EpochTimesId – Bank Sentral Tiongkok memutuskan untuk menghentikan pemakaian mekanisme yang diimplementasikan tahun lalu dalam pengendalian nilai Renminbi. Mekanisme itu dihentikan karena telah menyebabkan banyak efek samping.
Nikkei Asia Review melaporkan bahwa Bank Sentral Tiongkok setiap hari akan mengkalkulasi nilai tukar Renminbi berdasarkan acuan kurs dari lusinan laporan Bank besar. Laporan itu kemudian ditetapkan sebagai nilai tukar resmi pada hari itu.
Setiap Bank wajib melaporkan nilai tukar berdasarkan penutupan hari sebelumnya kepada Bank Sentral. Namun Bank Sentral Tiongkok dalam rangka membatasi dampak yang timbul karena jatuhnya nilai Renminbi terhadap nilai tukar yang dilaporkan, mereka memperkenalkan sebuah mekanisme baru yang pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei tahun lalu. Mekanisme itu sekaligus memberikan ruang kontrol yang lebih besar terhadap pengaturan nilai tukar.
Pasar berpendapat bahwa ini merupakan sebuah langkah yang mengisyaratkan keinginan kuat dari Bank Sentral Tiongkok untuk mencegah penurunan nilai tukar Renminbi. Meskipun pada tahun 2017 Renminbi sempat rebound sebesar 6 persen, yang baru terjadi untuk pertama kalinya dalam 4 tahun terakhir.
Bank sentral telah menyampaikan pemberitahuan kepada Bank-Bank untuk menghentikan pemakaian mekanisme tahun lalu itu dan kembali menuju penerapan kalkulasi cara lama.
Devaluasi nilai Renminbi dan pelarian modal sudah berlangsung 3 tahun. Namun, akibat pertumbuhan ekonomi global, ekspor komoditas Tiongkok menguat. Surplus perdagangan Tiongkok-AS mencapai rekor tertinggi dalam sejarah.
Selain itu, cadangan devisa Tiongkok sudah mulai meningkat sejak tahun 2017. Kekhawatiran akan devaluasi nilai Renminbi telah pudar.
Bahkan setelah kenaikan suku bunga AS dan pemotongan pajak secara besar-besaran nilai tukar Renminbi tetap stabil. Alasan-alasan inilah yang mendorong Bank Sentral Tiongkok meredakan pengendalian nilai tukar.
Sementara itu efek samping juga ikut menentukan dihentikannya pemakaian mekanisme. Sejak jatuhnya nilai tukar Renminbi pada tahun 2015 dan otoritas menggencarkan intervensi terhadap nilai tukar dan kontrol arus modal keluar, menyebabkan Renminbi tidak lagi digunakan dalam perhitungan likuidasi internasional.
Dan celakanya, investasi langsung asing ke Tiongkok juga terpengaruh olehnya. Oleh sebab itu, masyarakat internasional mengkritik kebijakan pemerintah Tiongkok yang saling bertolak belakang antara target internasionalisasi mata uang Renminbi dengan mendongkrak kenaikan nilai dengan cara buatan.
Selain itu, otoritas Beijing juga khawatir tentang nilai tukar Renminbi yang tinggi dapat berdampak pada penurunan ekspor.
Jika nilai dolar AS menguat karena kenaikan suku bunga, otoritas keuangan Tiongkok mungkin akan membiarkan Renminbi melakukan revaluasi sesuai pasar hingga suatu tingkat tertentu. (ET/Qin Yufei/Sinatra/waa)