oleh: Xie Tian
Ketika pukul 13.00 pada 2 Januari 2007, saat itu Wesley Autrey menunggu kereta bawah tanah bersama dua putrinya berusia 4 dan 6 tahun. Dia adalah seorang pekerja bangunan. Apa yang dilakukan pria ini?
Dia melihat pria berusia 20 tahun, Cameron Hollopeter roboh setelah kejang-kejang. Dia pun ambruk dan ditolong.
Namun, Cameron jatuh ke jalur di antara dua rel kereta. Wesley Autrey pun melompat dan menyelamatkannya. Padahal, ketika itu Kereta langsung bergerak mengarah ke arah Cameron.
Pakar dari berbagai kalangan juga telah membuat sejumlah penjelasan terhadap tindakan Autrey, pakar sosiolog, psikolog, ahli biologi, pakar psiko-analitik, dan pakar bio-etika pun berusaha menjelaskan, namun masing-masing penjelasannya berbeda.
Banyak pakar berpendapat ini adalah suatu akibat yang terpadu, adalah akibat berpadu antara sifat alami manusia (nature) dan proses pertumbuhannya (nurture), adalah akibat dari elemen yang berpadu antara kita sebagai manusia (human) dan sebagai orang yang bermoral (humane).
Sedangkan Autrey sendiri, sama sekali tidak menganggap dirinya sebagai pahlawan, dan mengatakan dirinya hanya melakukan hal yang benar, yang akan dilakukan oleh setiap orang yang memiliki hati nurani. Menurut dirinya seluruh warga kota New York akan melakukan hal yang sama!
Kejadian serupa, adalah hal yang ditelaah dan diteliti oleh Profesor Pfaff dalam bukunya itu. Yakni, pada saat sedang melakukan suatu kebaikan, apakah ada motivasi tertentu pada diri seseorang? Atau, motivasi apa yang ada di balik suatu perilaku kebaikan?
Apakah kita sejak lahir telah memiliki sifat dasar kebaikan itu? Mengapa manusia melakukan hal-hal yang sesuai dengan moralitas dan mayoritas dari kita apakah dengan sendirinya akan melakukan kebaikan? Yang ingin ditelusuri oleh Profesor Pfaff adalah, “Mengapa pahlawan kita melompat ke rel KA, apakah kita juga akan melakukan hal yang sama?”
Lewat penelitiannya Profesor Pfaff berpendapat, otak manusia terbentuk sedemikian rupa, bisa mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang baik, membuat kita timbul niat pikiran melakukan kebaikan dan mengutamakan orang lain.
Ia mendapati ketika perilaku kebaikan dari heroisme itu muncul, maka dalam otak kita sel-sel syaraf, zat-zat kimiawi dan lain-lain akan mengalami perubahan yang sesuai. Seharusnya dikatakan, ini merupakan sudut pandang dari ilmu syaraf, untuk meneliti masalah moralitas manusia, adalah sebuah percobaan seperti ini.
Meneliti moralitas dari sudut pandang ilmu saraf, menurut pandangan orang yang telah memahami Buddhisme, hal mana telah menyimpang sejak awal.
Meski begitu, bukti ilmiah nampaknya masih bisa dipakai untuk mengukuhkan kebaikan yang dibahas dalam buddhisme.
Kebaikan, merupakan karakter dasar alam semesta, bahkan dapat diverifikasi dan dikonfirmasi atas dasar konsepsi dunia materi manusia.
Orang Tionghoa percaya bahwa “manusia pada awalnya adalah baik”, tapi dalam disiplin keilmuan Barat, sifat manusia pada umumnya dianggap egois dalam waktu yang lama dan sampai sekarang.
Ini semua terkait dengan gagasan dosa asal, penebusan dosa dan pertobatan dosa dari agama Kristen dan Katolik, yang beranggapan bahwa semua orang adalah berdosa (ketika dilahirkan).
Tentu saja, dari sudut pandang Buddhisme, konsep “dosa” ini sebenarnya adalah karma hitam, karma buruk, adalah akibat dari hal buruk yang mereka lakukan sebelumnya dan selama masa hidup sebelum kehidupan yang sekarang.
Donald W. Pfaff adalah seorang sarjana di Rockefeller University di New York, merupakan direktur laboratorium neurobiologi dan ilmu perilaku di universitas tersebut. Dia lulus dari Harvard pada tahun 1961 dan menerima gelar Ph.D. dari MIT pada tahun 1965.
Timnya menggunakan neuroanatomi, neurokimia, dan neurofisiologi untuk meneliti bagaimana otak manusia mengendalikan mekanisme dari perilaku manusia, terutama bagaimana efek hormonal pada sel saraf dapat menyebabkan perilaku alami dan instinktual pada manusia.
Dia telah memulai serangkaian penelitian tentang kebaikan hati manusia, niat baik, dan altruisme. Dia menemukan bahwa zat kimia tertentu, ketika bekerja pada bagian tertentu dari otak manusia, dapat menentukan karakteristik sejumlah perilaku seseorang.
Risalah Pfaff “Pikiran altruistik – mengapa manusia terlahir baik” terdiri dari dua bagian: bagian pertama, bukti-bukti altruisme biologis dan neurologis.
Bagian kedua, bagaimana memperbaiki moralitas otak manusia dan menyingkirkan rintangan untuk berbuat baik, dengan demikian mengubah perilaku sosial yang buruk seperti geng, genosida, perang, korupsi dan lain-lainnya.
Sebagai lelucon, Pfaff mungkin harus pergi ke RRT untuk mengajar karena PKT percaya pada ateisme dan percaya membuta pada sains, selain itu Pfaff perlu menyuntikkan beberapa bahan kimia Pfaff ke kepala setiap anggota partai, maka kampanye anti-korupsi Xi mungkin akan berhasil gemilang! (PUR/whs/asr)
Bersambung
*Xie Tan adalah Profesor, University of South Carolina Aiken Business School, Amerika Serikat
Artikel dipublikasi di www.epochweekly.com