EpochTimesId – Presiden Venezuela, Nicolas Maduro memerintahkan pengusiran terhadap dua diplomat Amerika Serikat di Caracas, Selasa (22/5/2018). Pengusiran ini jadi pembalasan terhadap sanksi terbaru AS pasca pemilihan presiden Venezuela yang diboikot oposisi.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan sebagian besar negara Amerika Latin mengatakan Pilpres pada Minggu (20/5/2018) lalu tidak memenuhi standar demokratis.
Maduro, penerus Hugo Chavez berusia 55 tahun, kembali memenangkan pemilihan dengan mudah. Namun pengamat mengatakan pemungutan suara itu penuh dengan ketidakberesan. Kecurangan itu seperti pembatasan dua oposisi populer menjadi peserta pemilu. Ada pula penawaran ‘hadiah’ berupa bantuan dari pemerintah kepada para pemilih.
Presiden Donald Trump menanggapi pemilu itu dengan perintah eksekutif yang membatasi kemampuan Venezuela untuk menjual aset negara, Senin (21/5/2018).
Presiden Maduro, kini menuduh pejabat AS, Todd Robinson terlibat dalam ‘konspirasi militer’. Dia lalu memerintahkan Todd dan seorang diplomat senior lainnya, Brian Naranjo, untuk pergi dari Venezuela dalam waktu 48 jam.
“Departemen Luar Negeri AS membantah ‘tuduhan palsu’ Maduro terhadap kedua diplomat itu,” kata juru bicara Heather Nauert, pada sebuah jumpa pers di Washington.
Todd Robinson memberikan pidato singkat pada publik, Selasa sore di kota Merida, bagian barat Venezuela.
“Kami dengan penuh semangat membantah tuduhan terhadap saya dan Brian Naranjo,” kata Robinson, dalam komentar yang disiarkan langsung di Facebook oleh media lokal.
“Ini adalah kunjungan pertama saya ke Merida, tetapi ini bukan yang terakhir,” tambah Robinson, yang mengambil alih peran sebagai duta besar pada bulan Desember 2017.
Dalam sebuah wawancara pada hari Selasa, Menteri Perdagangan Venezuela Jose Vielma mengatakan putaran sanksi terbaru akan memiliki dampak lebih serius pada sistem keuangan negara. Sanksi sebelumnya terbatas pada aset yang dikaitkan dengan anggota pemerintahan Maduro secara individu.
Perintah eksekutif melarang warga AS terlibat dalam penjualan surat utang dan sejenisnya yang dikeluarkan oleh Venezuela, termasuk yang terkait dengan minyak dan aset Venezuela lainnya. Namun, Vielma mengatakan pengiriman bahan bakar dan minyak mentah ke Amerika Serikat akan terus berlanjut.
Tampaknya Sanksi menargetkan sebagian Citgo, pengilangan minyak yang dimiliki oleh perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA. Lebih banyak rintangan bagi kemampuan PDVSA untuk menjual minyak ke luar negeri dapat membatasi pemasukan devisa yang sudah berkurang, sehingga diperkirakan akan memperburuk krisis ekonomi dan menekan Maduro.
“Serangan terhadap Venezuela ini, yang berusaha untuk benar-benar mencekik negara itu, tidak pernah terdengar,” kata Vielma.
Dia menambahkan bahwa Venezuela akan terus mengumpulkan devisa dengan piutang.
Di antara kecaman internasional yang luas terhadap pemilu Venezuela, Uni Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa pemilihan tidak sesuai dengan ‘standar minimum internasional’ untuk sebuah proses yang kredibel. Uni Eropa mendesak Venezuela menggelar pemilu ulang yang benar-benar demokratis.
Koalisi oposisi utama sendiri memang memboikot pemungutan suara hari Minggu lalu. Sebab, mereka menuding pemilu itu adalah penipuan yang bertujuan melegitimasi pemerintahan Maduro yang otoriter.
Maduro, yang masa jabatan keduanya akan dimulai Januari tahun depan, memenangkan 68 persen suara. Mantan gubernur negara bagian, Henri Falcon, yang melanggar boikot untuk menantang Maduro, mengatakan dia menerima laporan adanya ratusan penyimpangan dan kecurangan dalam pemungutan suara. Jumlah pemilih kurang dari 50 persen dari partisipasi 80 persen dari pemilik suara sah pada tahun 2013.
Ketua dewan pemilihan, Tibisay Lucena, yang berada dalam daftar sanksi AS dan Uni Eropa, mendukung kemenangan Maduro dalam presentasi yang digelar pada hari Selasa kemarin waktu setempat.
Pemerintahan Trump, kini juga berusaha meyakinkan China dan Rusia untuk menghentikan pemberian kredit baru ke Venezuela. Kedua negara itu telah menyediakan miliaran dolar utang dan pembiayaan untuk Venezuela dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, kementerian luar negeri Venezuela mengatakan, sanksi tersebut melanggar hukum internasional. Mereka juga menyalahkan blokade dan sanksi AS karena menghalangi akses penduduk terhadap barang-barang kebutuhan pokok.
Sebagian besar ekonom arus utama mengatakan kontrol mata uang negara yang ketat, intervensi negara yang berat dan pencetakan uang berlebih menjadi kebijakan yang bertanggung jawab atas krisis. Kini, krisis menyebabkan kekurangan pangan dan obat-obatan yang meluas dan menyebabkan emigrasi, atau kaburnya warga negara Venezuela ke negara tetangga, secara massal. (Reuters/The Epoch Times/waa)
Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA