EpochTimesId – Dua kubu demonstan bentrok di kota Chemnitz, Jerman timur, Senin (27/8/2018) malam waktu setempat. Demonstran berbeda pandangan dalam menanggapi kasus pembunuhan terhadap seorang pria Jerman. Pelaku pembunuhan diduga kuat adalah dua imigran dari Timur Tengah.
Bentrokan menyebabkan enam orang terluka. Bentrokan juga menyebabkan otoritas setempat menghimbau warga agar tidak ‘main hakim sendiri’.
Pihak yang bentrok itu adalah demonstran sayap kanan dengan massa sayap-kiri yang tidak sependapat dengan demonstran. Aksi demonstrasi terjadi menyusul penangkapan warga Irak dan Suriah atas serangan pisau mematikan terhadap seorang pria Jerman.
Dalam bentrokan tersebut, kubu ‘sayap-kiri’ melemparkan botol kepada kubu liberal. Kedua kubu kemudian terlibat perang kembang api. Polisi setempat pun mengerahkan meriam air untuk meredam kekerasan.
Pejabat negara bagian meminta warga untuk tetap tenang di tengah laporan sejumlah aksi serangan balas dendam dan main hakim sendiri terhadap imigran. Pemerintah Pusat Jerman juga menyerukan agar warga tidak main hakim sendiri.
“Itu adalah insiden yang mengerikan,” kata Kanselir Angela Merkel pada konferensi pers di Berlin, mencela pembunuhan itu.
“Tapi bagaimanapun, bahwa warga negara menegakkan hukum dengan tangan mereka sendiri adalah sesuatu yang tidak memiliki tempat di negara di bawah kekuasaan hukum.”
Kerusuhan mencerminkan perpecahan dalam masyarakat Jerman setelah pemerintah Merkel mengizinkan sekitar 1 juta pencari suaka untuk memasuki negara itu pada tahun 2015. Kebijakan itu memicu kekhawatiran bahwa migrasi massal akan melemahkan stabilitas sosial.
Festival Jalanan
Jaksa Christine Muecke mengatakan kepada wartawan bahwa pembunuhan itu dipicu pertengkaran lisan di sela-sela festival jalanan lokal pada dini hari tanggal 26 Agustus 2018. Tidak jelas apa yang menyebabkan perselisihan, yang berakhir dengan terluka parahnya seorang warga Jerman berusia 35 tahun. Korban kemudian meninggal dunia di rumah sakit.
Dua pria Jerman lainnya, berusia 33 dan 38 tahun, menderita luka serius dalam insiden penusukan yang sama. Tiga korban itu dilaporkan diserang oleh sekitar 10 imigran.
Seorang warga Suriah berusia 22 tahun dan seorang warga Irak berusia 21 tahun ditangkap dan ditahan karena dicurigai melakukan pembunuhan berencana. “Mereka diduga menikam korban berkali-kali tanpa alasan yang dapat dibenarkan,” kata jaksa pada 27 Agustus 2018.
Korban telah diidentifikasi sebagai Daniel H, seorang tukang kayu, menurut BBC.
Protes di Balik Pembunuhan
Demonstrasi pertama oleh sekitar 100 orang terjadi tanpa insiden pada 26 Agustus 2018, menurut kantor berita AFP. Ketegangan meningkat, ketika sekitar 800 orang berkumpul di hari berikutnya, mengikuti seruan di media sosial untuk respon yang lebih kuat.
Di antara para pengunjuk rasa terdapat sekelompok orang yang yang siap melakukan kekerasan. Massa keos itu menurut polisi beranggotakan sekitar 50 orang.
Politisi Alternative for Germany (AfD), Markus Frohnmaier berkata di twitter, “Jika negara tidak lagi melindungi warga, maka orang-orang turun ke jalan dan melindungi diri mereka sendiri. Kejadian itu adalah sesederhana itu!”
AfD adalah partai sayap kanan dan oposisi utama di Parlemen. Mereka selalu kritis terhadap penerimaan imigran oleh Jerman. Karena imigran yang diterima itu adalah imigran gelap yang sebelumnya masuk ke sejumlah negara Uni Eropa secara ilegal.
Namun, sejumlah politisi AfD lainnya, termasuk Frohnmaier mengkritik tweet itu, seperti diberitakan oleh Deutsche Welle, sebuah layanan berita Jerman. Dia memberi jaminan bahwa partai tersebut menentang aksi main hakim sendiri.
Polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki laporan-laporan tentang serangan terhadap seorang Afghanistan, seorang Suriah, dan seorang Bulgaria pada hari Minggu. Aksi tersebut diduga adalah aksi balas dendam terhadap imigran.
Protes yang lebih besar terjadi pada 27 Agustus. Beberapa orang memegang plakat anti-imigrasi dengan pesan-pesan seperti, “Hentikan banjir suaka.”
Demonstran kontra dari ‘sayap-kiri’ berkumpul di dekatnya. Lemparan proyektil dari kedua belah pihak mengakibatkan sejumlah orang cedera.
Sementara itu, menteri dalam negeri Sachsen, provinsi tempat Chemnitz berada, meminta warga untuk tenang.
“Sekarang adalah waktu untuk tetap tenang dan berkepala dingin,” kata Roland Woeller. Dia menambahkan bahwa otoritas Chemnitz, “Tidak akan mengizinkan para pelaku kekerasan dan anarkis untuk merajalela di jalan-jalan kami, tetapi kami akan menegakkan supremasi hukum.”
Risiko Peradilan Jalanan
Peningkatan kekerasan tampaknya telah mengejutkan polisi, karena para pejabat mengakui bahwa terlalu sedikit petugas yang dimobilisasi untuk demonstrasi hari Senin, kantor berita Jerman DPA melaporkan.
Bala bantuan akhirnya didatangkan dari negara bagian lain. Namun, Ketua Federal Police Union Jerman (GdP) memperingatkan bahwa pengurangan sekitar 16.000 petugas polisi dalam beberapa tahun terakhir telah memperburuk risiko kekerasan massa.
“Setiap perkelahian desa bisa berubah menjadi perburuan,” kata Oliver Malchow, menurut koran New Osnabrück.
Dia menambahkan bahwa, jika orang kehilangan kepercayaan pada kemampuan pemerintah untuk memberikan perlindungan, “Ada bahaya bahwa warga negara akan menegakkan hukum dengan tangan mereka sendiri. Kondisi itu menjadi surga bagi aksi main hakim sendiri.”
“Untuk situasi operasional seperti di Chemnitz, beberapa ratus kolega harus selalu disimpan sebagai cadangan,” kata Malchow.
Dia menambahkan bahwa, dalam situasi saat ini jumlah pasukan cadangan sama sekali tidak realistis.
The GdP menuntut pemulihan atau penerimaan sebanyak 20.000 posisi penegak hukum.
“Negara telah gagal di bidang keamanan internal karena telah mengurangi staf secara besar-besaran,” kata ketua GdP. “Masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat.” (The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA