Cai Daya
Meneliti peradaban manusia kali ini, mungkin tidak ada satu kota pun yang bisa disamakan dengan Yerusalem, sepanjang tiga ribu tahun sejarah pembangunan kota ini, telah berkali-kali dihancurkan dan mengalami perang, namun tetap bisa berdiri lagi di lokasi semula. Yerusalem terletak di perbukitan dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, bersebelahan dengan tiga lembah dan dikitari oleh gunung yang lebih tinggi, menjadikan Yerusalem sebagai lokasi strategis yang mudah dipertahankan namun sulit diserang. Namun bukan karena letak geografisnya yang strategis, melainkan kekuatan spiritual yang membuat kota ini abadi, karena kota ini merupakan kota suci bagi tiga agama besar.
- Lima Kali Ganti Penguasa Dalam Dua Abad
Setelah Yerusalem dikendalikan oleh umat Kristen selama 86 tahun, pada tahun 1187 kembali direbut oleh kaum Muslim.
Terhadap peristiwa ini, kalangan Kristen dunia bereaksi dengan mengobarkan Perang Salib yang ketiga (1189~1192), dipimpin oleh Raja Inggris yang berani dan mahir berperang yakni Raja “Lion Heart” Richard I.
Dalam pertempuran kedua belah pihak kalah menang silih berganti, pada akhirnya karena terjadi konspirasi perebutan kekuasaan di Inggris, Raja Richard I tidak fokus dalam berperang, lalu menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan Saladin dan kembali dengan tangan kosong.
Pasukan Salib pun tidak bisa menguasai Yerusalem dengan kekuatan militer, baru pada keenam kali Perang Salib, kaisar Romawi suci yang berkuasa membuat Yerusalem kembali ke pangkuan umat Kristen untuk terakhir kalinya lewat perundingan di tahun 1228, hanya saja tidak bertahan lama.
16 tahun kemudian ketika Choresm-Schah (terletak di sekitar Iran sekarang) dijatuhkan oleh Mongolia dan di tahun 1224 menduduki Yerusalem searah dalam perjalanannya melarikan diri ke Barat, dan Yerusalem milik umat Kristen pun selamanya berakhir dalam sejarah.
Tiga tahun kemudian umat Muslim dari Mesir kembali menguasai Yerusalem, waktu itu situasi Asia Barat kurang lebih telah terbentuk, rezim dari Afrika Utara terus berkuasa selama lebih dari dua setengah abad, hingga kemudian digantikan oleh Ottoman Turki pada tahun 1517.
Setelah mengalami beberapa abad penuh pertempuran dan pergantian penguasa, Yerusalem menjadi kota kecil dengan penduduk kurang dari 10.000 jiwa dan tidak penting dari segi politik maupun militer, namun dari segi agama, kota itu tetap menjadi tujuan utama para peziarah dari Barat.
Oleh karena itu setelah situasi menjadi agak stabil, di Yerusalem kembali terlihat arus peziarah berdatangan.
Penguasa Muslim pada waktu itu juga telah memahami, peziarah yang datang berarti juga datangnya arus uang, sikapnya terhadap umat Kristen pun berubah dari penolakan menjadi penyambutan, jalan dari Eropa ke Yerusalem pun kembali menjadi lancar.
Sejak Pasukan Salib yang pertama diutus tahun 1096, hingga tahun 1396 terakhir kalinya Pasukan Salib dikalahkan.
Selama 300 tahun penuh dari awal hingga akhir, masyarakat Eropa telah melancarkan sepuluh kali serangan tentara reguler terhadap kalangan Islam. Sedikitnya satu kali “Pasukan Salib Sipil” yang beranggotakan warga sipil, dan juga satu kali “Pasukan Salib Anak” yang dikabarkan beranggotakan anak-anak.
Selain itu ada juga tekanan terhadap umat agama lain Eropa, atau oleh Katolik Roma dipandang sebagai aliran sekte lain dan ditindas, juga disebut sebagai Pasukan Salib.
Dalam “perang suci” yang dikobarkan oleh umat Kristen, hanya dua kali yang benar-benar mencapai tujuan merebut kembali tanah suci (sekali dengan kekuatan militer, sekali dengn perundingan), maka dari itu Yerusalem dikuasai oleh umat Kristen selama kurang lebih 102 tahun.
Namun pembantaian tanpa kenal ampun terhadap kaum Muslim, kaum Yahudi, bahkan terhadap kaum Kristen Yunani ortodoks sendiri, justru telah menyebabkan timbulnya dendam dan permusuhan antar suku bangsa dan antar agama, yang hingga kini sulit untuk diredakan.
- Waktu Berlalu, Kota Suci Kehilangan Pamornya
Selanjutnya adalah kebangkitan kerajaan Ottoman Turki, tahun 1396 setelah mengalahkan Pasukan Salib terakhir kalinya, tahun 1453 menumpas Kerajaan Bizantium, dan menggeser kekuatan Sultan Mesir di Asia Barat dan Afrika Utara, serta menduduki Yerusalem di tahun 1517, kekuasaan bertahan selama 400 tahun, hingga tahun 1917 pasca berakhirnya PD-I.
Di masa awal kekuasaan Ottoman Turki, Yerusalem kembali berkembang, tembok kota dan kota tua dibangun kembali. Berbagai agama pun dapat eksis bersamaan, namun penanganan terhadap umat Kristen dan warga Yahudi, berbeda tergantung penguasa yang menjabat, sehingga terkadang longgar, terkadang ketat. Namun para peziarah dari luar tetap disambut dengan sikap baik, karena pendapatan dari berziarah adalah sumber utama perekonomian kota tersebut.
Sayangnya hal itu tidak bertahan lama, antusiasme umat Kristen dari Barat untuk berziarah ke Yerusalem telah memudar. Setelah Kerajaan Bizantium diruntuhkan, Eropa pun memasuki masa Renaissance, sorot mata pada zaman itu mulai beralih dari Tuhan menjadi terfokus pada manusia, tidak lagi taat beriman seperti abad pertengahan.
Selain itu, sejak tahun 1517 (bertepatan di tahun yang sama Ottoman Turki menguasai Yerusalem) meletuslah gerakan reformasi agama, yang menentang Katolik Roma yang korup, segala perilaku atau pemikiran agama tradisional yang dipandang terkait dengan Katolik Roma terus menerus dihujat dan diboikot oleh agama baru, juga menyebabkan gairah berziarah perlahan pupus.
Dengan berkurangnya peziarah, kota Yerusalem pun kehilangan sumber pendapatannya untuk berkembang. Ditambah lagi dengan kerajaan Ottoman Turki yang sangat makmur lalu merosot, instansi pengelola yang korup dan tidak mampu, membuat kota suci ini kehilangan pamornya, usang dan miskin.
Sebuah kota yang telah pudar tak pelak akan mengalami takdir “kegersangan dan ditinggalkan”, tak terkecuali kota suci ini.
Di awal abad ke-19 populasi kota Yerusalem hanya kurang dari 8.000 jiwa, yang terbagi menjadi empat kelompok suku. Masing-masing mendiami wilayah kota yang dibagi di masa Kekaisaran Romawi: umat Kristen berdiam di dekat Gereja Makam Suci di sisi barat laut, umat Muslim bermukim di atas Gunung Kuil di sisi timur laut, orang Yahudi berdiam di sekitar Tembok Barat di sisi tenggara kota, sedangkan suku Armenia penganut Yunani ortodoks menetap di sisi barat daya. (SUD/WHS/asr)
Bersambung
Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (1)
Penantian Ilahi di Kota Suci — Kisah 4000 Tahun Yerusalem (2)
Penantian Ilahi di Kota Suci – Kisah 4000 Tahun Yerusalem (3)
Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerussalem (4)
Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (5)
Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (6)
Penantian Ilahi di Kota Suci- Kisah 4.000 Tahun Yerusalem (7-1)