oleh Li Qingyi
Ketegangan perdagangan antara AS – Tiongkok telah menyebar sampai ke industri teknologi.
Administrasi Trump memberikan insentif berupa keringanan pajak untuk menarik lebih banyak perusahaan teknologi kembali ke Amerika Serikat.
Perusahaan teknologi AS yang beroperasi di Tiongkok telah mengalihkan operasi manufaktur mereka kembali ke Amerika Serikat untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dalam negeri. Para ahli mengatakan bahwa begitu pergeseran ini terjadi, Tiongkok akan kehilangan sejumlah besar lapangan kerja.
Parry Global Group, sebuah perusahaan jasa investasi di Hongkong mengatakan bahwa ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok sedang menyebar ke industri teknologi, dan Tiongkok akhirnya yang akan menderita kerugian lebih besar daripada Amerika Serikat.
Ini karena perusahaan teknologi AS yang beroperasi di Tiongkok telah ditekan oleh Presiden Trump untuk mengalihkan operasi manufaktur mereka kembali ke Amerika Serikat untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi perekonomian domestik AS.
Presiden perusahaan, Gavin Parry kepada CNBC mengatakan bahwa jika pergeseran ini terjadi, mungkin Tiongkok akan kehilangan sejumlah besar lapangan kerja.
ZTE Corporation telah mendapat sanksi AS selama 7 tahun dan perusahaan teknologi Tiongkok lainnya Huawei pun dalam pengawasan AS, Huawei mungkin akan menapak jejak yang sama seperti ZTE. Diperkirakan oleh dunia luar bahwa Tiongkok dapat membalas Amerika Serikat melalui mempersulit operasi perusahaan Apple.
Sebagian besar perdagangan yang tidak seimbang disebabkan oleh Tiongkok
Gavin Parry mengatakan bahwa perusahaan Apple memasok suku cadang untuk iPhone dari perusahaan-perusahaan seperti Samsung Electronics dan SK Hynix, komponen ini kemudian dirakit oleh perusahaan Taiwan Foxconn. Sebagian besar perakitan dilakukan di Tiongkok.
Menurut data yang dipublikasikan di surat kabar Tiongkok tahun lalu, data menunjukkan bahwa hampir setengah produk ponsel pintar iPhone dirakit di pabrik Foxconn di kota Zhengzhou, Tiongkok.
Laporan itu mengatakan bahwa pabrik memiliki 350.000 orang karyawan dan 94 lini produksi iPhone. Oleh karena itu, jika Apple dan Foxconn mentransfer jalur produksi ini ke Amerika Serikat, maka ini dapat menyebabkan pengangguran besar di Zhengzhou.
Pada bulan Januari, Apple mengumumkan dukungannya pada investasi demi ekonomi AS, diperkirakan bahwa ekonomi domestik perusahaan akan memberikan kontribusi sekitar 350 miliar Dolar AS dan menciptakan sekitar 20.000 kesempatan kerja selama lima tahun ke depan, Dan untuk mendukung inovasi teknologi dari produsen domestik AS.
Gavin Parry mengatakan, administrasi Trump juga memberikan insentif berupa pemotongan pajak dan lainnya untuk merangsang lebih banyak perusahaan teknologi AS membawa bisnis kembali ke Amerika Serikat. Secara teori, ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS, sementara AS memberlakukan kenaikan tarif impor komoditas Tiongkok dan meneruskan tekanan kepada Tiongkok. Sedangkan Tiongkok masih membutuhkan lapangan kerja yang diciptakan perusahaan Amerika untuk meningkatkan daya beli konsumen dan meningkatkan jumlah kelas ekonomi menengah.
Ma Tieying, Ekonom DBS Bank Singapura mengatakan, dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, ekspor Tiongkok ke AS sebagian besar adalah berupa produk jadi, Secara khusus, komputer dengan nilai tambah yang relatif rendah dan produk elektronik konsumen, sebagian besar produk ini tidak secara langsung dijadikan sebagai target kenaikan tarif AS.
Ini berarti bahwa konsumen Amerika mungkin tidak akan merasa adanya kenaikan harga yang tajam dari produk elektronik impor Tiongkok.
Ketua Teknologi Informasi Industry Council kepala eksekutif Dean Garfield mengatakan :
“Akibat Tiongkok menolak untuk membuka pasar, sebagian besar tanggung jawab ketidakseimbangan perdagangan menjadi jatuh ke Tiongkok. Ketidakseimbangan perdagangan akhirnya adalah, selain merugikan Tiongkok sendiri, Amerika Serikat dan pasar global lainnya juga terkena dampak buruknya. selain upaya internasional melakukan negosiasi mengatasinya.”
Amerika Serikat harus waspada terhadap ambisi teknologi Tiongkok
Editorial ‘Bloomberg News’ menyebutkan bahwa penanganan hubungan perdagangan Presiden Trump dengan Tiongkok menimbulkan kekhawatiran. Tetapi meski kritikus paling tajam pun akan setuju dengannya.
Pemerintah Tiongkok berharap untuk meraih posisi terdepan dalam industri teknologi tinggi di masa depan, tetapi metodenya sering kali terdistorsi atau melanggar aturan bisnis liberal internasional, karena itu Amerika Serikat harus waspada terhadapnya.
Pemerintah Tiongkok mempromosikan ‘Made in China 2025’, program yang berkpmitmen untuk meningkatkan rantai nilai manufaktur, dan berharap dapat menjadi pemimpin di bidang teknologi canggih terkemuka seperti robotika, kecerdasan buatan, semikonduktor, bio-obat dan lainnya.
Dalam upaya ini, Tiongkok telah memiliki keunggulan karena pasar domestiknya sangat besar (dan relatif tertutup), dan anggaran untuk mendukung industri prioritas sangat besar. Yang perlu diperjelas di sini adalah bahwa bukan Tiongkok dilarang memiliki ambisi seperti itu. Namun, dalam hal ekonomi dasar, keberhasilannya juga tidak selalu akan merugikan Amerika Serikat atau negara lain.
Inovasi teknologi Amerika Serikat pada abad lalu telah meningkatkan standar kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Inilah transaksi perdagangan, ia akan berjalan lancar dalam sistem global yang berfungsi dengan baik. Ekonomi yang sukses tumbuh bersama-sama.
Namun, Amerika Serikat dan mitranya memiliki dua masalah yang mendesak dan sah untuk dikhawatirkan. Pertama, Tiongkok sedang mencari bidang teknologi yang unggul secara teknologi – kecerdasan buatan, robotik, mobil self-driving – yang tidak hanya teknologi sipil tetapi juga penting bagi militer. Karena itu Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya punya alasan untuk berkhawatir.
Kedua, Tiongkok tidak bertindak sesuai dengan aturan. Ia ingin memasuki pasar negara lain untuk mendapatkan teknologi, tetapi liberalisasi yang dijanjikan tidak kunjung diwujudkan. Beberapa teknologinya diperoleh dengan cara yang mencurigakan pihak lain atau ilegal. Pencurian rahasia dagang dan rahasia militer melalui jaringan internet, Tiongkok juga tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia.
Tiongkok bukan negara pertama yang melanggar aturan perdagangan bebas, tetapi skala ekonominya yang sangat besar, dan konsekuensinya bagi negara-negara lain sulit untuk bisa diabaikan. Tanggapan yang tepat adalah bahwa, masuk di akal jika administrasi Trump menggunakan kecerdasan intelektual yang tinggi dalam menghadapi Tiongkok. (Sinatra/asr)
Sumber : EpochWeekly