Epochtimes.id- Lukisan-lukisan rumah yang ditelan api dibuat oleh anak-anak Rohingya di kamp pengungsi penuh sesak di Bangladesh. Kondisi perlahan-lahan mulai memberi jalan dan harapan akan kondisi yang membaik.
Namun demikian rencana untuk mengembalikan mereka ke Rakhine, di mana gerombolan tentara dan tentara Myanmar mempraktekkan pembersihan etnis dapat membalikkan kondisi anak-anak.
“Teman-teman saya dibantai oleh militer,” kata Sadiya yang berusia 12 tahun kepada AFP dengan suara gemetar sambil menyeka air mata dengan jilbabnya.
“Jika kita kembali sekarang, mereka akan membunuh kita semua, saya tidak berpikir kita akan pernah kembali, saya tidak mau,” ujarnya.
Sadiya adalah satu dari 690.000 Rohingya yang telah memasuki Bangladesh sejak Agustus lalu. Dua pertiganya adalah anak-anak.
Ribuan orang datang dengan sendirinya membawa serta cerita menyedihkan ketika melihat keluarga mereka dibunuh. Bahkan ketika desa mereka terbakar dalam pesta kekerasan komunal.
PBB memperkirakan 170.000 anak-anak menderita trauma mental, setelah menyaksikan pemerkosaan dan penyiksaan.
Selama berbulan-bulan mereka tinggal di kamp-kamp yang menyebar dari perbatasan sungai, di mana kondisi-kondisi putus asa terus meningkat.
Setelah berbulan-bulan tekanan global, Myanmar akhirnya mencapai kesepakatan pada t23 November dengan Bangladesh untuk mengambil kembali pengungsi.
Repatiriasi seharusnya dimulai minggu ini. Namun tiba-tiba ditangguhkan setelah kedua belah pihak menyalahkan pihak lain karena kurangnya persiapan.
Piskolog dan Lembaga bantuan mengkhawatirkan kondisi anak-anak jika mereka dikembalikan .
“Kami tahu anak-anak yang sudah mengalami trauma dan membutuhkan perawatan ahli, akan semakin trauma jika dipaksakembali,” kata Wakil Direktur Eksekutif UNICEF, Justin Forsyth kepada AFP di kamp pengungsi Balukhali.
“Mimpi buruk, membasahi tempat tidur mereka, melukai diri sendiri, ini adalah hal-hal yang anak-anak mulai lakukan dalam situasi ekstrim, maksud saya anak-anak gemetar ketakutan karena mereka tidak tahu apakah mereka akan melihat kekerasan serupa terjadi lagi,” katanya.
Psikolog yang bekerja di kamp-kamp tersebut mengatakan pemulangan dapat menyebabkan kerusakan anak-anak Rohingya dalam jangka panjang seperti saat menghadapi hidup baru mereka yang stabil.
Sejumlah zona aman bagi anak-anak dibangun di kamp-kamp, memberikan ketenangan dari kesibukan hanya untuk bertahan hidup. Kondisi ini di mana anak-anak dapat bermain, menggambar, bernyanyi dan membaca dengan aman.
Sedikit yang diketahui tentang persiapan apa yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar.
Seorang psikolog klinis pemerintah Bangladesh di kamp Kutupalong,
Sirajum Monira, mengatakan, anak-anak yang dikembalikan tidak semudah seperti memindahkan mereka saat kembali melintasi perbatasan.
“Insiden ini tak terlupakan dengan mudah bagi mereka. Insiden besar dalam kehidupan mereka, tetap bertahan sepanjang hidup mereka,” katanya.
“Setelah pulang ke rumah mereka, mereka memerlukan dukungan dari psikolog,” katanya. (asr)
Sumber : AFP/NewIndianExpress