Epochtimes.id- Sebanyak 85 desa di Myanmar dilanda banjir setelah sebuah bendungan jebol. Bendungan ini meluapkan air yang memutus jalan raya utama. Banjir memaksa lebih dari 63.000 orang meninggalkan rumah mereka.
Laporan ini disampaikan oleh sebuah surat kabar yang dikelola negara pada Kamis (30/08/2018).
Bencana ini menyoroti tentang kekhawatiran keamanan bendungan di Asia Tenggara. Ini setelah runtuhnya bendungan hidroelektrik bulan lalu di negara tetangga Laos yang menelantarkan ribuan orang dan menewaskan sedikitnya 27 orang.
Petugas pemadam kebakaran, tentara dan otoritas setempat melancarkan upaya penyelamatan pada Rabu lalu.
Wakil administrator Yedashe, Min Thu, mengatakan pada Kamis pagi air surut. Tetapi dua orang masih hilang dan dikhawatirkan telah hanyut.
“Orang-orang yang desa-desanya berada di dataran tinggi sedang mempersiapkan untuk kembali ke desa mereka,” katanya kepada Reuters.
Lalu lintas antara kota-kota utama Myanmar di Yangon, Mandalay dan ibu kota, Naypyitaw, terganggu. Ini setelah banjir merusak jembatan di jalan raya yang menghubungkan antar kota-kota.
Kini pekerjaan perbaikan bendungan sedang berlangsung. Seorang pejabat irigasi di Departemen Pertanian, Peternakan dan Irigasi, Kaung Myat Thein, mengatakan penyelidikan akan mencari penyebab jebolnya bendungan tersebut.
“Dinding penahan dari spillway tertanam ke fondasi sekitar 4-5 feet, menyebabkan banjir, tetapi bendungan utama masih utuh,” kata Kaung Myat Thein.
Beberapa hari sebelum kejadian, pihak berwenang telah memberikan semua rincian tentang bendungan tersebut. Meskipun ada kekhawatiran warga tentang kelebihan penampungan seperti dilaporkan media yang dikelola pemerintah.
Kaung Myat Thein mengatakan bendungan itu secara rutin diinspeksi dan keruntuhan spillway tidak dapat diprediksi.
“Kami tidak bisa tahu satu hari sebelumnya, satu jam sebelumnya,” katanya.
Ketika air banjir surut, para pemuka masyarakat berkumpul di Oo Yin Hmu, sebuah desa yang berpenduduk sekitar 1.000 orang hanya beberapa mil di hilir dari bendungan.
Seorang warga, Zaw Zaw mengatakan lahan sawah yang membentang dari tepi desa dilanda banjir. Kejadian ini menyebabkan warga menunggu bertahun-tahun sebelum mereka kembali dapat bercocok tanam.
Warga melarikan ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari banjir. Meski demikian banyak yang kehilangan rumah dan harta benda mereka. Diharapkan warga mendapatkan kompensasi.
“Rumah saya berada di bagian utara desa dan semua rumah di bagian utara tidak bertahan,” kata Pan Ei Phyu, 24, seorang warga desa yang melarikan diri bersama keluarganya, kerbau dan sapi.
“Semua lahan pertanian saya berubah menjadi lumpur sekarang. Saya tidak punya tanah atau apa pun lagi. Saya tidak tahu harus berbuat apa, ” ujarnya. (asr)
Sumber : Reuters via The Epochtimes