari mulai tanggal 4 Desember.

Sementara itu, pihak militer AS dan Tiongkok pada 11 Desember akan bertemu di Universitas Pertahanan Nasional, Washington DC untuk membahas kerjasama dalam memecahkan masalah Korea Utara.

Yonhap mengutip laporan pihak militer Korea Selatan pada 4 Desember memberitakan bahwa Komandan Tempur Angkatan Udara AS bersama Komandan Tempur AU Korea Selatan telah meresmikan latihan udara skala besar tahunan ‘Vigilant Ace’ yang akan berlangsung hingga 8 Desember.

Latihan tempur kali ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perang antar militer sekutu.

Pesawat tempur B-18 Lancer Bomber milik AS dilaporkan telah meninggalkan pangkalannya di Guam untuk mengikuti latihan bersama.

Militer Korea Selatan menyebutkan bahwa latihan militer berskala besar ‘Vigilant Ace’ ini bertujuan untuk menanggapi ancaman nuklir Korea Utara.

Presiden AS pada hari yang sama mengirim sebuah berita singkat di Twitter yang bunyinya sebagai berikut : Utusan khusus Tiongkok yang baru kembali dari Korea Utara tampaknya tidak berperan dalam mempengaruhi ‘little rocket man’ (julukan Kim Jong-un).

Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Herbert McMaster mengatakan,”Kemungkinan meletusnya perang dengan Korea Utara yang miskin tapi bersenjata nuklir terus meningkat dari waktu ke waktu walaupun masih ada cara lain untuk menyelesaikan masalah ini dengan tanpa konflik senjata. Namun, kita sedang berlomba dengan waktu karena Kim Jong-un juga terus mendesak, jadi waktu yang tersisa tidak banyak lagi.”

Associated Press pada 2 Desember memberitakan, militer AS dan Tiongkok pada 29 November melakukan pertemuan dalam rangka kerjasama militer, pertemu berlangsung di Universitas Pertahanan Nasional, Washington DC.

Pentagon mengatakan bahwa kepala perencanaan untuk Kepala Staf Gabungan, Richard Clarke dari AS dan wakil kepala Staf Militer Gabungan Komisi Militer Nasional Tiongkok Shao Yuanming menghadiri pertemuan tersebut.

Pentagon lebih lanjut mengatakan bahwa pertemuan ini memberikan kesempatan kepada AS dan Tiongkok untuk membahas masalah kerjasama, mengambil tindakan menghadapi krisis, dan bagaimana menghindari kesalahan penilaian dan mengurangi resiko yang timbul akibat salah paham.

Pada hari yang sama, media corong PKT ‘Global Times’ menerbitkan editorial yang menyebutkan bahwa dengan diluncurkannya rudal antar benua oleh rezim Korea Utara pada akhir bulan November lalu, maka tekanan sanksi ekstrem yang diberikan oleh AS kepada Korea Utara akan jatuh ke pihak Tiongkok. Dengan demikian risiko perang juga terus meningkat.

Beijing menghadapi kesulitan untuk menentukan pilihan, karena itu yang bisa dilakukan adalah membuat persiapan untuk menghadapi variabel terburuk sambil berusaha untuk meredakan situasi.

Disebutkan ‘Global Times’ bahwa Beijing akan memegang teguh garis bawahnya sendiri dan melindungi kepentingan sendiri dengan tidak peduli terhadap bagaimana pihak lain akan menilainya, dan tidak akan menerima tuntutan yang berlebihan dari pihak mana pun.

Dan jika situasi berubah drastis, maka Beijing terpaksa bersikap : ya sudah, dihadapi saja.

Isi artikel tersebut sudah pasti ditujukan kepada AS dan Korea Utara. Jelasnya, Beijing sambil mengancam Korea Utara, menolak permintaan AS untuk meningkatkan tekanan sanksi kepada rezim Kim Jong-un.

Terkait masalah ini, pihak AS terus mendesak Tiongkok untuk memutus pasokan minyak ke Korea Utara, sedangkan pihak Tiongkok menghendaki tuntutan minimal untuk tidak menutup pasokan minyak yang disalurkan lewat pipa.

Para analis percaya bahwa langkah ini diambil demi menjaga ‘stabilitas’ kekuasaan rezim Korea Utara.

Tetapi kritikus lain berpendapat bahwa bisa saja Tiongkok takut akan terjadi tindak pembalasan dendam dari rezim Kim Jong-un yang semakin terdesak dan kalap. (Sinatra/asr)

Sumber : ntdtv