Tiongkok, produsen daging babi terbesar di dunia, mungkin tidak menyangka bahwa tarif pembalasannya untuk produk daging babi AS akan kembali menghantui. Tetapi keputusan untuk membeli daging babi dari negara lain malah sekarang terlihat seperti bencana, sejak beberapa kota Tiongkok berusaha untuk mengatasi wabah penyakit babi yang mungkin berasal dari Rusia.
Tiongkok telah mengimpor lebih sedikit barang pertanian AS sebagai akibat dari tarif. Untuk menebus hilangnya impor-impor dari AS, Tiongkok telah beralih ke negara lain untuk pengadaan. Misalnya, Tiongkok baru-baru ini mulai membeli lebih banyak kedelai dari Amerika Selatan.
Sementara itu, karena produksi daging babi domestik Tiongkok tidak cukup untuk memenuhi permintaan, Tiongkok membeli daging babi dari negara lain seperti Rusia, setelah menaikkan tarif menjadi 70 persen untuk daging babi dari AS. Menurut situs web produk pakan yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian Tiongkok, Tiongkok mengimpor 1,22 juta ton daging babi pada tahun 2017, di antaranya sekitar 170.000 ton berasal dari Amerika Serikat.
Tiongkok mulai membeli daging babi Rusia dengan harga sekitar 12 yuan ($1,76) per kilogram sejak April untuk menggantikan impor AS, menurut artikel 23 Agustus oleh Radio Free Asia (RFA).
Wabah flu babi Afrika, African swine fever (ASF), saat ini di Tiongkok pertama kali terjadi di Shenyang, ibu kota Provinsi Liaoning Tiongkok utara pada awal Agustus. ASF adalah penyakit yang sangat menular yang menyerang babi dan babi hutan; tidak ada obat atau vaksin. Namun, penyakit ini tidak berbahaya bagi manusia, bahkan jika produk babi yang terinfeksi dikonsumsi.
Penyakit tersebut kemungkinan tiba di Tiongkok melalui produk daging babi impor, Wantanee Kalpravidh, seorang dokter hewan di Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, mengatakan kepada jurnal ilmiah Science. Analisis genetik menunjukkan bahwa virus yang ditemukan di Tiongkok terkait erat dengan sekelompok virus yang beredar di Rusia, lapor jurnal tersebut. Hampir 50 babi telah mati karena ASF, menurut artikel 26 Agustus oleh mingguan Tiongkok, The Economic Observer.
Rusia telah diganggu oleh ASF dalam dekade terakhir, menurut situs web Pig Progress, yang dijalankan oleh Proagrica Media, sebuah perusahaan riset pasar peternakan. Rusia telah memusnahkan lebih dari 2 juta babi sejak pecahnya ASF awal di Rusia pada tahun 2007.
Sejak wabah awal di Tiongkok, penyakit ini telah terdeteksi di Zhengzhou, ibu kota Provinsi Henan, Tiongkok tengah; Lianyungang, sebuah kota di Provinsi Jiangsu bagian timur laut Tiongkok; dan Wenzhou, kota pelabuhan di Provinsi Zhejiang Tiongkok timur, menurut artikel 26 Agustus yang dipublikasikan di portal berita Tiongkok, Sina.
Tiongkok telah memusnahkan lebih dari 25.000 babi sebagai akibat dari wabah tersebut, menurut artikel 26 Agustus oleh media Hong Kong, Apple Daily. Selain itu, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, telah mengeluarkan peringatan bagi orang-orang yang membeli daging babi dari 12 provinsi dan kota yang berisiko ASF, termasuk Beijing, Tianjin, Mongolia Dalam, Liaoning, Heilongjiang, dan Jilin, Apple Daily melaporkan dalam artikel terpisah, mengutip dokumen pemerintah.
Setidaknya sejak tahun 2016, Tiongkok telah beralih ke Rusia untuk impor daging babi dalam jumlah besar. Tiongkok menjadi pasar ekspor terbesar bagi Rusia untuk produk makanan pada tahun 2016, dengan total $1 miliar, menurut kantor berita Xinhua yang dikelola negara.
Pada bulan Mei, Presiden Rusia Vladimir Putin, ketika berbicara dengan para pejabat dari Duma Negara, dewan tingkat rendah dari Dewan Federal Rusia, mengatakan itu adalah rencana strategis Rusia untuk menyingkirkan Amerika Serikat dari pasar daging babi Tiongkok, dan memasok Tiongkok dengan babi Rusia, menurut artikel 5 Mei oleh koran Parlemen, Parliamentary Newspaper (PNP), publikasi mingguan resmi dari Dewan Federal.
Dalam wawancara 24 Agustus dengan Radio Free Asia, Zhuang Lei, seorang penduduk Provinsi Fujian Tiongkok selatan, prihatin bahwa wabah telah menyebar begitu luas dalam waktu yang singkat.
“Saya percaya negara telah gagal untuk mengatur sistem kontrol, yang mengarah ke bencana ini,” katanya.
Dua hari pembicaraan perdagangan Tiongkok-Amerika Serikat, yang berakhir pada 23 Agustus, membuat kedua belah pihak bertentangan. Selama negosiasi, yang dipimpin di sisi Amerika oleh Menteri Keuangan David Malpass, Amerika Serikat menyuarakan keprihatinan tentang bagaimana perusahaan-perusahaan Amerika telah menderita dari praktik-praktik perdagangan Tiongkok yang tidak adil, sementara Tiongkok mengklaim telah memenuhi kewajiban WTO (Organisasi Perdagangan Dunia).
Sebuah sumber menjelaskan kepada Reuters tanggapan AS: “Kami tidak akan peduli dengan WTO karena Anda mengisi kapasitas berlebih, merusak industri, dan mencuri IP (kekayaan intelektual). Kami tidak akan berpangku tangan,” menurut laporan 25 Agustus.
Pada bulan Juli, setelah Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif barang-barang Tiongkok senilai $34 miliar, Tiongkok membalas dengan memberlakukan tarif 25 persen untuk produk pertanian AS, termasuk kedelai, jagung, gandum, babi, dan unggas. (ran)