Epochtimes.id- Polisi Myanmar menembak mati tujuh demonstran, sementara 12 lainnya terluka di negara bagian Rakhine yang bermasalah.
Peristiwa penembakan terjadi setelah pertemuan setempat yang merayakan hari kerajaan Arakan Buddha kuno berubah menjadi kekerasan.
Para demonstran berkumpul Selasa malam di kota Mrauk U di bagian utara Rakhine untuk memperingati berakhirnya kerajaan Arakan seperti disampaikan sekretaris pemerintah negara bagian Rakhine, Tin Maung Swe, kepada Reuters, Rabu (17/01/2018)
Demonstrasi kekerasan tersebut menggarisbawahi tantangan yang dihadapi pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Puluhan kelompok etnis telah menuntut otonomi khusus sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1947.
Sekitar 4.000 orang mengepung sebuah gedung pemerintah setelah upacara tahunan yang menandai dimulainya kerajaan Arakan.
Penyelenggara disebut tidak meminta persetujuan dari pihak berwenang setempat untuk pertemuan tersebut.
“Polisi menggunakan peluru karet pada awalnya tapi kerumunan tidak menjauh. Akhirnya, anggota keamanan harus menembak. Konflik terjadi ketika beberapa orang mencoba merebut senjata dari polisi,” katanya.
Tun Ther Sein, anggota parlemen daerah dari Mrauk U, mengatakan beberapa pemrotes yang mengalami luka parah dibawa ke ibukota negara bagian Sittwe, tiga jam perjalanan ke selatan kota kuno yang dipenuhi kuil Buddha.
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Myanmar, meminta pihak berwenang untuk “menyelidiki penggunaan kekuatan atau tindakan ilegal lainnya yang mungkin terjadi sehubungan dengan kejadian ini”.
“Kami mendesak penghormatan terhadap hak untuk berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi, dan meminta pasukan keamanan dan demonstran untuk bertindak dengan menahan diri dan untuk menghindari kekerasan lebih lanjut,” tulis agensi tersebut dalam sebuah pernyataan.
Kedutaan Besar AS dalam sebuah pernyataan menyatakan “keprihatinan mendalam untuk semua orang tak berdosa yang terkena dampak kekerasan.”
Juru Bicara Pemerintah Burma, Zaw Htay tidak menanggapi permintaan komentar.
Rakhine, yang juga dikenal sebagai Arakanese, adalah satu dari 135 kelompok etnis yang diakui secara resmi di Myanmar.
Identitas etnis ini terkait erat dengan kerajaan Arakan yang dulu kuat di sepanjang Teluk Benggala, yang ditaklukkan oleh kerajaan Burma pada tahun 1784. Kerajaan ini pernah menjadi perhentian penting dalam rute perdagangan jalur sutra.
Ketegangan di Rakhine telah meningkat sejak operasi tentara Myanmar dalam operasi bumi hangus pada bulan Agustus menyebankan ketegangan komunal dan memicu eksodus lebih dari 650.000 Muslim Rohingya ke Bangladesh.
“Sangat sedih mendengar laporan korban sipil di Mrauk U, Rakhine sangat membutuhkan peraturan hukum tanpa kekerasan,” kata Dubes Uni Eropa untuk Myanmar, Kristian Schmidt di twitter. (asr)
Sumber : Yimou Lee, Shoon Naing dan Thu Thu Aung/Reuters/The Epochtimes