Permintaan Tiongkok untuk kulit keledai guna memenuhi produksi obat herbal telah mengurangi populasi hewan di Kenya, menurut laporan baru oleh France 24, sebuah jaringan televisi Prancis.
Selanjutnya, petani lokal yang bergantung pada hewan tersebut untuk buruh tani dan transportasi melihat mata pencaharian mereka terancam.
“E jiao” adalah jenis obat tradisional Tiongkok yang dibuat dengan merebus kulit keledai, kemudian mengekstrak gelatin dan mencampurnya dengan berbagai herbal. Sebuah laporan televisi pemerintah Tiongkok pernah menjelaskan bahwa sekitar tiga jin (unit pengukuran Tiongkok yang sama dengan setengah kilogram) dari kulit keledai hanya menghasilkan satu jin “e jiao.”
Dipuji di dalam teks-teks pengobatan kuno karena sifat penyembuhannya seperti membantu wanita hamil dengan penyakit organ reproduksi, menghentikan batuk, dan menghilangkan insomnia, obat ini dianggap sebagai produk mewah. Dalam beberapa tahun terakhir, elit kaya Tiongkok telah mengkonsumsi “e jiao” sebagai simbol status.
Versi-versi yang paling terkenal dibuat dari kota Dong’e, di Kabupaten Pingyin, Provinsi Shandong, karena air tanah murni yang ditemukan di daerah tersebut dikatakan sangat bermanfaat untuk menghasilkan “e jiao.”
Obat tersebut bisa dijual seharga 600 euro (sekitar $700) per kilogram, menurut France 24.
Populasi keledai Tiongkok telah berkurang karena meningkatnya permintaan untuk “e jiao,” dari 11 juta pada 1990 menjadi 6 juta pada 2014, menurut Organisasi Internasional untuk Perlindungan Hewan. Jadi negara tersebut telah mulai mencari tempat lain untuk mendapatkan keledai-keledai.
Perampasan Afrika
Sejak 2016, Kenya telah membuka tiga rumah pemotongan hewan untuk keledai, hampir secara eksklusif untuk diekspor ke Tiongkok, menurut laporan France 24. Penyiar tersebut telah mengunjungi rumah jagal yang disebut Star Brilliant di Naivasha, Kenya, di mana manajer, John Kariuki, mengatakan bahwa fasilitas tersebut menyembelih sekitar 200 keledai sehari, dan 2.500 lembar kulit keledai diperlakukan secara khusus dan dikemas untuk diekspor setiap bulan.
France 24 memperkirakan bahwa Tiongkok akan membutuhkan pemotongan 10 juta keledai setahun untuk memenuhi permintaan “e jiao.” Hanya ada 44 juta keledai di dunia, menurut Animal Traction Network for Eastern and Southern Africa. Populasi keledai global bisa hancur dalam beberapa tahun.
Penduduk setempat terutama menggunakan keledai sebagai alat transportasi dan tidak memakan daging keledai. Karena nilai keledai, satu kulit keledai bernilai 65 euro ($76), sebagian telah memanfaatkan permintaan Tiongkok tersebut untuk mencuri keledai-keledai milik petani dan membantai hewan-hewan tersebut untuk menjual kulitnya. Seorang petani yang diwawancarai oleh Prance 24 mengatakan dia memiliki tiga keledai yang telah dicuri oleh pencuri. Dia harus meminjam keledai tetangga untuk membantu pekerjaan pertaniannya.
France 24 melaporkan bahwa Kenya memiliki rencana untuk membuka tempat pemotongan keledai keempat. Negara-negara seperti Mali, Senegal, dan Tanzania telah membuat larangan mengekspor keledai ke Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir, namun pemerintah Kenya enggan untuk mengganggu perdagangan tersebut karena ia memukul 80 persen bea pajak ekspor untuk kulit keledai, mengambil untung dari perdagangan tersebut, menurut France 24.
Sementara itu, Kenya telah bermitra dengan rezim Tiongkok pada beberapa proyek infrastruktur besar di bawah insisitif One Belt,One Road dari Tiongkok. Misalnya, pada Mei 2017, pembangunan kereta api senilai $3 miliar yang dibiayai Tiongkok telah selesai, menghubungkan ibukota Kenya, Nairobi, ke kota pelabuhan Mombasa. (ran)
ErabaruNews