EpochTimesId – Tiongkok komunis terus menggunakan strategi ‘menabur uang’ untuk menggaet negara-negara yang telah memiliki hubungan diplomatik dengan ROC (Republic of China/Taiwan). Tetapi, setelah negara-negara tersebut memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok komunis, Tiongkok komunis tidak lagi menghormati janjinya.
Hal ini pula yang menyebabkan presiden Malawi menyesali keputusannya untuk memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan. Dia mengakui putus hubungan dengan ROC karena ingin membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok, dan itu adalah kebijakan yang sangat keliru.
Tsai Shih-Ying, seorang legislator dari Partai Progresif Demokratik Taiwan mengatakan, El Salvador pada 21 Agustus 2018 memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan. Mereka membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok komunis, karena tertarik oleh ‘taburan uang’ mereka.
El Salvador pernah ingin meminta dana bantuan sebesar hampir 2 miliar renminbi dari Taiwan. Permintaan yang tidak disanggupi oleh Taiwan. Karena itu El Salvador kemudian beralih ke Beijing.
Ketika Presiden El Salvador mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Taiwan, dia juga mengatakan bahwa dengan membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok komunis, El Salvador diharapkan dapat menerima manfaat yang sangat besar. Dia ingin memperoleh kesempatan yang lebih luas, yang akan diberikan oleh negara tersebut.
Menurut sejumlah media on-line Taiwan, seperti ETTV, dan TVBS, beberapa negara yang telah memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan di masa lalu, kebanyakan beralih membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok. Itu karena mereka tertarik dengan ‘taburan uang’ dari negara komunis tersebut.
Malawi, salah satu negara yang memutus hubungan dengan Taiwan pada tahun 2008, juga tertarik dengan iming-iming investasi 6 miliar dolar dari Tiongkok. Namun masa depan Malawi tidak seindah yang dilukiskan oleh komunis dalam janjinya setelah hubungan diplomatik dibuka.
Di masa lalu, Taiwan membangun gedung rumah sakit untuk Malawi, mendirikan ‘Pelangi Rawat Jalan’ yang dikhususkan untuk menangani penyakit AIDS yang sudah tersebar luas di negara tersebut. Di samping kontrol dan pengobatan yang efektif, rumah sakit juga menangani kasus pasien dengan metode pelacakan lengkap.
Namun, pemutusan hubungan diplomatik memaksa tim dokter dari Taiwan angkat kaki, dan tim dokter dari Tiongkok komunis yang mengambil alih. Selain kurangnya kapasitas perawatan kesehatan dan kualitas dokter dari Tiongkok, bahkan kemampuan berbahasa Inggris mereka pun sangat kurang.
Pada tahun kedua setelah hengkangnya dokter Taiwan, 8 juta orang Malawi meninggal dunia karena penyakit AIDS yang kembali merajalela.
Pada saat yang sama, arus modal yang mengalir masuk dari Tiongkok secara deras ke Malawi hampir menelan habis seluruh kesempatan usaha para pedagang lokal. Penduduk Malawi sendiri hanya dapat bekerja di bawah perusahaan-perusahaan Tiongkok daratan, sementara majikan asal Tiongkok itu memang sudah terbiasa dengan membayar gaji rendah.
Celakanya, pemerintah Malawi tidak berdaya untuk mencegahnya. Meskipun gaji bulanan telah ditetapkan oleh negara sebesar 20 dolar AS, namun majikan asal Tiongkok seringkali hanya memberikan 13 dolar.
Upah rendah, pemerasan, konflik budaya menyebabkan demonstrasi anti-Tiongkok komunis pada tahun 2011 pecah di Malawi. Hingga tahun 2016, PDB per kapita Malawi terus berada di level lebih rendah daripada sebelum negara itu memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan pada tahun 2008.
Laporan mengatakan, pada saat Presiden Malawi, Peter Mutharika mengaku menyesal atas keputusannya untuk membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok komunis. Dia juga mengatakan, “Entah bagaimana cara untuk menjelaskan kepada rakyat.”
Legislator Wang Ding-yu pernah mengungkapkan bahwa Tiongkok komunis telah merebut negara yang menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan, seperti Kongo, Gambia, Mozambik dan negara-negara Afrika lainnya. Mereka juga dijanjikan akan diberikan banyak uang.
Namun, uang yang dijanjikan tidak pernah masuk. Negara-negara itu justru kemasukan sejumlah besar perusahaan-perusahaan asal Tiongkok, termasuk BUMN. Mereka juga umumnya membawa tenaga kerja Tiongkok, yang kemudian menjadikan orang-orang lokal menjadi budak mereka. Negara pun terpaksa menanggung beban utang.
Negara Afrika, Republik Sao Tome dan Principe, yang 2 tahun lalu memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, hingga kini belum menerima dana bantuan yang dijanjikan sebesar 140 juta. Mereka dijanjikan oleh pemerintah komunis, bahwa bantuan akan diberikan setelah membuka hubungan diplomatik dengannya. Proyek rencana perluasan bandara pun jadi terkatung-katung.
Kosta Rika yang memutus hubungan diplomatik dengan Taiwan pada tahun 2007 juga menerima janji Tiongkok komunis akan mendapat dana bantuan sebesar 400 juta dolar AS untuk membangun jalan raya.
Namun 10 tahun telah berlalu, proyek tersebut belum ada kejelasan. Bahkan, tiang-tiang penyangganya pun belum terlihat. Itu membuat Kosta Rika terasa Ironis, dengan upacara penyambutan besar-besaran yang pernah dilakukan pada waktu itu.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Li Xianzhang pada 28 Agustus 2018 saat menerima wawancara Radio Free Asia. Dia mengatakan bahwa, Tiongkok terus merusak hubungan diplomatik Taiwan dengan negara lain. Namun, setelah banyak negara menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok komunis, komitmen awal Tiongkok komunis itu tidak diwujudkan.
Oleh karena itu, warisan fasilitas medis dan langkah-langkah Taiwan dalam membantu kehidupan nasional yang sedang berjalan di negara itu tidak berkelanjutan. Itu juga menyebabkan kerugian besar bagi penduduk setempat.
Laporan itu mengatakan bahwa setelah tim medis Tiongkok mengambil alih pengolaan rumah sakit di Malawi, mereka hanya melayani penyakit yang berkaitan dengan ginekologi, pediatri dengan fasilitas anestesi, radiologi dengan pasokan tenaga ahli yang tidak lengkap. Rumah sakit misalnya, tidak lagi melayani pengobatan penyakit AIDS.
“Seperti halnya yang terjadi di Tiongkok ada yang menjual darah, karena jarumnya dipakai berulang, sehingga seluruh penduduk satu dusun mengidap AIDS. Pasien-pasien itu kemudian dikumpulkan di satu tempat oleh pihak rumah sakit yang dikelola tenaga medis dari Tiongkok, membiarkan mereka tinggal di sana.”
Huang Kuibo, wakil dekan Sekolah Urusan Internasional di Universitas Ilmu Politik Taiwan mengatakan bahwa kasus Malawi ini menunjukkan bahwa Taiwan bukan tanpa memiliki keunggulan strategis dalam pertempuran diplomatik lintas selat.
Keunggulan Taiwan dalam proyek bantuan luar negeri diberikan berdasarkan kebutuhan negara yang dibantu. Taiwan memiliki kelebihan dalam standar medis, teknologi pertanian, bantuan pendidikan, dan bantuan yang dapat meningkatkan kehidupan dasar masyarakat lokal.
Saat ini, sekutu diplomatik ROC hanya tersisa 17 negara. Setelah Tsai Ing-wen menjabat sebagai presiden sejak bulan Mei 2016, Tiongkok komunis menambah tekanan terhadap ruang gerak Taiwan di forum internasional, dan merebut negara sekutu mereka. Hanya dalam 2 tahun lebih, Taiwan telah kehilangan 5 negara yang telah menjalin hubungan diplomatik sebelumnya.
Diplomasi ‘menabur uang’ Tiongkok komunis dan merebut negara sekutu Taiwan juga mendapat perhatian dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Senator Amerika Serikat Marco Rubio, Cory Gardner dan beberapa politisi lainnya dalam pernyataannya menyebutkan bahwa AS mengusulkan amandemen undang-undang bagi El Salvador. Itu untuk membatasi pendanaan AS kepada negara itu.
“Amerika Serikat akan menggunakan berbagai metode untuk mendukung status Taiwan di arena internasional.”
Ketua Kehormatan Komite Urusan Luar Negeri DPR-AS, Heana Ros-Lehtinen mengatakan bahwa, Tiongkok komunis berupaya untuk mengisolir Taiwan melalui tekanan diplomatik luar negeri mereka, dengan tingkat risiko yang telah naik pesat. AS tidak akan membiarkan Beijing untuk terus menindas negara sekutu.
Amerika menghimbau negara demokrasi untuk bersatu dan mencegah agar tindakan Tiongkok komunis tersebut tidak menyebar terus. (Wen Pu/ET/Sinatra/waa)
Video Pilihan :
https://youtu.be/fTKcu82AtsA