SHANGHAI / HONG KONG — Pemerintah AS telah beranjak memblokir China Mobile dalam menawarkan layanan ke pasar telekomunikasi negara tersebut, merekomendasikan agar permohonannya ditolak karena perusahaan tersebut menimbulkan risiko keamanan nasional.
Langkah oleh pemerintahan Presiden Donald Trump tersebut datang di tengah meningkatnya friksi perdagangan antara Washington dan Beijing. Amerika Serikat akan memberlakukan tarif barang senilai $34 miliar dari Tiongkok pada 6 Juli, yang diperkirakan akan ditanggapi Beijing dengan tarifnya sendiri.
Administrasi Telekomunikasi dan Informasi Nasional (NTIA), sebuah lembaga di bawah Departemen Perdagangan AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Komisi Komunikasi Federal (FCC) harus menolak permohonan tahun 2011 dari perusahaan negara Tiongkok tersebut dalam menawarkan layanan panggilan suara internasional antara Amerika Serikat dengan negara-negara lain. FCC adalah lembaga pemerintah yang mengatur internet, televisi, radio, dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya.
“Setelah keterlibatan cukup besar dengan China Mobile, kekhawatiran tentang peningkatan risiko terhadap penegakan hukum AS dan kepentingan keamanan nasional tidak dapat diselesaikan,” kata pernyataan tersebut, mengutip David Redl, asisten sekretaris komunikasi dan informasi di Departemen Perdagangan AS.
NTIA mengatakan penilaiannya “sebagian besar catatan aktivitas intelijen dan spionase ekonomi Tiongkok menargetkan AS, bersama dengan sebagian besar sumber daya teknis dan keuangan China Mobile.”
Dikatakan perusahaan tersebut “tunduk pada eksploitasi, pengaruh, dan kontrol oleh pemerintah Tiongkok” dan bahwa penerapannya menimbulkan “risiko keamanan dan penegakan hukum nasional yang besar dan tidak dapat diterima.”
Seorang juru bicara FCC mengatakan kepada Bloomberg bahwa lembaga pemerintahan tersebut akan meninjau pengarsipan.
China Mobile, operator telekomunikasi terbesar di dunia dengan 899 juta pelanggan, tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters.
Perusahaan milik negara China Mobile Communications Corp memiliki hampir 73 persen dari China Mobile per Desember, menurut data Thomson Reuters.
Saham China Mobile ditutup turun dua persen pada 3 Juli, penutupan terendah mereka dalam lebih dari empat tahun, setelah berita tentang rekomendasi NTIA untuk memblokir perusahaan tersebut memasuki AS.
Perusahaan Tiongkok lainnya yang telah tertangkap di garis bidik dari tamparan perdagangan adalah ZTE.
Pembuat peralatan telekomunikasi No. 2 Tiongkok tersebut terpaksa menghentikan kegiatan-kegiatan besarnya pada April setelah AS menampiknya dengan larangan pemasokan yang mengatakan bahwa mereka telah melanggar kesepakatan untuk mendisiplinkan para eksekutif yang bersekongkol untuk melanggar sanksi-sanksi AS terhadap Iran dan Korea Utara.
ZTE sedang dalam proses untuk pencabutan larangan tersebut dan baru-baru ini telah mengumumkan dewan baru, namun kesepakatan penyelesaiannya dengan Amerika Serikat tersebut menghadapi perlawanan dari beberapa anggota parlemen di Washington.
Para senator dan kepala intelijen AS memperingatkan pada Februari bahwa Tiongkok berusaha, melalui sarana seperti perusahaan telekomunikasi, untuk mendapatkan akses ke teknologi dan kekayaan intelektual AS yang sensitif.
Namun, kekhawatiran tersebut tidak menghalangi produsen ponsel pintar Xiaomi, yang akan terus maju dengan rencana untuk memasuki pasar Amerika Serikat tahun depan. (ran)
ErabaruNews