EpochTimesId – Otoritas komunikasi Tiongkok sedang berusaha keras untuk menambal ‘kebocoran’ yang terdapat pada Great Wall Firewall mereka. Usaha itu bahkan membuat jaringan internet yang disewa sejumlah perusahaan multinasional dan kantor kedutaan asing di Tiongkok terputus.
Akibatnya, blokir tersebut mengganggu jalannya operasional harian perusahaan dan kantor asing di Tiongkok.
Lima perusahaan multinasional dan instansi mengatakan kepada Financial Times, bahwa dalam beberapa bulan terakhir mereka tidak dapat terhubung ke Internet global dari kantor mereka di Tiongkok. Dua perangkat firewall milik dua kedubes negara Eropa di Tiongkok juga terputus.
Beberapa perusahaan menuduh penyedia jaringan telekomunikasi Tiongkok berusaha menghalangi penggunaan VPN pribadi (virtual private networks) untuk menghindari sensor pihak Tiongkok.
Otoritas komunikasi Tiongkok dengan sewenang-wenang memeriksa Internet, memutus jaringan situs-situs asing seperti Facebook, Google dan YouTube. Rezim otoriter juga menghalangi penduduknya sendiri untuk melihat berita luar negeri.
Organisasi non-pemerintah, House of Freedom menempatkan Tiongkok diurutan terakhir dalam penilaian kebebasan berinternet. Dan itu sudah terjadi selama 3 tahun berturut-turut.
Pada masa lalu, banyak perusahaan asing di Tiongkok menggunakan VPN pribadi untuk melihat berita tanpa sensor, menghubungkan situs web asing dan menerima email dari luar negeri. Namun dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan-perusahaan ini mengalami kesulitan untuk menggunakan VPN pribadi.
Sementara itu, regulator mendesak perusahaan multinasional untuk membeli dan menggunakan VPN yang disetujui oleh otoritas. VPN yang disetujui oleh pihak berwenang Tiongkok mungkin menghabiskan biaya puluhan ribu dolar AS per bulan dan memungkinkan seluruh isi berita dan alamat yang dihubungi lewat jaringan itu terungkap.
“Tujuan otoritas tidak lain adalah ingin secara penuh mengendalikan arus informasi dengan cara menghilangkan perangkat alternatif, memaksa semua orang menggunakan VPN yang disetujui pemerintah,” ungkap Lester Ross dari Kantor Hukum Wilmer Hale.
Dalam masa penyensoran di masa lampau, pemerintah Tiongkok secara bertahap meningkatkan kemampuan sabotase hingga targetnya tidak lagi beroperasi. Google menjadi salah satu contoh yang akhirnya kena tendang dari Tiongkok.
“Terkadang demi mencapai suatu tujuan, otoritas tidak menyampaikan secara jelas,” imbuh Rose.
Carly Ramsey, wakil direktur ControlRisks, sebuah firma konsultan yang berbasis di Shanghai mengatakan bahwa ditinjau dari meningkatnya sensor yang dilakukan otoritas belakangan ini, rupanya pengendalian arus informasi menjadi prioritas.
“Sampai munculnya kebutuhan utama, seperti jika ada kejadian konflik global atau demonstrasi besar-besaran di dalam negeri, maka otoritas bisa memotong arus data lintas batas,” ujar Ramsey.
Tiongkok telah mempromosikan konsep ‘kedaulatan jaringan’. Ini berarti bahwa pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengendalikan Internet dan arus informasinya sendiri.
Pada bulan Januari tahun lalu, otoritas komunis di Beijing menuntut agar perusahaan telekomunikasi membersihkan internet dan mematikan ‘jalur khusus’ tanpa izin sebelum 31 Maret tahun ini, termasuk VPN.
Sejumlah VPN komersial buatan dalam negeri Tiongkok sudah diblokir penggunaannya pada tahun lalu. Dan Apple pun sudah menghapus 674 buah aplikasi VPN dari App storenya.
Dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Tiongkok telah mulai merusak VPN yang digunakan perusahaan multinasional di Tiongkok. Financial Times mengutip berita yang disampaikan oleh 2 perusahaan yang masing-masing adalah 1 buah perusahaan non pemerintah asal Amerika dan 1 perusahaan Inggris.
Mereka menjadi kesulitan untuk melakukan bisnis karena VPN mereka diblokir.
Perusahaan AS lainnya yang berada di antara 500 perusahaan besar dunia mengatakan bahwa, dalam beberapa bulan terakhir ini telah semakin sulit untuk menghubungi situs-situs asing dari kantornya di Beijing.
Seorang CEO perusahaan teknologi AS mengatakan, sabotase otoritas memaksa perusahaan meninggalkan penggunaan VPN milik pribadi. Pegawai mereka sekarang menggunakan kartu SIM mobile roaming untuk mengakses jaringan global, namun biaya untuk itu menjadi lebih mahal.
Wakil Ketua Komisi Perdagangan AS-Tiongkok pada Kantor Perwakilan Tiongkok, Jane Parker mengatakan, mereka menerima keluhan dari perusahaan AS di Tiongkok yang terdiri dari berbagai bidang industri. Termasuk industri keuangan, teknologi dan perhotelan bahwa mereka tidak dapat mengakses Internet sehingga mengganggu jalannya bisnis.
Pada bulan Desember 2017 lalu, kedubes 2 negara Eropa menemukan jaringan VPN mereka diblokir otoritas. Uni Eropa mengirim surat keluhan kepada pemerintah Tiongkok. Sebagaimana yang diatur dalam Konvensi Wina bahwa komunikasi antara kedutaan dan negaranya sendiri bersifat sangat rahasia dan tidak dapat diganggu-gugat.
Sunday Yokubaitis, chief executive Golden Frog perusahaan penyedia VPN mengatakan, “Dalam masyarakat di mana pemerintah ingin mengendalikan arus komunikasi dan informasi, enkripsi dan mengamankan jalur komunikasi tentu saja diposisikan sebagai musuh utama.”(ET/Qin Yufei/Sinatra/waa)