oleh Lin Yu
Sengketa perdagangan AS – Tiongkok terus memuncak, media corong pemerintah Tiongkok menuduh Amerika Serikat yang memprovokasi perang dagang. Namun Amerika Serikat menegaskan bahwa itu karena pemerintah Tiongkok yang lebih dulu melanggar aturan perdagangan internasional.
Amerika Serikat ingin menghukum Tiongkok dengan menaikkan tarif dengan maksud memaksa Tiongkok berunding dan mengubah praktik perdagangan yang tidak adil, bersedia memenuhi komitmen yang ia sampaikan kepada WTO ketika meminta bergabung.
Amerika Serikat pada 3 April mengumumkan daftar yang berisi 1.333 jenis komoditas impor dari Tiongkok yang terkena kenaikan tarif sebesar 25 % dengan total nilai mencapai 50 miliar Dollar AS.
Tetapi tidak sampai setengah hari setelah itu pemerintah Tiongkok juga meluncurkan daftar kenaikan taris atas komoditas impor dari AS sebagai pembalasan. Seluruh 106 jenis komoditas yang terkena kenaikan tarif 25 % juga bernilai 50 miliar Dollar AS.
Trump Rabu dan Kamis secara berturut-turut menulis pesan melalui Twitter : Saat ini, defisit perdagangan AS mencapai 500 miliar dolar per tahun, selain itu AS juga menghadapi pencurian kekayaan intelektual yang kerugiannya mencapai 300 miliar dolar, Hal ini tidak bisa terus berlanjut seperti ini.
Menurut laporan tahun 2017 yang dikeluarkan oleh kantor Perwakilan Dagang AS bahwa Tiongkok tidak memenuhi janji yang dibuat ketika bergabung dengan WTO, menghapus perdagangan jasa, pembayaran elektronik, industri Internet dan film, membatasi investasi perusahaan asing; Tiongkok juga memberikan subsidi besar-besaran untuk menopang perusahaan-perusahaan ekspor. Hal tersebut sangat merugikan persaingan yang adil di pasar internasional, Dan pada saat yang sama, Tiongkok juga tidak secara maksimal melindungi hak kekayaan intelektual.
Kepala penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow pada hari Rabu mengatakan bahwa tarif penalti adalah strategi negosiasi dan bahwa Amerika Serikat akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memaksa Tiongkok bernegosiasi dan mengubah perilaku perdagangannya. Dia mengatakan bahwa jika Tiongkok bersedia untuk berubah, tarif penalti mungkin tidak akan diterapkan.
Jika mau mengambil langkah aktif untuk mengurangi hambatan perdagangan dan membuka pasar, niscaya kedua belah pihak akan mendapat manfaat.
Mengenai daftar tarif baru keluaran AS yang menjadi peduli sebagian besar publik, tercantum 70 % lebih itu merupakan produk elektromekanik buatan Tiongkok, dan hanya sebagian kecil yang merupakan barang-barang konsumen.
Capital Economics memperkirakan jika tarif tersebut diberlakukan nanti, maka barang-barang impor dari Tiongkok yang dijual di pasar AS akan mengalami kenaikan sekitar 0.5 %.
Daftar kenaikan tarif keluaran Tiongkok yang menjadi sasaran utama adalah hasil pertanian khususnya kedelai yang selama ini melibatkan nilai sekitar 14 miliar dollar AS. Tujuan kenaikan tarif tak lain adalah demi menekan Trump.
Tetapi banyak analis berpendapat bahwa kenaikan tersebut juga akan ‘memukul’ rakyat Tiongkok sendiri.
Menurut informasi publik, hasil tahunan dan kualitas kedelai Amerika Serikat tidak dapat tergantikan dalam rantai pasokan bulan Oktober hingga Maret setiap tahun.
Jika pemerintah Tiongkok membebankan kenaikan pajak atas kedelai Amerika, maka itu akan berpengaruh langsung pada peternak babi domestik yang menggunakan kedelai sebagai pakan, dan makanan kedelai lainnya. Harga jual daging babi di pasar pasti naik.
Xie Yaxuan dari Tim China Merchants Securities memperkirakan bahwa jika harga kedelai naik sebesar 30%, harga konsumen Tiongkok akan naik sebesar 0,5% setahun, yang secara signifikan melambungkan angka inflasi, sehingga dapat mempengaruhi operasi kebijakan moneter bank sentral, mungkin juga pada kinerja pasar modal.
Sun Liping, seorang profesor di Departemen Sosiologi di Universitas Tsinghua, menulis bahwa Tiongkok bakal menang dalam sengketa perdagangan ini, Akhirnya, Tiongkok juga yang akan bertekuk-lutut, menyerah dan terpaksa memenuhi janji yang dibuat kepada WTO, membuka pasar lebih luas bagi investasi asing.
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan : “Kita mungkin akan merasakan sakit jangka pendek, tapi mencapai sukses jangka panjang. kami akan terus fokus pada prinsip-prinsip ekonomi dan ekonomi yang berkembang dalam jangka panjang untuk memastikan bahwa kita sedang membangun suatu pondasi ekonomi yang stabil dan kuat. Inilah yang sedang dilakukan presiden sekarang.” (Sinatra/asr)