EpochTimesId – Pemerintah Perancis akan mengaktifkan kembali wajib militer untuk remaja. Pengaktifan kembali program itu adalah upaya membangun kohesi sosial dan kebanggaan nasional.
Wajib militer itu diusulkan kembali oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron. Program itu bahkan menjadi salah satu janji kampanye Macron pada pemilihan presiden pada 2017 lalu.
“Saya melihatnya sebagai proyek besar untuk memungkinkan demokrasi negara, untuk lebih bersatu dan meningkatkan ketahanan masyarakat kita di tengah serangkaian serangan teroris di Perancis,” ujar Macron, seperti dikutip dari jaringan berita Perancis, France24.
Untuk menghadapi ancaman terhadap negara, Macron mengatakan perlu memperkuat hubungan antara tentara dan rakyat. Dia awalnya mengusulkan agar wajib milter berlangsung selama tiga hingga enam bulan.
Layanan wajib militer di Prancis dihapus sejak tahun 1996 di bawah mantan Presiden Jacques Chirac. Macron, yang berusia 18 tahun pada saat itu, adalah presiden Prancis pertama yang tidak pernah dinas militer.
Namun, versi baru dari skema ini tidak digambarkan sebagai wajib militer murni. Tentara memang akan membantu dalam pelatihan, pengawasan, dan kemungkinan akomodasi, menurut harian Prancis Le Parisien. Namun, skema baru akan dipermudah karena kekhawatiran terkait biaya dan berpotensi membebani militer. Kritik juga mengatakan mungkin ada masalah hukum, ketika mengaktifkan kembali wajib militer bagi para remaja.
Pemerintah berencana memulai dan mewajibkan skema baru ini bagi para pelajar pada musim panas 2019. Mereka akan melakukan pembahasan, persiapan mendalam, dan konsultasi dalam beberapa bulan mendatang.
Skema baru menurut menteri pendidikan Jean-Michel Blanquer akan mempromosikan ‘pendidikan kewarganegaraan’ dan ‘kesadaran pada keamanan dan pertahanan, yang terdiri dari dua fase.
Yang pertama akan berlangsung selama satu bulan dan wajib untuk semua remaja laki-laki dan perempuan yang berusia sekitar 16 tahun. Rencananya, fase pertama akan digelar selama liburan sekolah di ‘barak’ sekitar dua minggu. Fokus utamanya adalam mempromosikan ‘integrasi’. Kemudian dua minggu berikutnya mereka akan dibagi dalam kelompok yang lebih kecil.
“Fase kedua atau opsional, untuk mereka yang ingin terlibat lebih banyak lagi. Itu akan membutuhkan jangka waktu yang lebih lama, yang bisa diselesaikan sebelum usia 25 tahun. Pekerjaan bisa berada di bidang yang beragam seperti pertahanan, lingkungan, budaya, atau perawatan sosial,” kata Blanquer.
Sebuah kelompok kerja pemerintah memperkirakan skema itu akan menelan biaya 1,6 miliar euro per tahun, dengan investasi awal 1,7 miliar euro.
Gagasan wajib militer ini dikabarkan mendapat dukungan publik. Jajak pendapat YouGov pada Maret lalu menunjukkan bahwa dua pertiga orang Prancis mendukung wajib militer selama tiga hingga enam bulan.
Data statistik menunjukkan bahwa semakin tua responden, semakin mendukung wajib militer. Sebanyak 66 persen dari mereka yang berusia 55 tahun ke atas mendukungnya, dibandingkan dengan 49 persen dari usia 18 hingga 34 tahun yang mendukung ide tersebut.
Namun, wajib militer skema baru itu telah diprotes oleh Partai Republik yang konservatif. Mengatakan mengatakan, apa pun bentuk kegiatan jika kurang dari enam bulan maka akan sia-sia, seperti dikutip dari AFP.
The National Rally (sebelumnya dikenal sebagai Front Nasional) juga mengkritik skema baru. Mereka menggambarkan rencana kegiatan itu sebagai kewarganegaraan dari skema sebagai kemah liburan yang dimodifikasi.
Sebelumnya, Blanquer mengharuskan anak-anak sekolah dasar Prancis untuk mengetahui lagu kebangsaan pada usia 10 tahun. Kewajiban itu masuk sebagai bagian dari kurikulum sejak musim gugur lalu. Kebijakan itu disebut sebagai fondasi wajib militer.
Dalam kebijakan kementerian pendidikan itu, anak-anak Prancis akan diminta untuk menyanyikan lagu “La Marseillaise” di depan umum. Mereka juga wajib mengetahui asal-usul tiga warna pada bendera Prancis, dan memahami konsep kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.
Para siswa juga akan diminta untuk mempelajari lagu ‘Ode to Joy’, Beethoven, dan lagu kebangsaan Uni Eropa. Program itu dianggap sebagai upaya untuk menghindari ‘euroscepticism’ (skeptis terhadap Uni Eropa) yang dapat mengarah pada potensi ‘Frexit’ (French exit/keluar dari Uni Eropa), seperti dikutip dari surat kabar Inggris, The Times. (Jane Gray/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA