Generasi berikutnya dari teknologi komunikasi seluler nirkabel, yang dikenal sebagai 5G, dianggap sebagai kunci untuk merevolusi berbagai industri: transportasi, perawatan kesehatan, dan manufaktur, sampai cukup banyak nama lainnya. Negara-negara saat ini bersaing untuk kepemimpinan di 5G karena ia dipandang penting untuk pertumbuhan ekonomi.
Ambisi Tiongkok dalam lomba 5G dinyatakan secara jelas dalam kebijakan nasionalnya. Pada Mei 2015, ketika Beijing pertama kali meluncurkan program “Made in China 2025”, ia menyerukan “terobosan komprehensif dalam teknologi 5G.” Ambisi 5G rezim ditekankan lagi dalam Rencana Lima Tahunan ke 13 (2016-2020), dengan menyebut untuk “aktif mendorong teknologi 5G maju dan teknologi ultra-broadband, dan untuk memulai komersialisasi 5G.”
Namun dalam beberapa hari terakhir, pemerintah India dan operator seluler terbesar Korea Selatan telah menolak penggunaan layanan telekomunikasi Tiongkok tersebut untuk jaringan 5G mereka.
Departemen Telekomunikasi India (DoT) mengumumkan bahwa mereka telah mengecualikan dua perusahaan telekomunikasi utama Tiongkok, Huawei dan ZTE, dari daftar mitra untuk pengembangan jaringan 5G di negara tersebut, menurut artikel 17 September oleh surat kabar berbahasa Inggris India, Economic Times (ET).
“Kita telah menulis kepada Cisco, Samsung, Ericsson, dan Nokia, dan para penyedia layanan telekomunikasi untuk bermitra dengan kita untuk memulai uji coba berbasis teknologi 5G, dan mendapat respon positif dari mereka,” Aruna Sundararajan, sekretaris telekomunikasi India dan ketua komisi telekomunikasi negara tersebut, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan ET.
Untuk 5G, India telah memilih untuk bekerja dengan hampir semua perusahaan telekomunikasi besar di dunia, kecuali Tiongkok: Cisco adalah konglomerat berbasis teknologi AS, sementara Samsung berbasis di Korea Selatan, Ericsson di Swedia, dan Nokia di Finlandia.
“Ini tampaknya lebih merupakan langkah untuk membatasi hubungan pemerintah dengan para pembuat peralatan Tiongkok tersebut mengingat sifat sensitif tentang masalah keamanan, terutama setelah apa yang terjadi di beberapa negara lain,” seorang eksekutif industri India, yang meminta untuk tidak diidentifikasi, mengatakan kepada ET. Eksekutif tersebut tidak menjelaskan lebih lanjut.
Negara-negara lain telah membangkitkan kekhawatiran mereka tentang kemungkinan Tiongkok melakukan spionase melalui Huawei dan peralatan ZTE. Pada bulan Agustus, pemerintah Australia telah memblokir perusahaan-perusahaan tersebut dalam memasok peralatan untuk jaringan 5G yang direncanakan negara, untuk “melindungi keamanan informasi dan komunikasi Australia setiap saat,” menurut pernyataan yang dikeluarkan pada 23 Agustus.
Sementara itu, Amerika Serikat telah melarang Huawei memberikan penawaran untuk kontrak-kontrak pemerintah. Pada bulan Mei, Pentagon memerintahkan semua toko di pangkalan militer AS untuk meniadakan ponsel-ponsel pintar yang dibuat oleh Huawei atau ZTE, untuk menghindari resiko keamanan bagi para anggota militer AS.
Huawei memiliki ikatan kuat dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Salah satu pendirinya, Ren Zhengfei, adalah mantan insinyur militer Tiongkok (dikenal sebagai Tentara Pembebasan Rakyat), dan mantan perwakilan Kongres Rakyat Nasional, legislatif stempel karet Tiongkok.
ZTE juga dianggap oleh para ahli dan anggota parlemen AS sebagai terlalu nyaman dengan rezim Tiongkok. “Huawei dan ZTE adalah alat yang digunakan untuk mencapai tujuan Partai Komunis Tiongkok untuk mendominasi, dan kita harus memperlakukan mereka dengan cara apapun,” menurut Richard Fisher, rekan senior di Pusat Kajian dan Strategi Internasional, sebuah lembaga pemikir AS.
Beberapa hari sebelum keputusan India tersebut, pilihan yang sama telah dibuat di Korea Selatan.
SK Telecom, operator seluler terbesar Korea Selatan, memilih Samsung Electronics, Ericsson, dan Nokia untuk menyediakan peralatan yang diperlukan untuk jaringan 5G, menurut artikel 14 September oleh Kantor Berita Korea Selatan, Yonhap. Perusahaan mengatakan ia mengesampingkan Huawei dalam keputusan akhir, tanpa memberikan penjelasan. Sebelumnya pada bulan Maret, CEO SK Telecom Park Jung-ho mengatakan kepada The Korea Herald bahwa dia tidak yakin menggunakan Huawei karena masalah keamanan.
Sebuah surat kabar Korea Selatan, Korea Joongang Daily, mengatakan bahwa itu masih harus dilihat perusahaan mana yang akan dipilih oleh KT dan LG Uplus, dua operator seluler utama Korea Selatan lainnya, untuk peralatan 5G mereka. Memilih Huawei akan menjadi “keputusan berhemat” tetapi akan mendatangkan masalah keamanan, Korea Joongang Daily menyimpulkan.
Bates Gill, profesor studi keamanan Asia-Pasifik di Sydney’s Macquarie University, menjelaskan bahwa jaringan 5G adalah infrastruktur penting untuk negara manapun. Dalam artikel 3 September yang diterbitkan di Korea Selatan, Korea Times, ia mengajukan pertanyaan tentang apakah warga Korea Selatan menjadi khawatir tentang kehadiran Huawei.
“Pengetahuan orang dalam tentang jaringan 5G tersebut, yang dimiliki oleh para pembangun dan operatornya, tidak hanya sebatas dapat menyediakan akses untuk informasi sensitif dalam sistem tersebut, seperti jaringan transportasi dan energi, pasokan air, jasa keuangan dan perbankan, tetapi juga dapat memungkinkan para pembangun dan operator tersebut untuk mengganggu sistem tersebut jika mereka mau, ”kata Gill.
Hubungan dekat Huawei dengan rezim Tiongkok juga menjadi perhatian, tambah Gill, dengan mengatakan bahwa, “Partai Komunis Tiongkok memiliki pengaruh besar atas perusahaan-perusahaan dan warga Tiongkok untuk mewajibkan mereka bertindak demi tujuan Partai dan kepentingan pemerintah.” (ran)