Oleh : Iswahyudi
“Kebencian adalah kekuatan, Kemarahan adalah tenaga.” Gunawan Mohamad dalam majalah Tempo edisi 11-17 Januari 2016. Saya berpendapat bahwa pernyataan di atas kurang lengkap. Yang benar adalah “Kebencian adalah kekuatan yang menghancurkan, dan kemarahan adalah tenaga yang merusak kedamaian”..
Akhir-akhir ini atmosfir kebencian semakin pekat menyelimuti ruang publik di negeri ini, di televisi, media online, media sosial bahkan menular ke dunia nyata. Sentimen agama dan rasial kembali muncul dan diam-diam merasuki hati sebagian anak bangsa. Dalam kontestasi pemilu dan pilkada, sentimen kebencian semakin membara yang memanfaatkan beberapa institusi sosial untuk tujuan politik demi merebut kekuasaan. Akibatnya keharmonisan sosial jadi taruhannya.
Dorrrrr. Boomm. Blarrrrr!!!!! Mei 2018 Indonesia Panen Raya Teror!!!!! Pertama, Tanggal 8-9 Mei 2018: drama penyanderaan oleh Narapidana Terorisme (Napiter) terjadi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok dengan menewaskan 6 orang (5 dari Polisi dan 1 dari Napiter) dan berujung pemindahan 145 Napiter ke Lapas High Maximum Security di Nusakambangan.
Kedua, Sabtu, 12 Mei 2018, Penangkapan dua perempuan yang akan menusuk polisi di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Ketiga, Minggu, 13 Mei 2018 dini hari aksi kontra terorisme di Cikarang, Cianjur dan Sukabumi. Densus 88 menembak mati 4 terduga teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah yang berafiliasi dengan ISIS. Keempat, Minggu, 13 s/d 14 Mei Surabaya diguncang bom sebanyak 5 kali. Pukul 06.30 ledakan terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela. Pukul 07.15 ledakan di Gereja Kristen Indonesia di Jl. Diponegoro. Pukul 07.53 di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jl. Arjuno. Pukul 21.15 ledakan terjadi di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo. Korban keseluruhan 25 tewas dan 57 terluka.
Kelima, Senin, 14 Mei 2018 pukul 07.30 Penggerebekan Terduga teroris di Perum Puri Maharani Sukodono, Sidoarjo dengan menewaskan 1 terduga teroris dan menangkap tiga orang lainnya. Keenam, Senin, 14 Mei 2018 pukul 08.30 Ledakan bom bunuh diri di gerbang Polwiltabes Surabaya menewaskan 4 pelaku, melukai 4 polisi dan 6 warga. Ketujuh, Rabu 16 Mei 2018 Serangan teroris di Mapolda Riau dengan menggunakan samurai dan menabrakkan mobilnya ke polisi, 1 polisi gugur, 4 teroris Tewas, 4 terluka. Dan seterusnya.
Panen raya teror, akumulasi kemarahan yang merusak kedamaian ini menghentakkan pikiran dan hati publik, Karena selain menyebabkan duka bagi para korban juga mengamplifikasikan ketakutan kepada warga. Pertanyaannya adalah, kenapa ini terjadi? Jawabannya: karena anak bangsa ini menabur benih-benihnya dan menyirami dari waktu ke waktu. Adalah benih-benih kebenciaan yang menyebabkan panen raya teror ini. Tepatnya adalah benih Ideologi kebencian.
Adalah ideologi yang melestarikan, mewariskan dan melembagakan sentimen kebencian kepada orang-orang yang BERBEDA dari segi agama (kepercayaan), suku, antar golongan dan ras. Pelestarian kebencian ini disadari atau tidak menjadi modal bagi orang yang berkepentingan.
Semisal kebencian karena berbeda agama (kepercayaan). Bagaimana kebencian berbeda agama ini dilestarikan? Pertama, biasanya para elite agama mencari justifikasi dari kitab suci atas penafsiran sendiri untuk mengabsahkan kebencian kepada sekelompok umat yang lain. Kedua, mengeksploitasi memori kelam perseteruan antara penganut kedua belah agama di masa lalu dalam konteks kekinian walaupun perseteruaan ini sudah berlangsung ribuan tahun yang sebenarnya terjadi lebih dikarenakan kecelakan sejarah. Ketiga, Pelestarian sentimen kebencian itu dengan mewariskannya dari generasi ke generasi melalui pelembagaan dengan pembentukan ormas dan institusi-institusi pendidikan atau melalui propaganda lewat oral (di tempat ibadah atau ruang publik) maupun bentuk tulisan seperti buku, publikasi, situs internet dan yang terkini berbentuk audio-video yang berpengaruh sangat besar pada pembentukan opini, sikap dan perilaku publik.
Atmosfir kebencian yang semakin pekat ini ibarat bom waktu yang siap meledak begitu tersentuh pemicunya atau orang yang ingin memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi demi mendulang kuasa dan pengaruh. Dan dapat dipastikan biaya sosial dan ekonominya akan sangat tinggi.
Kebencian itu bisa menjadi tindakan terorisme tentunya melalui suatu tahapan-tahapan. Dimulai dengan pelabelan (labeling), menciptakan prejudice (prasangka), melakukan aksi didasari karena prasangka (act of prejudice), meningkat menjadi sikap diskriminasi, lalu menelurkan kekerasan (violence) dan pada tingkat yang paling tinggi adalah aksi terorisme (genosida).
Ditambah lagi ketika kebencian itu sudah begitu mengakar dan diperkuat oleh justifikasi teologi semisal jaminan masuk surga memungkinkan menimbulkan aksi bom bunuh diri yang membuat rasionalitas publik terperangah, apalagi pada kasus teror beberapa saat lalu melibatkan satu keluarga bahkan anak-anak di bawah umur. Fenomena inilah yang dinamakan sindrome dilusi superhero.
Hampir semua agama dan kepercayaan mempunyai misi yang sangat ideal semisal “menyebarkan rahmat bagi seluruh alam semesta”, “menyebarkan kasih tak terbatas”, “Belas Kasih bagi semua makhluk”, “Mencapai kesempurnaan moralitas”, “Cintai yang di bumi, maka yang di Langit akan mencintaimu”. Tidak jauh dari visi cinta, belas kasih dan rahmat bagi semesta dan segala isinya. Ketika membajak dalil-dalil kitab suci untuk misi kebencian, maka bisa dipastikan adalah perbuatan yang merusak agama dan kepercayaan. Bisa dipastikan sedang melakukan kejahatan besar yang membuat dosa yang tak akan sanggup ditanggung di hadapan Sang Pencipta.
Kebencian : Roh Bersama (joint-spirit) Terorisme dan Komunisme
Setiap manusia diciptakan dengan dualitas sifat, yaitu sifat baik vs. sifat buruk, sifat keilahian vs. sifat keiblisan, sifat belas kasih vs. kebencian. Sang Pencipta memberikan kebebasan memilih pada manusia untuk mengkultivasikan (menanam/memperbaiki) sifat yang mana, tetapi mereka tidak bisa memilih konsekuensi dari pilihan sifat yang dikultivasikan. Ada hukum alam yang tidak bisa ditawar bahwa, ”Berbuat baik dapat balasan baik, berbuat jahat dapat balasan jahat”.
Dalam sejarah manusia bisa ditemukan banyak tragedi kemanusiaan semisal pembantaian (genosida) yang akarnya adalah ideologi kebencian. Yang mengerikan adalah aksi genosida yang dilakukan oleh partai komunis di dunia yang telah membantai musuh kelas atau “kaum kontrarevolusi” sebanyak seratusan juta orang di Rusia, Tiongkok, Kamboja, Indonesia dan lain sebagainya.
Tragedi ini berawal dari ideologi kebencian yang difirmankan oleh “nabi”-nya Karl Marx yang mengatakan bahwa dalam revolusi dan pertarungan kelas, cara kekerasan itu keniscayaan. Dalam buku “the Dead End of Communism” disebutkan bahwa “Esensi dari komunisme adalah “roh jahat”, ia terbentuk dari kebencian dan makhluk sampah tingkat rendah dari alam semesta, ia penuh benci dendam dan ingin memusnahkan umat manusia.”
Kebanyakan orang di dunia berpendapat bahwa komunisme telah mati bersama runtuhnya Tembok Berlin, bubarnya Uni Soviet dan Blok Negara Eropa Timur serta berubahnya RRT yang komunis menjadi kapitalis secara ekonomi namun masih mempertahankan sistem komunis dalam politik. Kebanyakan orang mengganggap bahwa komunisme sebagai sebuah aliran/paham yang gagal yang sudah menjadi masa lalu. Namun sebenarnya komunisme adalah “roh jahat” yang terbentuk oleh kebencian yang selalu berubah wajah dan sedang menyusup keseluruh dunia dengan menyebarkan pengaruh dan kebudayaan ke segenap institusi sosial seperti superinstitusi dunia, negara, agama, kepercayaan, media dan pusat-pusat kebudayaan.
Karakteristik budaya komunis adalah anti Tuhan, antitradisi dan nir moralitas, ideologi kebencian dan filosofi pertentangan, tak segan membunuh untuk mewujudkan tujuan. Tujuan Terakhir Komunisme adalah memusnahkan manusia dan kemanusiaan serta membuat surga versi komunis di dunia.
Dari sisi eksploitasi kebencian, kekerasan dan teror dalam mewujudkan tujuannya, komunisme dan terorisme berbasis agama nampaknya punya akar yang sama. Keduanya menghalalkan revolusi kekerasan untuk mewujudkan tujuan walaupun dengan motif ideologi yang berbeda. Terorisme berbasis agama berlandaskan radikalisme theisme untuk mewujudkan mimpinya semisal menciptakan satu pemerintahan terpusat di seluruh dunia, sementara itu komunisme lebih bermotifkan radikalisasi ateisme dan perjuangan kelas untuk mewujudkan mimpi surga komunis di dunia.
Terorisme berbasis agama yang mengeksploitasi ideologi kebencian pada dasarnya adalah pengkhianatan terbesar bagi suatu agama yang sejatinya membawa misi cinta, belas kasih dan rahmat bagi semesta. Pada titik ini terorisme berbasis agama dan komunisme bisa dikatakan identik. Berwujud dua tapi berjiwa satu yaitu ROH KEBENCIAN. Kedua-duanya ingin memusnahkan manusia dan kemanusiaan.
Akhirnya, terorisme berbasis agama dan komunisme adalah ancaman bagi kemanusiaan. Sekilas mereka menawarkan sebuah harapan akan dunia yang lebih baik. Sebenarnya yang dijanjikan adalah kehancuran, karena tidak ada kebaikan dan kemakmuran yang didasari KEBENCIAN. Kebencian adalah kekuatan yang menghancurkan (kehidupan). Sangat berbeda dengan BELAS KASIH, dia sejenis energi yang mampu melumerkan gunung kebencian menjadi abu. Menumbuhkan sahara gersang menjadi taman nan hijau dan “……Belas kasih mampu mencairkan langit dan bumi untuk mendatangkan musim semi, …….” Li Hongzhi. (ISW/WHS/asr)
Artikel sudah dipublikasikan di versi cetak Epoch Times bahasa Indonesia di edisi 555 dengan judul Ideologi Kebencian: Roh Bersama Terorisme & Komunisme