Oleh : DR.Frank Tian Xie
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendadak memecat Menlu Rex Tillerson dan mengangkat Direktur CIA Mike Pompero sebagai penggantinya.
Peristiwa ini membuat orang merasa sangat mendadak namun segera menyadari bahwa hal ini tidak mengherankan, karena jika dipikirkan lebih rinci tidak harmonisnya Trump dan tim diplomatik Tillerson pada serangkaian kebijakan internasionalnya. Bisa dipahami pergantian pejabat kabinet pada situasi krisis saat ini memang diharuskan.
Di hadapan Dewan Senat, Pompeo akan diragukan karena pada dasarnya ia tidak memiliki latar belakang diplomatik, namun begitu pula dengan Tillerson, dan gaya elektrik Trump menggunakan orang sudah diketahui orang banyak.
Jika mendapat persetujuan Dewan Senat, maka Pompeo berpeluang mewujudkan dan menerapkan strategi dan taktik Trump menghadap PKT (Partai Komunis Tiongkok), Korea Utara, Rusia, Iran dan masalah pelik lainnya.
Tillerson kehilangan jabatannya sepertinya bukan atas keinginannya sendiri, ia kembali meluruskan bahwa dirinya masih ingin mengabdi, namun pada sikapnya terhadap Rusia, PKT, masalah senjata nuklir Korut, serta kesepakatan nuklir Iran dan lain-lain, ia sangat sulit menerapkan strategi Trump secara menyeluruh. Sedangkan pemikiran Pompeo hampir sama dengan Trump.
Diprediksi setelah menggantikan Tillerson, Pompeo akan melakukan pembenahan di Kemenlu dan membangkitkan kembali semangat juangnya, serta memulai kebijakan diplomatik baru AS, terutama sikap terhadap PKT untuk menopang sasaran Trump menjadikan Amerika semakin kuat dan besar.
Jika dikatakan sikap mantan Menlu Tillerson terhadap PKT dan Korut telah mengakibatkan hasil mengejutkan berupa pertemuan Trump dan Kim ; maka dengan sikap keras Pompeo yang terkenal anti-komunis, hari-hari di Beijing akan terus bergolak dan lebih banyak memusingkan kepala pejabatnya.
Membuat Korut denuklirisasi secara toal, Kim Jong-Un akan sulit mempertanggungjawabkannya secara internal, karena dalam kebijakan negara yang ditetapkan Korut selama puluhan tahun terakhir, telah diterima secara luas oleh masyarakat Korut.
Jika Kim Jong-Un menjadikan alasan ini untuk mengulur waktu dan meringankan beban sanksi, pura-pura denuklirisasi dan sama sekali tidak berniat tulus serta hanya mempermainkan AS. Maka itu akan membuat Trump bertekad mengabikan meja perundingan tersebut dan mempertimbangkan menggunakan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah.
Jika Korut benar-benar melakukan denuklirisasi, negosiasi Trump dan Kim mencapai sepakat, denuklirisasi adalah mengijinkan inspeksi nuklir dan tidak boleh dilanggar, maka ancaman besar bagi Korsel akan hilang, tidak ada lagi kekhawatiran keamanan.
Mengingat kesenjangan besar perekonomian kedua Korea, hampir tanpa harus berperang pun Korsel dengan mudah akan melahap Korut Korut dan bersatunya Semenanjung Korea pun akan terwujud di bawah tatanan masyarakat yang bebas.
Dan dalam kondisi seperti itu, AS pun akan memiliki kekuatan lebih, mengandalkan kekuatan sekutunya Jepang, ditambah lagi dukungan seluruh Semenanjung Korea, untuk menghadapi PKT dengan kekuatan penuh. Inilah yang membuat PKT khawatir dan merasa tidak tenang, sangat mencemaskan negosiasi AS-Korut (Trump dan Kim) dan berupaya mencari tahu faktor utama dan penyebanya.
Begitu Korut dan AS benar-benar berunding dan Korut menghapus senjata nuklirnya, berarti PKT akan kehilangan rekan komunisnya yang paling utama. Jika PKT kehilangan rekannya yang satu ini, maka yang akan terjadi adalah PKT akan terpinggirkan dalam urusan Asia Timur Laut dan ini merupakan pertanda PKT akan segera kehilangan pengaruhnya di wilayah ini.
Pompeo selama ini bersikap mengkritik PKT, berkali-kali ia menyebutkan, PKT adalah ancaman AS yang sesungguhnya. Ini adalah pemahaman mendalam yang sangat total.
Kini Trump sudah sangat memahami tindak-tanduk dan ambisi strategi PKT, baik dalam menghadapi perang dagang AS-RRT maupun dalam hal pencurian kekayaan intelektual PKT atas aksi perluasan pengaruhnya di Laut Tiongkok Selatan telah dipersiapkan oleh Trump. Dalam menghadapi langsung ancaman PKT, Pompeo akan menajdi ujung tombak.
Penasehat Barat berpendapat denuklirisasi Korut adalah mimpi terburuk bagi PKT. Seyogyanya, jika Korut memiliki senjata nuklir adalah mimpi buruk terburuk bagi PKT, tapi mengapa denuklirisasi justru menjadi mimpi buruknya, bahkan merupakan mimpi terburuknya? karena senjata nuklir adalah senjata bersifat strategis, yang justru sulit dikerahkan pada negara yang saling bertetangga, karena wilayah yang berdampetan dan hanya berjarak beberapa kilometer, masalah pencemaran dan penyebaran nuklir hampir setara dengan nuklir dijatuhkan di negara sendiri.
Bagi PKT senjata nuklir Korut paling-paling hanya akan menjadi alat melindungi diri dan bunuh diri saja, dan tidak mungkin dijadikan cara untuk melakukan serangan strategis.
Di saat PKT terus dimarginalkan, Trump juga tengah bersiap melakukan berbagai serangan keras dengan mengutip bea masuk tambahan pada produk impor PKT senilai USD 60 miliar. Perang dagang Amerika terhadap PKT telah dilancarkan, yang akan mendatangkan dampak mengerikan bagi perekonomian PKT.
Di antara produk impor dari RRT senilai USD 60 miliar itu meliputi produk teknologi, telekomunikasi, perabotan, mainan, mungkin mencakup 100 jenis produk. Namun selera Trump tak bisa dipuaskan hanya dengan USD 60 miliar saja, dan RRT akan segera menyusutkan defisit perdagangan sebesar USD 100 miliar.
Pihak luar khawatir akankah PKT juga melakukan aksi balas dendam yang sama terhadap produk dari AS, termasuk produk kedelai, biji-bijian dan lain-lain. PKT tidak akan bisa berbuat banyak untuk balas dendam, kebutuhan RRT akan kacang kedelai dari AS sangat besar, ada 400 juta ekor ternak babi yang harus diberi makan, jika impor kacang kedelai AS dibatasi sekarang, akan segera menyebabkan lonjakan harga daging babi di dalam negeri Tiongkok, rakyat akan bergejolak, sehingga PKT tidak akan melakukannya, juga tak berani mengambil risiko.
Dimulainya perang dagang RRT-AS akan mengakibatkan PKT mengalami pukulan telak dalam hal ekonomi, karena ekspor RRT terlalu tergantung dengan AS dan sebaliknya AS sendiri tak tergantung dengan RRT. Pengurangan ekspor oleh Amerika akan mengakibatkan perekonomian PKT terjerumus ke dalam bahaya.
Sebuah rezim otoritarian yang telah termarginalkan, lalu kehilangan taring ekonominya, seharusnya akan sangat bermanfaat bagi stabilitas dunia. (SUD/WHS/asr)
Dr. Frank Tian Xie adalah John M. Olin Palmetto Chair Professor di Business and Associate Professor of Marketing at the University of South Carolina Aiken, di Aiken, South Carolina, AS.