BEIJING – Tiongkok melaporkan kasus baru flu babi Afrika di Kota Wuxi di Tiongkok timur Provinsi Jiangsu pada 3 September, menimbulkan kekhawatiran bahwa penyakit tersebut dapat mempengaruhi mata pencaharian para petani karena penyakit ini menyebar dengan cepat di produsen daging babi top dunia.
Beberapa jam sebelumnya, kementerian pertanian telah mengkonfirmasi wabah penyakit kedua di Kota Xuancheng di provinsi timur Anhui, yang terjadi di sebuah peternakan kecil dengan 308 babi, telah menewaskan 83 ekor.
“Sepertinya itu akan meningkat,” kata Pan Chenjun, analis senior di Rabobank, menambahkan bahwa dia mengharapkan para petani untuk mulai menjual babi sebelum mereka terpaksa harus kehilangan hewan jika penyakit tersebut menyerang peternakan mereka sendiri atau tetangga.
“Saya pikir dalam beberapa hari mendatang mereka akan mengakhiri usaha ternak mereka,” katanya. Itu akan merugikan harga untuk semua petani, bahkan mereka yang mampu mencegah penyakit tersebut.
Tiongkok kini telah menemukan delapan kasus penyakit mematikan tersebut di lima provinsi: di Liaoning di timur laut Tiongkok, di Henan di bagian tengah, dan di provinsi timur Anhui, Jiangsu, serta Zhejiang.
Kementerian Pertanian Tiongkok mengatakan pada 2 September akan menutup pasar-pasar babi hidup di provinsi-provinsi yang terkena dampak. Juga memberlakukan larangan mengangkut babi dan produk-produk daging babi dari provinsi-provinsi itu, langkah paling drastis yang diambil sejauh ini, dan satu set larangan yang memiliki dampak besar di seluruh rantai pasokan.
Larangan tersebut akan secara efektif mencegah rumah-rumah jagal (pemotongan hewan) dan pabrik-pabrik pengolahan daging dalam menggunakan babi atau daging babi dari daerah yang terkena dampak. Menghentikan babi dan produk-produk babi untuk diangkut keluar dari daerah-daerah tersebut juga akan menyebabkan gangguan besar bagi petani, pedagang, dan rumah pemotongan hewan.
“Ini akan menjadi situasi yang sangat serius bagi perusahaan besar dengan beberapa peternakan di timur laut,” kata Pan.
Provinsi timur laut tidak memiliki kapasitas rumah jagal yang cukup dan biasanya mengangkut babi ke provinsi di selatan.
Di Provinsi Henan, salah satu daerah penghasil babi terbesar di Tiongkok, stok hewan melonjak karena para petani di sana tidak dapat lagi menjual hewan ke wilayah lain, kata seorang agen bernama Ni yang mengangkut babi di sekitar provinsi tersebut.
“Saya belum punya bisnis dalam dua hari terakhir karena ada terlalu banyak babi di pasar. Harganya buruk dan tidak banyak permintaan,” katanya. Ni mengatakan ia biasa mengangkut hingga 700 babi sehari, tetapi volume saat ini sekitar 700 seminggu.
Pemerintah juga mengatakan babi-babi hidup dari provinsi yang tidak terkena dampak tidak dapat diangkut melalui tempat yang telah dilaporkan terinfeksi.
Sampai saat ini, pihak berwenang hanya menghentikan transportasi babi dan produk-produk serta menutup pasar-pasar babi hidup di dalam dan di sekitar area yang terinfeksi.
“Biaya akan naik dan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk membawa babi ke area konsumsi,” kata Ni.
Kementerian tersebut mengatakan telah memusnahkan lebih dari 38.000 babi pada 1 September ketika mencoba untuk menahan wabah.
Virus ini ditularkan oleh kutu dan kontak langsung antar hewan, dan juga dapat melakukan perpindahan melalui makanan yang terkontaminasi, pakan hewan, dan orang-orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tidak ada vaksin untuk penyakit ini, tetapi tidak berbahaya bagi manusia. (ran)