NEW YORK / LONDON – Jaksa penuntut di New York telah menyelidiki apakah perusahaan teknologi Tiogkok Huawei melanggar sanksi AS terkait dengan Iran, menurut sumber yang akrab dengan situasi tersebut.
Setidaknya sejak 2016, pihak berwenang AS telah menyelidiki dugaan pengiriman produk-produk asal AS ke Iran dan negara-negara lain yang melanggar undang-undang ekspor dan sanksi AS, dua sumber tersebut mengatakan.
Berita tentang penyelidikan Departemen Kehakiman mengikuti serangkaian tindakan-tindakan perusahaan Amerika dan kekhawatiran-kekhawatiran pemerintah AS yang berusaha mengurangi akses Huawei ke ekonomi AS di tengah tuduhan-tuduhan bahwa perusahaan tersebut dapat menggunakan teknologinya untuk memata-matai orang Amerika.
Penyelidikan ke Huawei tersebut mirip dengan salah satu pesaing domestiknya, pembuat smartphone Tiogkok ZTE, mengatakan sekarang sedang terancam kelangsungan hidupnya. Amerika Serikat pekan lalu telah melarang perusahaan-perusahaan Amerika menjual komponen dan perangkat lunak kepada ZTE selama tujuh tahun. Washington menuduh ZTE telah melanggar perjanjian tentang menghukum karyawan setelah perusahaan tersebut secara ilegal mengirim barang-barang AS ke Iran.
Pada 2017, ZTE telah mengaku bersalah atas dakwaan pengadilan federal tersebut dan membayar denda dan hukuman $890 juta.
Penyelidikan Departemen Kehakiman tersebut telah bocor keluar dari kantor pengacara AS di Brooklyn, kata sumber tersebut. John Marzulli, juru bicara kantor kejaksaan, tidak akan mengkonfirmasi maaupun menyangkal adanya penyelidikan tersebut. Penyelidikan itu pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal pada 25 April.
Huawei, pembuat peralatan jaringan telekomunikasi terbesar di dunia dan pemasok smartphone No.3, mengatakan bahwa mereka mematuhi “semua hukum dan peraturan yang berlaku di mana ia beroperasi, termasuk undang-undang dan peraturan pengendalian ekspor dan sanksi yang berlaku dari PBB, AS dan UE.”
Otoritas-otoritas AS telah mengeluarkan surat perintah panggilan Huawei mencari informasi terkait kemungkinan pelanggaran ekspor dan sanksi, kata dua sumber. The New York Times telah memberitakan bulan April lalu tentang surat perintah panggilan Pengawasan Aset Luar Negeri AS, yang dikeluarkan pada bulan Desember 2016, menyusul surat panggilan Departemen Perdagangan pada musim panas itu.
Baik ZTE dan Huawei telah di bawah pengawasan oleh para anggota parlemen AS atas masalah keamanan siber.
Pada bulan Februari, Senator Richard Burr, ketua Republik melalui Komite Intelijen Senat AS, mengungkapkan kekhawatiran tentang menyebarnya teknologi-teknologi Tiogkok di Amerika Serikat, yang ia sebut “risiko-risiko kontra intelijen dan keamanan informasi yang datang dikemas dengan barang dan jasa dari vendor-vendor luar negeri tertentu.”
Huawei dan ZTE membantah tuduhan ini.
Senator Republik Marco Rubio dan Tom Cotton telah memperkenalkan undang-undang yang akan memblokir pemerintah AS dari membeli atau menyewakan peralatan telekomunikasi dari Huawei atau ZTE, dengan alasan kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan Tiogkok tersebut akan menggunakan akses mereka untuk memata-matai pejabat AS.
Pada 2016, Departemen Perdagangan telah membuat dokumen-dokumen publik yang menunjukkan kesalahan-kesalah ZTE dan juga mengungkapkan bagaimana perusahaan kedua, yang diidentifikasi hanya sebagai “F7,” telah berhasil menghindari kontrol ekspor AS.
Dalam surat 2016 untuk Departemen Perdagangan, 10 anggota parlemen AS mengatakan F7 diyakini sebagai Huawei, mengutip laporan media.
Pada April 2017, anggota parlemen mengirim surat lain kepada Sekretaris Perdagangan Wilbur Ross meminta F7 untuk diidentifikasi secara publik dan sepenuhnya diselidiki.
Investigasi pemerintah AS terhadap pelanggaran sanksi oleh ZTE mengikuti laporan oleh Reuters pada tahun 2012 bahwa perusahaan tersebut telah menandatangani kontrak untuk mengirimkan perangkat keras dan perangkat lunak bernilai jutaan dolar dari beberapa perusahaan teknologi AS yang paling terkenal ke operator telekomunikasi terbesar di Iran.
Reuters juga sebelumnya melaporkan aktivitas mencurigakan terkait dengan Huawei. Pada Januari 2013, Reuters melaporkan bahwa sebuah perusahaan yang berbasis di Hong Kong berusaha untuk menjual peralatan komputer Hewlett-Packard yang diembargo ke operator telepon seluler terbesar di Iran, dimana telah memiliki hubungan makin dekat dengan Huawei Tiogkok dari yang diketahui sebelumnya.(ran)
ErabaruNews