Ketika ketegangan meningkat antara Amerika Serikat dan Tiongkok di tengah perang dagang yang sedang berlangsung, Beijing telah meningkatkan upaya untuk menghasut perasaan nasionalisme orang-orang Tiongkok dan mempengaruhi sikap publik untuk mendukung kebijakan Beijing.
Namun, orang-orang sepertinya tidak menerima kebenarannya.
Pada 13 Agustus, sebuah akun berita militer di bagian video portal berita NetEase, menerbitkan sebuah video yang membahas premis (pernyataan yang dianggap benar untuk tujuan argumen dan menarik kesimpulan) berikut ini: Jika pecah perang antara Tiongkok dan negara lain, berapa banyak tabungan orang-orang Tiongkok bersedia disumbangkan ke negara?
Video tersebut menuduh Amerika Serikat “mencari masalah di mana-mana” dengan memulai perang dan “menjarah uang dan harta” untuk memberikan manfaat bagi rakyat Amerika.
“Begitu kapal induk digunakan, itu bukan hanya puluhan miliar dolar [dalam pembelanjaan pertahanan]. Pada saat itu, jika pemerintah kekurangan pendapatan fiskal, akankah warga Tiongkok berkontribusi dengan uang dan aset seperti yang dilakukan orang Amerika?” tanya video tersebut.
Meskipun disimpulkan bahwa orang-orang Tiongkok “bersedia mengorbankan semua yang mereka miliki” untuk negara mereka, komentar-komentar netizen di bawah posting video tersebut mencerminkan realitas yang berbeda.
Jangankan menunjukkan dukungan, lebih banyak mengeluh tentang banyaknya masalah sosial Tiongkok. Banyak yang bahkan menyatakan keinginan untuk mendukung pemerintah Amerika.
“Mengapa rezim membutuhkan donasi saya, mengingat bahwa ia sudah sangat kaya? Para pejabat pemerintah yang tamak itu menggelapkan ratusan juta dolar sekaligus, sementara saya bahkan tidak mampu membayar uang muka untuk rumah saya,” komentar seorang netizen dari Kota Fuzhou, Provinsi Jiangxi.
“Jika Anda menyumbang … Anda membantu seorang tiran untuk mengorbankan rakyatnya. Anda semua putuskan sendiri!” komentar seorang netizen dengan nama “jealous_self.”
Partai Komunis Tiongkok (PKT) sering menggunakan media untuk membangkitkan perasaan nasionalis, contoh yang paling menonjol adalah komentar chauvinist (penganut paham sauvinisme mengenai cinta tanah air dan bangsa (patriotisme) yang berlebihan) Global Times yang dikelola negara pada setiap masalah yang memunculkan reaksi emosional yang kuat yang dilibatkan Tiongkok.
Dengan perang perdagangan AS-Tiongkok baru-baru ini, media pemerintah tersebut telah menggambarkan perselisihan sebagai “perang mengenai nasib negara.” Banyak editorial media negara telah mengumpulkan warga Tiongkok untuk “bersatu untuk bersama-sama mengatasi kesulitan sementara.”
Korupsi pemerintah yang meluas; serangkaian skandal yang mengejutkan seperti penyebaran vaksin bermasalah dan penipuan-penipuan pinjaman platform peer-to-peer baru-baru ini; dan melonjaknya biaya hidup di Tiongkok telah membuat warga kehilangan kepercayaan terhadap rezim Tiongkok.
Awal bulan lalu, setelah pernyataan bahwa vaksin cacat (tidak sesuai standar) yang diproduksi oleh perusahaan obat besar Tiongkok disuntikkan pada sejumlah anak-anak, banyak pengguna internet Tiongkok menuliskannya ke Sina Weibo, sebuah platform yang mirip dengan Twitter, di akun Kedutaan Besar AS di Tiongkok.
Karena komentar-komentar pada akun milik entitas Amerika lebih sedikit kemungkinannya untuk disensor, para netizen mengeluh tentang rezim Tiongkok dan menyatakan harapan mereka pada Amerika Serikat untuk campur tangan dan membantu orang-orang Tiongkok. (ran)
ErabaruNews