Reporter Epochtimes: Luoya
Ketika sejarah akan melewati tahun 2017, dalam lingkup internasional Partai Komunis Tiongkok (PKT) juga mengalami krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Australia, Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara lain secara terbuka telah mengecam tindakan penyusupan PKT dan penfitnahan terhadap nilai-nilai demokrasi dan kebebasan.
Para ahli menunjukkan, politikus Barat sekarang sudah mulai sadar, dan waktunya bertepatan dengan pengumuman pemerintah Amerika tentang strategi keamanan negara yang ditujukan kepada PKT, berbagai negara lainnya juga mengikuti tindakan tersebut.
Negara Eropa dan AS Melakukan Pukulan Berat
Baru-baru ini presiden Trump untuk kali pertama sejak menduduki jabatan tersebut, telah mengumumkan laporan strategi keamanan negara yang “Mengutamakan Amerika”.
Laporan menganggap PKT sebagai pesaing yang menantang kepentingan, pengaruh dan kekuasaan AS serta merusak keamanan dan kemakmuran Amerika.
“Yang bertujuan mengubah ekonomi AS menjadi semakin tidak bebas dan tidak adil. Mereka mengembangkan militernya, menguasai informasi dan data demi menekan masyarakatnya sendiri serta memperbesar pengaruhnya.”
Laporan mengecam tindakan militerisasi di kawasan Laut Tiongkok Selatan yang membahayakan perdagangan bebas dan merusak kestabilan kawasan.
Hegemonisme Beijing mungkin akan memperlemah kedaulatan banyak negara di daerah Samudera India-Pasifik.
Pemberhentian Investasi Utama di Berbagai Negara
Baru-baru ini Selandia Baru juga menolak kehadiran PKT. Pada (21/12/2017) Lembaga Pengawasan Investasi Asing Selandia Baru mengeluarkan pernyataan, dengan alasan ketidak-jelasan struktur hak milik HNA Grup (Konglomerasi dari Hainan, RRT, yang bergerak dalam bidang wisata dan penerbangan), maka menolak grup tersebut melakukan akuisisi terhadap UDC Finance (otomotif) yang berada dibawah bendera Bank ANZ.AX
Terhadap hal itu Wall Street Journal melaporkan, Selandia Baru dan Australia belakangan ini cukup memerhatikan kekhawatiran terhadap ekspansi perdagangan dan pengaruh politik luar negeri RRT.
Laporan juga menyampaikan, baru-baru ini PM Selandia Baru Jacinda Ardern telah menerima sebuah laporan singkat, bahwa personil intelijen dan keamanan nasional Selandia Baru merasakan kekhawatirannya atas “intervensi politik” Beijing terhadap Selandia Baru dan Australia, dan menyerukan pemerintah baru lebih terbuka dalam menanggapi ancaman keamanan negara dewasa ini yang sedang dihadapinya.
Proyek Beijing yang mengalami pukulan berat di internasional adalah proyek “One Belt One Road” yang menjalin hubungan perdagangan atas ambisi PKT itu.
Dewasa ini termasuk Pakistan, Nepal dan Myanmar telah memutuskan untuk menghapus atau menghentikan 3 proyek besar, proyek pembangunan listrik bertenaga air yang direncanakan oleh perusahaan RRT, yang bernilai hampir mencapai 20 Miliar USD (2.712 triliun rupiah).
Negara Barat Masih Perlu Menaruh Perhatian
Walau Beijing telah terjerumus dalam kepungan bersama dari masyarakat berbagai negara, namun pengacara HAM Deng Biao berpendapat, meski masyarakat Barat menghadapi ancaman besar dan pengaruh buruk dari PKT tapi disayangkan masih belum cukup menaruh perhatian.
”Karena banyak sekali masalah, seperti institute Konfusius, Asosiasi Mahasiswa dan Sarjana Tiongkok, One Belt One Road dan lain-lain, termasuk melakukan propaganda kekuatan lunak PKT, termasuk pengendalian terhadap pemilu negara Barat, atas pengaruh tidak langsung ini, negara Barat harus lebih menaruh perhatian dan untuk mencegah ekspansi PKT serta ekspansi nilai otoliter PKT,” kata Deng dengan analisanya.
Prof. Ming Juzheng mengusulkan kepada politikus berbagai negara, menggunakan 2 cara untuk menolaknya :
Pertama, setiap negara menandaskan nilai demokrasi Barat yang sudah sejak semula mereka anut; kedua, perlu mengungkap tingkah-laku PKT tersebut, perlu diketahui, sesungguhnya kediktatoran partai tunggal komunisme berlawanan dengan nilai kemanusiaan, masalah ini perlu dibelejeti secara mendasar, dan dimulai lagi dengan membangun pemahaman sendiri. Mengembalikan nilai dan moralitas tradisional, baru dapat mengecam perilaku yang berlawanan dengan kemanusiaan tersebut.
Komentartor politik Huping menyatakan kepada Epoch Times, rezim PKT sendiri di dalam negeri juga menghadapi berbagai macam krisis.
Pasca Kongres Nasioanal ke-19 PKT, pusat kekuasaan PKT sekarang belum juga memperlihatkan kecendrungan menuju ke arah reformasi yang lebih baik, bahkan tetap ngotot mengandalkan kekuasaan otoriter.
“Sudah jelas mengetahui makin lama semakin tidak mendapat dukungan masyarakat, masih tetap saja menggunakan cara kekerasan. Karena mereka tahu mengikuti kemauan masyarakat maka tidak akan sanggup bertahan lagi, rezim semacam ini sudah pasti tidak mungkin dapat bertahan lama.” (TYS/WHS/asr)
Sumber : Epochtimes.com