EpochTimesId – Situasi keamanan bagi wartawan di Meksiko sebanding dengan sejumlah zona perang, dan itu semakin parah. Demikian dikatakan oleh pendukung kebebasan pers.
Pembunuhan seorang kameraman terjadi di kota wisata, Cancún baru-baru ini. Ini adalah serangan fatal terbaru bagi pekerja media yang menjadi berita utama.
Javier Enrique Rodríguez Valladares, yang bekerja untuk stasiun televisi lokal Canal 10, ditembak mati di kawasan resor pantai pada pukul 18.00 malam, pada 29 Agustus 2018, seperti dikabarkan sejumlah media lokal.
The Committee to Protect Journalists (CPJ/Komite untuk Perlindungan Wartawan) melaporkan bahwa kameraman 31 tahun itu akan menikah pada 31 Agustus 2018. Namun, dia justru ditembak mati bersama orang lain ketika transaksi jual beli mobil.
Banyak wartawan Meksiko harus mencari sumber pendapatan lain. Sebab gaji dan pendapatan resmi yang ditawarkan dari majikan utama mereka sangat buruk.
Kantor jaksa agung untuk negara Quintana Roo mengumumkan bahwa sejauh ini tidak ada indikasi bahwa kematian Rodríguez Valladares terkait dengan pekerjaannya. Namun, motif pembunuhan belum ditentukan.
Dia telah menjadi wartawan ketiga yang dibunuh di Quintana Roo, hanya dalam waktu dua bulan. Sebelumnya ada Rubén Pat Cauich José dan Guadalupe Chan Dzib, yang juga ditembak mati.
Pembunuhan itu bahkan membuat tempat bekerja kedua wartawan tersebut, Semanario Playa News, untuk tutup. Sejauh ini tidak ada tersangka yang ditangkap dalam kedua kasus tersebut.
Kematian wartawan di Quintana Roo ini adalah bagian dari pola baru yang berbahaya di negara bagian yang sebelumnya tidak pernah berada di antara yang paling berbahaya bagi para wartawan di Meksiko. Namun, kurangnya kemajuan dalam penyelidikan adalah kondisi yang biasa terjadi di negara ini.
“Sayangnya dengan kasus jurnalis, khususnya, peringkat impunitas sebenarnya lebih tinggi daripada dengan warga pada umumnya,” Jan-Albert Hootsen, perwakilan CPJ di Meksiko, mengatakan kepada The Epoch Times.
“Hanya sekitar dua setengah persen dari semua kasus kekerasan, dan itu tidak hanya yang mematikan. Tetapi semua jenis kekerasan terhadap wartawan yang pernah terjadi, mengarah pada aktivitas profesi.”
CPJ selama ini melacak kasus-kasus dimana para tersangka pembunuh jurnalis tidak ditangkap. Lembaga itu juga memberikan ‘indeks impunitas’ (terbebas dari penegakan hukum) ke masing-masing negara yang memiliki kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan. Meksiko memiliki indeks impunitas tertinggi keenam tahun lalu.
“Kami melihat negara-negara seperti Irak, Yaman, Filipina, dan Suriah (pada peringkat tertinggi impunitas). Tiga di antaranya adalah zona perang aktif dan Meksiko tidak, jadi itu memberi tahu Anda banyak hal.”
“Pejabat publik dan anggota kejahatan terorganisasi, adalah dua sumber pelaku utama kekerasan dan ancaman terhadap jurnalis. Kami yakin mereka tidak akan pernah dihukum jika mereka mengancam atau menyerang wartawan,” lanjut Hootsen.
Impunitas adalah penyebab nomor satu dari kekerasan yang terus berlanjut. Dia mengatakan ‘kerangka kelembagaan yang lemah’ di Meksiko adalah penyebab ke-dua.
Jumlah jurnalis yang tewas di Meksiko akibat pekerjaan mereka mencapai lebih dari 100 orang sejak tahun 2000, menurut sejumlah organisasi ‘kebebasan berbicara’ yang berbeda. Menurut CPJ, tahun lalu adalah yang paling mematikan dengan 11 korban jiwa. Tahun ini, selama delapan bulan berjalan sudah ada tujuh wartawan yang terbunuh.
Rodríguez Valladares belum ada dalam daftar itu, mengingat pembunuhannya sejauh ini dianggap tidak terkait dengan pekerjaannya. Akan tetapi, ‘rasa sakit’ akibat kehilangan seorang sosok jurnalistik akibat kekerasan merajalela di Meksiko, tidak kalah tajam, bagi mereka yang mengenal sosoknya.
Germán Espiridión, dari Quintana Roo dan situs berita Yucatán Balcón, memposting video ke Facebook. Mereka memuji Rodríguez Valladares sebagai, “Seorang teman baik, muda, memiliki masa depan dan sangat berbakat. Untuk tunangannya, kami tidak sanggup berkata-kata. Kami sangat sedih dan kaget.”
Hootsen mengatakan situasi bagi wartawan semakin buruk. Sebuah tren yang sejajar dengan kekerasan umum dan tingginya tingkat pembunuhan di negara itu.
“Kekerasan mematikan terhadap jurnalis, yang merupakan indikator paling penting tentang seberapa buruk situasi ini, berjalan biasanya sejajar dengan konteks kekerasan umum [di Meksiko].”
Dalam kasus baru lainnya, Luis Pérez García, yang memimpin dan menerbitkan sebuah majalah kecil bernama Encuesta Hoy di Mexico City, ditemukan dipukul sampai mati di rumahnya pada 23 Juli tahun ini.
Pria 80 tahun itu tinggal sendirian di sebuah rumah mungil di lingkungan kumuh Juan Escutia. Kawasan itu berbatasan dengan jalan raya 150D, yang melaju keluar dari kota menuju Puebla.
Dinas layanan darurat dipanggil ke rumahnya. Awalnya warga mengira penghuninya meninggal karena sesak napas. Akan tetapi, otopsi mengungkapkan bahwa korban menderita trauma kepala yang disebabkan oleh pukulan benda tajam.
Kemungkinan pembunuhnya membakar rumah untuk mencoba dan menutupi jejak. Sekali lagi, pembunuhan ini juga tidak dikaitkan dengan pekerjaannya oleh pihak penegak hukum. Namun, keluarganya terlalu takut untuk berbicara dengan asosiasi advokasi pers, menurut Reporteros Sin Fronteras.
Seorang mantan rekan kerja yang dihubungi oleh The Epoch Times tidak bersedia diwawancarai untuk berita ini. Tetangga García sejak delapan tahun lalu, Miguel Angel Morales Garza, 51 tahun, menggambarkan García sebagai orang yang ‘tenang dan pendiam’, yang mengabdi pada profesinya.
“Saya tidak bisa menjelaskan mengapa itu terjadi, mengapa ada yang ingin melakukan hal semacam itu atau apakah itu karena fakta pekerjaannya,” kata Garza.
“Kami tinggal hanya beberapa meter dari satu sama lain begitu lama. Sangat menyedihkan.” (TIM MACFARLAN/The Epoch Times/waa)
Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA