Hubungan diplomatik Republik of China (Taiwan/ROC) yang senantiasa dibatasi ruang geraknya oleh RRT, namun aparat penegak hukum mereka sering kali harus menyelidiki kasus penipuan telekomunikasi lintas negara yang rumit di negara tanpa hubungan diplomatik, dengan Indonesia sebagai contoh, tidak ada perjanjian bantuan hukum timbal balik antara Taiwan dan Indonesia, namun staf Biro Kriminal ROC yang ditempatkan di Indonesia tetap berprestasi cukup memuaskan, mereka berulang kali bekerja sama dengan Kepolisian RI untuk menindak kelompok-kelompok kriminal berskala besar yang proses penanganan kasusnya sempat pula disiarkan di saluran TV Amerika Serikat sebagai film dokumenter.
Polisi Taiwan dan Indonesia bergabung untuk menindak kelompok-kelompok penipu transnasional
Menurut laporan dari Kantor Berita CNA Taiwan (Central News Agency), Perwira Penghubung Li Jianzhi yang ditempatkan di Biro Kriminal ROC di Indonesia adalah salah satu pemeran penting dalam menindak kejahatan telekomunikasi.
Selama tiga tahun ia ditempatkan di Jakarta dan bekerja sama dengan pihak Kepolisian RI telah menangkap hampir 1.000 orang tersangka cyber crimes dari dua Tiongkok, Taiwan dan RRT; dari 2015 hingga akhir 2017 terdapat 10 kasus penipuan telekomunikasi yang dibongkar atas kerja sama kedua negara, diantaranya terdapat 211 orang tersangka yang dideportasi ke Taiwan telah dituntut dan dijatuhi hukuman dan hasil kejahatan mereka disita.
Kasus paling menghebohkan adalah yang terjadi pada akhir Agustus 2015, Taiwan dan Indonesia bergabung dalam membongkar dua tempat ruang komputer berskala besar dari kelompok penipuan tersebut di Jakarta, telah menangkap 96 orang tersangka diantaranya 86 orang warga ROC, menyita uang tunai senilai Rp 10 miliar.
Saat itu personel Kepolisian RI yang bersenjata lengkap menyerbu masuk ke rumah besar dimana ruang komputer berada. Banyak tersangka warga Taiwan masih sedang beraksi menelpon diatas meja kerja mereka yang dikelilingi oleh dinding akustik.
Li Jianzhi teringat pada hari itu di saat lalu lintas sangat padat, polisi dari kedua negara melaju kencang di jalur tol dengan berkendara melawan arus, dari Jakarta Selatan menuju ke Jakarta Utara, perjalanan yang biasanya butuh waktu 1,5 jam itu ditempuh hanya dalam tempo 20 menit, setelah tiba di lokasi dan mengendalikan TKP, detik berikutnya dengan dipandu oleh mobil Kepolisian Indonesia, sekali lagi melaju cepat melawan arus di jalanan tol, secepat kilat menuju markas kejahatan lain yang berada di daerah Jakarta utara.
Kenapa harus sedemikian nekad? Li Jianzhi menjelaskan bahwa bukti digital akan hilang beserta dengan waktu yang berlalu, kaki tangan kelompok penipuan mungkin bersembunyi di sarang yang lain, menyebar di berbagai area yang berbeda, basis yang terbongkar hanya ruangan komputer saja, masih ada remote kontrol ditempat yang jauh, jika Koneksi Internet Cloud tahu polisi datang menyerang maka operator Koneksi Cloud akan menghapus semua data korban dan catatan kontak dan lain-lain.
Ia berkata: “Segera setelah titik A dari kelompok terbongkar, bagaimana kita dapat terus memeriksa titik B? Polisi juga tidak dapat memprediksi adakah lokasi lain yang belum dikuasai seperti titik C dan D, titik-titik ini kemungkinan besar adalah tempat yang dipergunakan oleh kelompok penipuan untuk menghapus atau perangkat remote control untuk melenyapkan bukti.”
“Pengalaman dan pertimbangan teknis memaksa kami harus segera bergegas ke TKP lain.” kenang Li Jianzhi yang masih terkesan oleh drama penggerekan tersebut.
Selain itu, kelompok penipuan biasanya terlatih dengan baik, mereka sangat tahu cara bertarung dengan polisi.
Li Jianzhi menunjukkan bahwa saat itu sudah diketahui bahwa di dalam terdapat lebih dari 50 orang tersangka, jika polisi tidak mengirim personil polisi yang cukup, saat itu keadaan pasti kacau dan tidak menguntungkan dalam menyelamatkan bukti.
Li Jianzhi pernah menemui kelompok penipuan yang menyiapkan air atau asam klorida, ketika mereka diserang, dengan segera menghancurkan semua peralatan komputer, bukti dan jalur IP.
Kelompok penipuan memahami bahwa selama bukti telekomunikasi dilenyapkan maka polisi akan sangat sulit “meringkus pelaku dan barang bukti secara bersamaan”, karena sekelompok orang berkumpul di sebuah ruangan bukan melanggar hukum, bisa bermain kucing dan tikus dengan polisi.
Oleh karena itu, menyelidiki kasus cyber crimes lintas wilayah itu sendiri merupakan tantangan berintensitas tinggi berlomba dengan waktu.
Patuhi prinsip, polisi dan diplomat Taiwan kesulitan
Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya juga menyatakan bahwa polisi Indonesia dan Taiwan bekerja sama secara aktif untuk bertukar informasi tentang kegiatan penipuan para tersangka di Jakarta.
Bagian yang paling rumit dan sulit untuk menindak penipuan telekomunikasi lintas wilayah adalah repatriasi tersangka.
Li Jianzhi menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir RRT telah berulang kali menggunakan berbagai koneksi, sarana politik bahkan jalur diplomatik untuk memaksa pemerintah asing mendeportasi tersangka WN-Taiwan ke Daratan Tiongkok.
Situasi serupa juga muncul di Indonesia tahun lalu. Kepolisian Indonesia bekerja sama dengan PKT, pada akhir bulan Juli tahun lalu berhasil menangkap 143 orang tersangka berkewarganegaraan Taiwan dan RRT di Jakarta, Surabaya, Bali dan Batam, diantaranya terdapat 22 orang berwarganegaraan Taiwan.
Pejabat kantor perwakilan Taiwan di Indonesia bertandang ke kantor polisi Indonesia untuk secara darurat mencegah 4 orang tersangka Taiwan yang hampir dideportasi ke Tiongkok oleh pihak Indonesia, dan bersikeras pada prinsip repatriasi menurut kewarganegaraan agar 4 orang tersangka itu diadili di Taiwan. (LIN/WHS/asr)