Epochtimes.id- Pemasangan kamera pengintai di mana-mana oleh pemerintah Tiongkok untuk mengawasi gerak gerik siapa saja yang dicurigai telah menimbulkan keresahan masyarakat.
Baru-baru ini seorang wartawan BBC menguji operasional sistem pengenal wajah dari kamera pengintai yang terpasang di kota Guiyang, Propinsi Guizhou, Tiongkok.
Setelah memasukkan foto dirinya ke dalam database daripada sistem pengawasan di kantor pihak berwenang, ia ke luar untuk melakukan ‘pelanggaran’ dan ‘melarikan diri’, tetapi 7 menit kemudian ia sudah berhadapan dengan polisi yang akan ‘menjemputnya’.
Baca : Telah Lahir Paham Otoriter Elektronik yang Dipelopori PKT dengan Sistem “Sorot Wajah”
Media Tiongkok sebelumnya melaporkan bahwa hingga saat ini, kamera sirkuit yang sudah terpasang di berbagai tempat keramaian umum seluruh wilayah Tiongkok sudah mencapai 170 juta unit, dan kabarnya masih akan ada penambahan sebesar 450 juta unit hingga tahun 2020.
Kamera pengintai selain digunakan untuk melakukan pemantauan gerak gerik, di beberapa kota besar penting juga dipasang sistem cerdas pengenalan wajah yang dapat digunakan untuk mengenali wajah seseorang.
Sebuah video tentang sistem kerja kamera pengintai menunjukkan, siapa saja baik yang sedang berada dalam lift, menggesek kartu pengenal untuk masuk stasiun KA atau sedang berjalan kaki di lorong-lorong yang sudah dipasang kamera, sistem akan mampu mengenali satu per satu wajah orang tersebut.
Wajah yang tertangkap kamera itu bisa digunakan untuk menganalisa dengan wajah orang yang dijadikan objek. Apakah wajah tersebut adalah si A atau bukan.
Ketepatan pantauan dari sistem yang bisa mencapai di atas 90 % itu kemudian digunakan sebagai acuan untuk ditindaklanjuti.
Wartawan BBC untuk Beijing, John Sudworth melakukan uji coba di kota Guiyang, Guizhou untuk mengetahui berapa lama seorang ‘pelanggar’ ketentuan bisa tertangkap.
Laporan menunjukkan, dalam database milik Dinas Keamanan dan Ketertiban Publik tersimpan foto setiap warga kota Guiyang. Untuk keperluan uji coba, maka fota John Sudworth dimasukkan ke dalam database sebagai objek pantauan. Setelah itu John mulai melakukan ‘pelarian’.
Mula-mula ia turun dari mobil di pusat keramaian tengah kota, lalu berjalan kaki menuju stasiun. Saat melewati jembatan untuk pejalan kaki, ia melihat ada 3 buah kamera terpasang di bagian atas jembatan, karena tidak ada jalan lain, maka ia meneruskan langkah melewati jembatan itu.
Setelah ia memasuki sebuah pos pemeriksaan keamanan di depan pintu masuk stasiun. Sistem di komputer sudah menunjukkan angka 88 % objek tersebut sesuai dengan orang yang dicurigai. Ketika ia melanjutkan langkah menuju gardu penjualan tiket. Ia langsung ‘dijemput’ oleh beberapa orang petugas keamanan. Uji coba tersebut hanya berlangsung dalam waktu 7 menit.
Masyarakat percaya bahwa proyek pemantauan yang sifatnya luas ini adalah suatu tindak pelanggaran privasi warga negara.
Alat yang terutama digunakan di negara-negara komunis dalam melakukan penanganan para pembangkang, pengacara hak asasi manusia, praktisi Falun Gong dan para pemohon petisi. Hal ini juga menyebabkan kepedulian sosial yang tinggi.
Data menunjukkan bahwa Komite Politik dan Hukum merupakan instansi awal yang menciptakan gagasan digunakannya sistem cerdas pengenalan wajah untuk meningkatkan pengawasan keamanan. ‘Mata yang terpasang di mana-mana’ ini sudah dipakai sebelum dimulainya Kongres Nasional ke 19.
Dalam artikel yang dimuat media Tiongkok ‘ Zhongxinwang’ pada 29 September menyebutkan bahwa tujuan dipasangnya sistem cerdas pengenalan wajah di kamera pengintai itu bukan untuk memerangi kasus kriminal biasa, tetapi demi menjaga stabilitas keamanan. Itulah sebabnya mengapa insiden keamanan sosial seperti kasus penculikan anak, perampasan atau pencurian barang tidak bisa teratasi secara efektif.
Wall Street Journal telah menerbitkan sebuah artikel kritik yang ditujukan kepada PKT akibat mereka menggunakan teknologi pengenal wajah untuk memantau warganegaranya.
Laporan tersebut mengatakan bahwa Amerika Serikat menggunakan teknologi ini untuk mengonfirmasi identitas para tersangka, sementara tujuan Beijing berbeda. Meskipun PKT juga cerdik memanfaatkan teknologi tetapi sayangnya dipakai untuk memantau warganya yang dinilai mereka adalah pembangkang.
Furukawa, seorang pengamat lepas kepada Epoch Times mengatakan, selain terdapat perbedaan dalam penggunaan, orang-orang di luar Tiongkok tidak akan memaksimalkan fungsi kamera. Tetapi di dalam negeri, Tiongkok tidak saja menggunakan sistem itu untuk mengidentifikasi penjahat, tetapi juga memperlakukan rakyatnya sebagai penjahat.
“Kamera digunakan untuk mengawasi perilaku pemohon petisi, untuk menangkap dan menjebloskan mereka ke tahanan, sekaligus untuk mengendalikan orang-orang yang tidak sependapat dengan pemerintah, kaum pembangkang, para umat beragama dan lainnya,” kata Furukawa. (Sinatra/asr)
Sumber : Epochtimes.com