Selama tiga hari berturut-turut, penulis Dimitar Dimov dipaksa untuk duduk dan mendengarkan pidato 23 kritikus paling terhormat di Bulgaria, menakhlukkan novelnya yang baru diterbitkan untuk menghancurkan, kritikan gaya Stalinis. Tidak pernah dalam sejarah sastra Bulgaria ada seorang penulis yang menghadapi panel seperti itu yang kemudian dipaksa untuk merombak kembali novelnya.
Novel “Tyutyun” (“Tembakau” dalam bahasa Bulgaria) diterbitkan pada akhir tahun 1951 dan menjadi tenar mendadak di negara Eropa Timur kecil tersebut, meskipun para kritikus yang memberikan pidato memberinya label sebuah kegagalan.
Setelah mengakui bakatnya sebagai penulis, hanya beberapa dari kritikus tersebut yang mengatakan sesuatu tentang novel tersebut. Yang lain menuduh Dimov dipengaruhi oleh kosmopolitanisme, erotisme, dan sifat dekaden dari literatur Barat, sebagai ganti merangkul realisme sosialis, satu-satunya gaya aliran yang dapat diterima pada saat itu. Mereka merekomendasikan agar buku tersebut dimodelkan mengikuti penulis Soviet seperti Valentin Kataev atau Alexander Fadeyev; yang terakhir ini memperjuangkan Joseph Stalin, yang menyebutnya “humanis terbesar yang pernah dikenal dunia,” menurut “Subsidizing Culture” oleh James T. Bennett.
“Campur tangan semacam itu sama dengan pembunuhan sastra … sebagai gagasan dan pesan,” kata Milena Katosheva, kurator Dimitar Dimov House Museum, yang berafiliasi dengan Museum Nasional Sastra Bulgaria di ibukota Sofia. “Ini membunuh dorongan kreatif penulis, menghilangkan kebebasan berekspresi, kebebasan berpikirnya. Setelah ini, dia tidak lagi mengambil tugas epik untuk menggambarkan keadaan masyarakat Bulgaria.”
Kasus ‘Tyutyun’
“Tyutyun” menceritakan tentang sebuah pabrik pengolahan tembakau besar pada tahun 1930-an dan 1940-an dan bentrokan dari dua kelas utama: kaum kapitalis (atau kaum borjuis, seperti yang dikatakan Marxis) di satu sisi dengan komunis di sisi lain.
Namun sebagai ganti memuliakan pekerja yang mengabdikan diri pada gagasan komunis dan memfitnah kapitalis yang dianggap eksploitatif, Dimov memusatkan perhatian pada kedalaman dunia karakter, mengungkapkan emosi, semangat, dan hasrat mereka. Dia menciptakan karakter yang dalam, hidup, dan realistis, yang secara kuat saling tertarik satu sama lain, mengabaikan kenyataan bahwa mereka berasal dari kelas yang berbeda, tema yang tidak dapat diterima untuk agenda komunis pada saat itu.
Setelah 9 September 1944, ketika Bulgaria keluar dari Perang Dunia II dan komunis mengambil alih kekuasaan, sastra menjadi pelayan mutlak rezim tersebut. Apa pun yang tidak berkontribusi terhadap pembangunan sosialis ditargetkan untuk dihapuskan.
Tujuannya adalah untuk membersihkan semua elemen borjuis dan menegaskan norma sosialis. Para penulis dikeluarkan dari Asosiasi Penulis Bulgaria, daftar literatur terlarang diumumkan, dan penyensoran total untuk penerbitan dan media, pada umumnya, diberlakukan.
Realisme sosialis membatasi penulis pada topik-topik rakyat sosialis, kepahlawanan, partai sosialis, optimisme historis, dan humanisme sosialis, Katosheva mengatakan. Semua karya sastra harus menggambarkan karakter mereka sebagai anggota kelas sosial, dan hanya mereka yang memeluk komunisme yang dapat digambarkan secara positif, bagi mereka adalah pahlawan era baru tersebut.
Bantahan Halus namun Tegas
Meski begitu, Dimov menentang dogma komunis yang kaku itu. Untuk mempertahankan novelnya, dia menulis sebuah pernyataan setebal 32 halaman dimana dia dengan rendah hati, hormat, dan metodis, menolak semua tuduhan-tuduhan.
Terlebih lagi, dia mempertanyakan kritiknya dan menawarkan visi realisme sosialis yang lebih bebas dan reformis: “Mengapa harus saya, yang mengumpulkan materi-materi, memikirkan plot dan karakter dari semua sudut yang mungkin, …, menghabiskan malam tanpa tidur dan mengetik di mesin ketika orang lain sedang beristirahat, harus selalu salah mengenai beberapa karakter atau situasi, yang oleh kritikus X atau penulis Y tidak dapat pahami?
“Mengapa harus saya, yang telah bergelut selama berbulan-bulan dengan karakter saya, memahami kekurangan karakter saya, sementara kritikus X atau Y memahami mereka dengan lebih baik di bawah dalih bahwa saya subjektif, dan mereka objektif?
“Jika saya telah menunjukkan di ‘Tyutyun’ bahwa saya telah menggenggam perkembangan sejarah dari peristiwa tersebut, bahwa saya setia kepada orang-orang kita dan bahwa saya melayani cita-cita sosialisnya, sesudah itu saya memiliki kebebasan untuk mengikuti jalan saya, inisiatif dan kehendak pribadi saya.”
Meski Dimov berhasil secara halus menghadapi kritik dengan cara yang elegan, ia tetap harus merombak kembali novelnya.
“Saya tidak memiliki cara untuk tidak mematuhi,” Dimov mengaku kepada istrinya yang kedua, Lena Levcheva, menurut mingguan Bulgaria 168 Chasa (168 Hours).
“Saya melakukannya untuk menyelamatkan satu-satunya yang sedang saya tulis.”
“Saya tidak bisa melupakan rasa sakit tersebut diman dia mengucapkan kata-kata ini,” kata Levcheva mengakuinya, pada gilirannya. “Itu seperti cerita alkitabiah. Dimov sendiri naik di kayu salib, sehingga anaknya, ‘Tyutyun,’ bisa hidup. Pembunuhannya sudah dekat. Kemenangan itu tidak membawanya pada kepuasan. Sebaliknya: Mengutuk kematiannya untuk kehidupan yang bermuka dua.”
“Membandingkan pernyataannya dengan yang dibuat para kritikus itu, Anda bisa melihat perbedaan besar antara dia dan mereka secara intelektual dan moral,” kata puterinya, dramawan Teodora Dimova, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Faktor.bg. “Dia menyimpan kehadiran pikirannya, meskipun novel ini menghabiskan nyawanya. Sebagai konsekuensinya 15 tahun, dia hanya menulis tiga drama meski ia berada di puncak karirnya sebagai penulis. Dia meninggal pada usia 56 tahun dari stroke mendadak, besar, dan tidak dapat disembuhkan.”
Teror yang Melumpuhkan
Dimov memiliki dua rintangan terhadapnya. Pertama, dia dilahirkan dalam keluarga borjuis yang terhubung dengan tsar tersebut: Ayah kandungnya dan suami kedua ibunya adalah perwira untuk tsar tersebut. Kedua, dia seorang intelektual. Dia mengkhususkan diri pada histologi dan menjadi profesor anatomi, embriologi, dan histologi vertebrata.
Setelah tahun 1944 ketika orang-orang dari masyarakat elit sebelumnya, termasuk intelektual, menghilang tanpa jejak, suasana untuk orang-orang ini sangat menegangkan. Sudah agak bimbang, dan orang yang gelisah, Dimov sama sekali tidak siap menghadapi situasi sengit dan agresif di era Stalinis awal.
“Dalam kehidupan sastra tahun 1950-an, menolak partai tersebut tidak terpikirkan,” kata Plamen Dojnov, profesor dan ketua departemen Studi Bulgaria Baru di New Bulgarian University, dan salah satu peneliti paling menonjol dalam kasus “Tyutyun“.
“Ini lebih dari sekedar pertempuran di bidang sastra, di mana masing-masing berusaha memenangkan partai sebagai sekutunya,” katanya.
Jika Dimov menolak rekomendasi untuk merombak kembali “Tyutyun,” itu akan membawa banyak masalah, isolasi, atau biaya hidupnya.
“Gelombang teror dan ketakutan antara tahun 1944 dan 1950 sangat mengejutkan sehingga kehendak bebas para penulis hanya bisa lumpuh, dan hampir tidak ada yang mampu melakukan pertimbangan yang tenang dan rasional sebelum mengungkapkan ketidaksetujuan apa pun,” katanya.
Pengawas Komunis
Tidak seperti kasus serupa di Uni Soviet, di mana Stalin mendapat informasi tentang literatur “bermasalah” dan dengan santai ikut campur, dengan “Tyutyun,” pemegang jabatan negara dan pemimpin partai, Valko Chervenkov, mengikuti karya Dimov dalam buku tersebut, sampai edisi kedua diterbitkan. pada tahun 1954.
“Apa yang unik dalam kasus Bulgaria tersebut adalah peran sentral dari Chervenkov, yang merupakan ‘konstruktor’ [pengawas] terhadap buku tersebut seperti tentang skandal yang diprovokasi,” kata Dojnov.
Chervenkov mendukung “Tyutyun” dalam kondisi tertentu. Dia menulis surat pribadi kepada Dimov, mengucapkan selamat kepadanya atas novel tersebut dan menyebutnya sebagai “kegembiraan besar untuk sastra kita,” namun tetap bersikeras untuk merombaknya kembali.
Dalam surat lain dari tahun 1952, ditujukan kepada Christo Radevski, ketua Asosiasi Penulis Bulgaria, Chervenkov menulis: “Saya tidak tahu apa yang sedang dilakukan kawan Dimov, apakah dia sedang merombak kembali ‘Tyutyun‘? Saya ingin seseorang memberi dia pesan bahwa dia akan melakukan yang terbaik jika dia merombak kembali novel tersebut, dengan mempertimbangkan segala sesuatu yang berharga termasuk dalam pernyataan, lisan dan tulisan, yang berhubungan dengan diskusi dan ulasan untuk novel itu. Saya pikir kawan Dimov akan sangat tepat jika menerbitkan edisi kedua dari buku ini yang sudah dirombak ulang , tidak hanya dalam bahasa Bulgaria, tapi juga terjemahan bahasa lain berdasarkan edisi ulang yang kedua ini.”
“Chervenkov ‘menyelamatkan’ Dimov, tapi juga mengorbankan versi pertama, demi versi reformis dari novel tersebut,” kata Dojnov. “Dia memainkan peran ‘produser dan penjamin’ dalam pengerjaan ulang tersebut, membawa buku itu kembali ke tempat yang ingin diloloskan, sehingga merampas identitasnya.”
Setelah sesi kritik tiga hari tersebut, sebuah artikel yang tidak bertanggal muncul di surat kabar corong komunis Rabotnichesko Delo [Akta Pekerja] menyebut ” On the Novel ‘Tyutyun’ and Its Unfortunate Critics” (Novel ‘Tyutyun’ dan Kritiknya yang Disayangkan). Kemudian, menjadi jelas bahwa pemrakarsa dan editor akhir dari artikel tersebut adalah Chervenkov sendiri. Sebulan kemudian, kritikus-kritikus paling ganas terhadap “Tyutyun” diusir dari posisi kepemimpinan mereka.
“Chervenkov ingin menegaskan otoritasnya sebagai hakim tertinggi mengenai semua isu yang berkaitan dengan budaya,” jelas Dojnov. “Dalam kasus ini, dia secara logis mengambil sisi Asosiasi Penulis Bulgaria tersebut, untuk memberikan pelajaran kepada lingkaran kritikus yang lancang dan gegabah yang kehilangan posisi istimewa sebelumnya.
“Pemimpin komunis atas tersebut ingin menunjukkan bahwa mandat untuk mengelola literatur telah diberikan kepada Asosiasi olehnya, dan tidak ada seorang pun yang harus memikirkan untuk mengabaikan wewenang ini,” kata Dojnov.
Kaum kiri tanpa pilihan, Dimov menambahkan 250 halaman ke buku aslinya, menciptakan karakter-karakter komunis baru dan adegan baru yang menunjukkan kepahlawanan dan pengorbanan para pejuang komunis.
Yang kedua, setelah dirombak kembali, “Tyutyun” diterbitkan pada awal 1954, setelah mendapat persetujuan eksplisit dari para kritikus, yang merupakan bagian dari Asosiasi Penulis Bulgaria dan ditugaskan dan dipandu secara pribadi oleh Valko Chervenkov.
Pada tahun 1955, edisi ketiga novel ini muncul, dengan koreksi kecil yang dilakukan oleh Dimov. Para kritikus tetap diam. Pada tahun 1962, novel ini dibuat menjadi sebuah film oleh sutradara terkemuka Nikola Korabov.
Versi asli novel tersebut muncul kembali pada tahun 1992, tiga tahun setelah jatuhnya komunisme di Bulgaria, yang berlangsung pada 10 November 1989 (sehari setelah jatuhnya Tembok Berlin). Hari ini, “Tyutyun” adalah salah satu novel Bulgaria yang paling dicintai, dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa. (ran)
ErabaruNews