Epochtimes.id- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membeberkan dampak kerugian dan kerusakan akibat bencana sepanjang 2017 mencapai puluhan triliun rupiah. Sepanjang tahun ini terjadi 2.341 Kejadian Bencana, 377 Tewas dan 3,5 juta jiwa mengungsi dan menderita.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan rincian kejadian bencana tersebut terdiri dari banjir (787), puting beliung (716), tanah longsor (614), kebakaran hutan dan lahan (96), banjir dan tanah longsor (76), kekeringan (19), gempabumi (20), gelombang pasang dan abrasi (11), dan letusan gunungapi (2).
Dari sebaran bencana, daerah paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa Tengah (600 kejadian), Jawa Timur (419), Jawa Barat (316), Aceh (89), dan Kalimantan Selatan (57). Sedangkan untuk kabupaten/kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah Kabupaten Bogor (79), Cilacap (72), Ponorogo (50), Temanggung (46), dan Banyumas (45).
“Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana mencapai puluhan triliun rupiah. Hingga saat ini masih dilakukan perhitungan dampak dari bencana,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam rilisnya, Jumat (29/12/2017).
Baca juga : Kaleidoskop Bencana 2017 : 2.341 Kejadian Bencana, 377 Tewas, 3,5 Juta Jiwa Mengungsi dan Menderita
Data BNPB, kerugian ekonomi paling besar akibat bencana selama tahun 2017 adalah dampak dari peningkatan aktivitas vulkanik dan erupsi Gunung Agung di Bali.
Penetapan status Awas pada September 2017 yang kemudian terjadi erupsi Gunung Agung pada 26-30 November 2017 telah menyebabkan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 11 triliun.
Kerugian ini sebagian besar berasal dari kredit macet masyarakat yang harus mengungsi dan dari sektor pariwisata. Menteri Pariwisata menyatakan kerugian di sektor pariwisata di Bali mencapai Rp 9 trilyun dari dampak erupsi Gunung Agung.
Data BNPB menyebutkan, beberapa kerusakan dan kerugian akibat bencana yang terjadi pada tahun 2017 antara lain adalah banjir dan tanah longsor pengaruh Siklon Tropis Cempaka sekitar Rp 1,13 triliun, banjir Belitung Rp 338 miliar, banjir dan longsor di Lima Puluh Koto Rp 253 miliar, longsor Cianjur Rp 68 miliar dan lainnya.
Sutopo menambahkan, bencana ini banyak berpengaruh pada masyarakat yang terdampak. Bencana memerosotkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang mengalami bencana berulang, seperti banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun.
Begitu juga bagi masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura dan lainnya yang terlanda banjir berulang. Akibatnya, lahan pertanian yang terendam banjir menyebabkan gagal panen. Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang.
Bahkan, petani terpaksa hutang lagi untuk modal menanam padi berikutnya. Begitu juga masyarakat yang terkena bencana, harta miliknya hilang sehingga jatuh miskin dan memerlukan bantuan.
Menurut Sutopo, masyarakat Indonesia memang tinggal di negara yang kaya bencana. Apalagi, Indonesia adalah laboratorium bencana. Bukan super market bencana. Untuk itulah sudah seharusnya masyarakat harus siap menghadapi bencana.
Sutopo menambahkan, besar kecilnya bencana sangat ditentukan oleh alam. Pengaruh manusia begitu dominan merusak alam, meningkatkan kerusakan hutan, degradasi lahan, kerusakan lingkungan, DAS kritis dan lainnya telah makin memicu terjadinya bencana.
Untuk itulah, pengurangan risiko bencana harus menjadi mainstream dalam pembangunan di semua sektor. Pengurangan risiko bencana menjadi investasi pembangunan untuk kita dan generasi mendatang.
“Selamat menyongsong Tahun Baru 2018. Semoga kita makin tangguh menghadapi bencana,” simpul Sutopo. (asr)
ErabaruNews