Kemitraan Penerbit Akademik Berbasis Jerman dengan Raksasa Internet Tiongkok Memunculkan Pertanyaan Tentang Kebebasan Akademis

Kemitraan antara perusahaan internet Tiongkok dan penerbit jurnal Jerman yang terutama berfokus pada penelitian ilmiah telah menimbulkan kekhawatiran bahwa rezim Tiongkok akan menggunakan perusahaan Barat tersebut untuk berbicara atas namanya, sementara menyensor informasi yang menjadi tujuannya.

Pada tanggal 4 November, Tencent Holdings, konglomerat Tiongkok yang menyediakan layanan internet dan telekomunikasi, dan Springer Nature, penerbit jurnal penelitian akademis, mengumumkan sebuah kemitraan, di mana keduanya akan mempromosikan sains bersama-sama dan membantu para ilmuwan muda dalam pengembangan mereka, sesuai dengan Koran juru bicara Tiongkok People’s Daily.

Kesepakatan itu mendapat banyak sorotan dari kalangan akademisi yang percaya bahwa langkah tersebut akan membendung kebebasan akademis, mengingat kecenderungan Tiongkok untuk menyensor konten yang tidak sesuai dengannya.

Pada upacara penandatanganan kemitraan, Cheng Wu, wakil presiden Tencent, mengatakan kesepakatan tersebut akan membantu ilmuwan muda terhubung dengan industri dan menjamin pendanaan permodalan, serta mendukung proyek sains di seluruh dunia yang mungkin memerlukan investasi jangka panjang.

tujuan serong
Foto ini menunjukkan logo platform pesan singkat Tiongkok bernama WeChat, yang dikembangkan oleh perusahaan telekomunikasi, Tencent, pada perangkat mobile pada 12 Maret 2014. (Peter Parks / AFP / Getty Images)

Springer Nature juga akan secara resmi menjadi mitra Konferensi WE Tencent, sebuah forum tahunan di mana para ilmuwan dan profesional terkemuka berkumpul untuk berbagi gagasan tentang sains dan teknologi.

Kemitraan ini diumumkan hanya beberapa hari setelah Springer mengumumkan bahwa mereka telah memblokir akses ke sebagian artikel online, kata kunci seperti Taiwan, Tibet, dan Revolusi Budaya, untuk mematuhi tuntutan dari rezim Tiongkok, menurut Reuters. Topik-topik ini dianggap kontroversial, karena mereka mempertanyakan legitimasi Partai Komunis Tiongkok dan mengungkapkan sisi gelap dari sejarahnya.

Sementara Springer Nature mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa kurang dari satu persen artikelnya telah ditarik, Financial Times memperkirakan bahwa lebih dari 1.000 artikel dari Journal of Chinese Political Science and International Politics telah diblokir.

“Sebuah contoh penghargaan Tiongkok yang diberikan kepada perusahaan dan individu karena mematuhi peraturan pemerintah Tiongkok adalah kasus penerbit Springer Nature,” kata Perwakilan DPR AS, Chris Smith (R-NJ,) pada dengar pendapat pada Congressional-Executive Commission on China 13 Desember di Washington DC, Smith adalah jajaran ketua komisi yang bertugas memantau hak asasi manusia dan peraturan hukum di Tiongkok.

Smith percaya bahwa keputusan Springer Nature berarti ia harus “mematuhi perintah penyensoran Tiongkok dan kemudian ‘diberi penghargaan’ untuk penyensorannya dengan menandatangani kemitraan strategis yang menguntungkan dengan raksasa teknologi Tiongkok Tencent Holdings.”

Springer Nature bukanlah penerbit internasional pertama yang tunduk pada tekanan Tiongkok. Pada bulan Agustus, Cambridge University Press, penerbit Inggris, memblokir akses online di Tiongkok ke sekitar 300 artikel, dengan topik termasuk Pembantaian Lapangan Tiananmen 1989, Revolusi Kebudayaan, dan Tibet, mengikuti permintaan dari rezim Tiongkok, menurut Reuters. Penerbit Inggris akhirnya membalik posisinya dan memposting ulang artikel ini secara online setelah mendapat protes dari komunitas akademis.

cuci otak di sektor akademis
Orang berkumpul di stand ‘Cambridge University Press’ di ‘Beijing International Book Fair’ di Beijing, pada tanggal 23 Agustus 2017. (Greg Baker / AFP / Getty Images)

Dampak kemitraan tidak terbatas hanya di Tiongkok, menurut profesor Lynette Ong, spesialis Tiongkok dan Asia di University of Toronto.

“Kemitraan antara perusahaan media besar Tiongkok dan Springer tersebut kemungkinan besar [maksudnya Springer Nature] tidak memiliki rasa ragu dan penyesalan untuk menyensor isinya di dalam atau di luar Tiongkok, untuk alasan komersial atau politis,” tulis Profesor Ong dalam sebuah wawancara email.

Dia menambahkan, “Ini bukan pertanda baik untuk kebebasan akademis baik di AS, Kanada atau di tempat lain.”

Tencent memiliki agenda sendiri dengan kemitraan semacam itu, menurut sebuah artikel 6 November di situs berita bisnis Hong Kong finet.hk, dijalankan oleh Finet Group, sebuah perusahaan investasi yang menyediakan layanan informasi keuangan dan solusi teknologi.

“[Springer] Nature secara dasar dapat menyerahkan daftar alamat email terkini dan paling terbaru dari semua ilmuwan terbaik,” artikel tersebut berspekulasi. Pada gilirannya, Tencent dapat menggunakan daftar tersebut untuk menemukan talenta untuk laboratorium AI (artificial intelligence), kecerdasan buatan,  miliknya sendiri, yang terletak di pusat teknologi Tiongkok selatan di Kota Shenzhen, dan Lab YouTu, dengan kantor di Shanghai dan Hefei, ibukota Propinsi Anhui, didedikasikan untuk pengolahan gambar, pengenalan pola, pembelajaran mesin, dan penggalian data. (ran)

ErabaruNews