EpochTimesId – Mahkamah Agung Brasil menolak permintaan mantan presiden Luiz Inacio Lula da Silva untuk menghindari penjara, pada Kamis dini hari, 5 April 2018 waktu setempat.
Mantan presiden Lula da Silva mengajukan penangguhan penahanan karena sedang mengajukan banding atas dakwaan kasus korupsi. Kasus korupsi ini kemungkinan besar akan mengakhiri karir politiknya dan memperuncing perpecahan di negara tersebut.
Keputusan penting diambil oleh Hakim Rosa Weber terhadap permintaan Lula untuk menghindari penjara. Maka, Lula harus mulai menjalani hukuman 12 tahun penjara karena menerima suap.
Weber menjadi satu-satunya suara mengambang dalam majelis hakim agung. Keputusannya pun menyegel nasib Lula. Lula dan Silva kemungkinan akan dijebloskan ke dalam penjara pekan depan.
Lula da Silva kini masih menjadi politisi paling populer di Brasil, meskipun dia diyakini menerima suap dan enam kasus korupsi lain masih menunggunya. Dia adalah calon terpopuler pada semua jajak pendapat untuk pemilihan presiden pada bulan Oktober 2018.
Namun, kasus hukumnya kemungkinan akan menghalangi Lula untuk mencalonkan diri. Keputusan Mahkamah Agung terhadap Lula merupakan pukulan serius bagi kelangsungan karir politik presiden dari kelas pekerja pertama Brasil.
Karirnya dimulai dari lantai pabrik hingga kantor tinggi tenggelam dalam skandal korupsi yang telah mengguncang dunia politik. Partai Buruh, yang memegang kekuasaan dari 2003 hingga pertengahan 2016, menerima pukulan telak.
Masyarakat Brasil menjadi semakin terpecah belah setelah pengganti Lula, Presiden Dilma Rousseff, dipecat dan dikeluarkan dari kantor Kepresidenan. Skandal korupsi dan krisis ekonomi, kini semakin menghantui Brasil.
Kasus korupsi yang menjerat Lula sudah diputus pada sidang banding pertama. Di bawah undang-undang pemilu Brasil, seorang kandidat dilarang mencalonkan diri untuk jabatan terpilih selama delapan tahun setelah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan.
Video Rekomendasi Erabaru Chanel :
Namun, ada beberapa pengecualian yang dibuat di masa lalu. Keputusan akhir dalam kasus Lula akan dibuat oleh pengadilan pemilihan teratas, jika dan ketika Lula secara resmi mengajukan diri untuk menjadi kandidat calon presiden.
Hakim pengadilan tingkat rendah, jaksa dan kelompok bisnis terkemuka di negara itu mendesak pengadilan untuk mematuhi keputusannya sendiri pada tahun 2016. Pengadilan memutuskan bahwa terdakwa dapat dipenjara jika kasusnya diputus bersalah pada banding pertama, karena Lula dovonis pada awal tahun ini.
Sebelum putusan itu, permohonan di sistem hukum Brasil yang rumit dan sangat terbelakang bisa diperpanjang selama beberapa tahun. Hal itu menjamin kekebalan hukum bagi mereka yang cukup kaya untuk membayar pengacara yang dapat meluncurkan banyak sekali upaya hukum dan permohonan teknis.
Ketegangan di Brasil meningkat pada hari Selasa (3/4/2018) ketika komandan pasukan Brasil menekan dan menyerukan kepada pengadilan untuk melawan kekebalan hukum, via sosial media Twitter. Tekanan itu membingungkan dan membuat panik publik Brasil.
Sebab, mereka mengalami kediktatoran militer sepanjang 1964-1985. Mereka juga memiliki sejarah panjang kudeta terhadap rezim demokratis.
Jenderal Eduardo Villas Boas menulis bahwa tentara bersama dengan semua warga negara yang baik, menentang imunitas dan menghormati Konstitusi, perdamaian sosial dan demokrasi.
Villas Boas menulis bahwa tentara akan tetap pada peran konstitusionalnya. Tetapi pensiunan perwira telah memperingatkan bahwa militer tidak akan menganggap enteng ke Mahkamah Agung, yang telah menolak hampir semua seruan serupa dalam dua tahun terakhir, yang memutuskan bahwa Lula dapat tetap bebas selama menunggu putusan banding.
Komandan Jenderal pasukan cadangan militer, Luiz Lessa mengatakan kepada surat kabar Estado de S.Paulo pada hari Selasa bahwa militer harus campur tangan jika Lula diizinkan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan presiden mendatang. Namun, Jenderal Lessa mengatakan bahwa itu adalah pendapat pribadinya.
Video Pilihan Erabaru Chanel :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA
Lula mengatakan dia ingin mencalonkan diri lagi untuk kepresidenan pada bulan Oktober.
Para pendukungnya melihat putusan MA sebagai suatu cara untuk menghentikannya kembali berkuasa. Partai Pekerja mengatakan komentar komandan Angkatan Darat yang disebarluaskan oleh media Brasil telah membawa tekanan yang tidak semestinya terhadap Mahkamah Agung, agar segera memenjarakan Lula.
Lula dinyatakan bersalah pada bulan Agustus dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena menerima suap senilai 3,7 juta reais (1 juta dolar AS) dari perusahaan rekayasa OAS. Jaksa mengatakan OAS menghabiskan sejumlah uang untuk perbaikan apartemen tepi pantai untuk Lula, sebagai imbalan atas bantuannya memenangkan kontrak dengan perusahaan minyak milik negara, Petroleo Brasileiro.
Pada bulan Januari, pengadilan banding dengan suara bulat menguatkan vonis tersebut. Hakim banding bahkan meningkatkan hukuman penjara menjadi 12 tahun. (Reuters/The Epoch Times/waa)