EpochTimesId – Putaran terakhir perundingan koordinasi Panmunjom antara Amerika Serikat dan Korea Utara sudah berakhir pada Rabu (6/6/2018). Dalam perundingan hari terakhir yang menghabiskan waktu sekitar lima jam itu, kedua belah pihak melakukan koordinasi akhir mengenai isu-isu inti dari KTT Trump-Kim. Akan tetapi perbedaan pendapat masih sangat besar.
Apa tema inti dari KTT yang akan diselenggarakan di Singapura? Tentu saja adalah denuklirisasi Korea Utara dan perlindungan keamanan institusional Korea Utara oleh Amerika Serikat.
Kantor Berita Yonhap menyatakan bahwa Amerika Serikat berharap denuklirisasi terlaksana dengan patokan CVID, yakni lengkap, dapat diverifikasi, tidak dapat direversikan tercantum dalam perjanjian. Namun, Korea Utara menyatakan pertentangannya dan beranggapan bahwa pendekatan ini adalah ekspresi dari negara yang kalah.
Amerika Serikat juga berharap untuk menandai batas waktu bagi denuklirisasi Korea Utara secara tegas. Namun, Korea Utara bersikap pasif tentang hal ini.
Berita ini kembali membuat sebagian kalangan bertanya-tanya seberapa besar ketulusan Kim Jong-un untuk meninggalkan program pengembangan senjata nuklir mereka? Apakah Korea Utara bermaksud membatalkan pertemuan?
Artikel yang dimuat ‘New York Times’ menyebutkan bahwa meskipun citra internasional Kim Jong-un baru-baru ini mengalami perubahan yang positif. Seolah-olah, dial ah yang mempromosikan proses perdamaian di semenanjung. Akan tetapi, ia tidak mungkin segera menyerahkan senjata nuklir, atau mengendurkan kendali atas rezim otoriternya.
Namun mantan walikota New York, pengacara swasta Presiden Trump, Rudolph Giuliani mengaku tidak khawatir. Kepada Associated Press, Giuliani mengatakan bahwa itu baru muncul setelah ‘Kim Jong-un mengemis (KTT) dengan bertekuk lutut.
Rudy Giuliani mengatakan, Korea Utara pasti memahami bahwa Amerika Serikat adalah pihak yang kuat dalam negosiasi ini. “Trump berada dalam posisi dominan. Kecuali Trump setuju, tidak mungkin bagi Amerika Serikat dan DPRK untuk menegosiasikan sesuatu,” katanya.
Sejumlah pejabat AS memberitahu Reuters, bahwa John R. Bolton dari faksi elang yang terkenal masih menjadi tokoh kunci dalam hal ini. Trump masih memiliki keyakinan padanya, bahwa Bolton akan disertakan dalam keberangkatan ke Singapura nanti, untuk mengikuti pembicaraan.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan, “Mike Pompeo menjadi penggiring KTT, sedangkan Bolton terus berkoordinasi dan mengintegrasikan proses lintas sektoral untuk memberi presiden (masukan) opsi keamanan nasional.”
Suzanne DiMaggio, peneliti senior di lembaga pemikir AS mengisyaratkan bahwa jika negosiasi tidak seperti yang diharapkan, John Bolton yang berada di belakang layar akan siap untuk bergabung.
Waktu ‘12 Juni’ akan segera tiba, kedua belah pihak dapat berbicara tentang apa yang harus dilakukan di Hotel Capella di pulau Sentosa, Singapura. Dan pada saatnya nanti, semua pihak akan tahu apa yang terjadi. Namun, sebelum hari itu tiba, kecemasan dan ketakutan Kim Jong-un meningkat secara signifikan.
Media Korea Selatan mengutip sumber yang mengatakan bahwa Kim Jong-un akan terbang ke Singapura dengan pesawat pada petang hari, tanggal 11 atau pagi hari tanggal 12. Pada saat itu Tiongkok akan mengirim pesawat tempur khusus untuk mengawal Kim Jong-un.
Berita ini memperoleh konfirmasi dari Business Insider AS. Untuk menjamin keamanan penerbangan Kim Jong-un di wilayah udara Tiongkok, pihak berwenang Tiongkok sedang membentuk tim keamanan khusus untuk mendiskusikan berbagai program pengawalan.
Kim Jong-un akan terbang dari Pyongyang ke Singapura sejauh lebih dari 4.700 kilometer. Sebagian besar wilayah udara yang dilewati adalah milik Tiongkok.
Kim Jong-un bukan mengadakan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok. Dia hanya melewati wilayah udaranya. Namun otoritas Beijing telah memberikan pelayanan yang setingkat kunjungan kenegaraan ke Tiongkok.
Tentu saja peristiwa ini sangat langka. Aspek ini menunjukkan bahwa Beijing masih berpegang erat kepada Kim Jong-un dan belum bersedia melepaskannya. Di sisi lain juga menjelaskan bahwa Kim Jong-un juga sangat takut akan kematian. Ada 3 hal yang terus menyelubungi pikirannya, karena itu Kim Jong-un tidak mampu melepaskan kekhawatirannya.
Mantan pemimpin Korea Utara Kim Jong-il, pada jaman dahulu juga tidak pernah secara terbuka berkunjung dengan naik pesawat. Dia hanya menggunakan kereta api rahasia, karena para pemimpin negara komunis itu takut diserang dengan senjata rudal dalam penerbangan.
Sebelumnya, Amerika Serikat telah menyatakan akan melakukan operasi pemenggalan kepala terhadap Kim Jong-un. Meskipun kini Amerika Serikat tidak mungkin mengambil kesempatan untuk melakukan pembunuhan, tetapi bagi Kim Jong-un kekhawatiran tentang hal itu mungkin tetap ada. Ketakutan yang mendalam tersebut sulit untuk hilang dalam waktu singkat.
Pepatah Tionghoa berbunyi, “Karena sering berada dalam kegelapan (melakukan hal yang buruk, kejahatan), Takut keluar pintu bertemu matahari.”
Ini adalah kepergian Kim Jong-un dari Korea Utara sebagai kepala negara untuk yang pertama kalinya dengan menempuh jarak yang sangat jauh. Mungkin saja dia ‘takut keluar pintu bertemu matahari’.
Sebuah artikel di Radio France Internationale menyebutkan, Kim 2 kali mengunjungi Tiongkok. Mungkin salah satu isunya berkaitan dengan perminta dukungan, termasuk pengawalan kepada Tiongkok.
Selain itu, pada bulan Februari tahun lalu, saudara laki-laki lain ibu Kim Jong-un tewas diracuni dengan menggunakan racun saraf VX di Malaysia oleh 2 orang wanita. Pembunuhan ini sempat mengejutkan masyarakat internasional, dan dunia luar berspekulasi bahwa Kim Jong-un adalah dalang dari peristiwa tersebut.
Kim dapat membunuh saudaranya dengan cara ini, apakah orang lain tidak dapat menggunakan cara yang sama terhadapnya? Kekhawatiran seperti ini pasti ada dalam benak Kim Jong-un. Business Insider menunjukkan bahwa Kim Jong-un khawatir terhadap pembunuhan dengan senjata kimia terhadap dirinya selama berada di Singapura.
Bahkan pihak Korea Utara membayangkan bahwa Kim Jong-un mungkin dibunuh secara tidak sengaja oleh zat radioaktif ultraviolet dan kemudian meninggal setelah 6 hingga 12 bulan setelah KTT. Meskipun Singapura menjanjikan akan mengerahkan ketiga angkatan bersenjatanya untuk mengamankan KTT, tetapi tampaknya belum sanggup untuk menghilangkan secara total rasa kekhawatiran terhadap keselamatannya.
Kim Jong-un juga masih memiliki masalah yang membuatnya selalu merasa kurang nyaman. Kim takut ‘oposisi’ politiknya di dalam negeri akan mengambil kesempatan untuk mengambil langkah-langkah tertentu dan bahkan mungkin meluncurkan kudeta.
Para pemimpin negara-negara komunis tidak akan asing dengan politik istana. Pemerintah Korea Selatan menegaskan bahwa Kim Jong-un baru-baru ini mengganti 3 orang perwira senior militer. Mereka itu adalah Pak Yong-sik, kepala direktur politik angkatan bersenjata Korea Utara; Ri Myong Su, Kepala Staf KPA, dan Kim Jong Kak, Kepala politik Angkatan Bersenjata Korea Utara.
Beberapa analis percaya bahwa penggantian perwira senior militer Korea Utara tentu berkaitan dengan kekhawatiran Kim Jong-un terhadap gerakan militer selama berada di Singapura. Seorang yang terlibat dalam persiapan KTT AS-DPRK memberitahu Washington Post bahwa Kim Jong-un sangat khawatir dengan terjadinya kudeta militer pada saat sedang tidak berada di Pyongyang. (Li Muyang /ET/Sinatra/waa)
Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA