Zhou Xiaohui
Dalam perang dagang AS-RRT, meriam bea masuk USD 200 milyar telah resmi ditembakkan.
Walaupun kedua pihak AS dan RRT tengah mempersiapkan perundingan tahap selanjutnya, namun tanggal 17 September lalu Trump tetap mengumumkan pungutan bea masuk terhadap komoditas berskala USD 200 milyar resmi diterapkan mulai tanggal 24 September, menyatakan perang dagang AS-RRT makin memanas. Faktanya, pada meriam yang baru ditembakkan Trump ini, terdapat empat hal penting yang perlu dicermati.
1. Trump Persiapkan Perang Jangka Panjang, Hadapi Perang Dalam Tiga Tahap
Walaupun banyak media massa sayap kiri sengaja melukiskan pemerintahan Trump dengan istilah “kacau balau” dan “plin-plan”, tapi sebenarnya pemerintahan Trump relatif mahir merencanakan strategi, bertahan dan menyerang cukup teratur.
Seperti perang dagang yang terjadi saat ini, telah direncanakan strategi tiga tahap:
1.Tanggal 24 September hingga 31 Desember 2018, merupakan “masa perundingan hangat”. Komoditas senilai USD 200 milyar dipungut bea masuk 10%, ditambah lagi dengan faktor melemahnya mata uang RMB, bea masuk ini berdampak paling kecil terhadap pihak AS maupun RRT, bermanfaat bagi perundingan bilateral, sekaligus juga mendatangkan tekanan dalam tingkat tertentu pada PKT.
Walaupun dalam tiga bulan terakhir negosiasi kedua pihak tetap menemui jalan buntu, tidak berdampak terlalu besar terhadap musim belanja akhir tahun di AS, memastikan warga AS dapat melalui tahun baru dengan tenang.
2. Mulai 1 Januari 2019, memasuki “masa perundingan dengan tekanan tambahan”. Terhadap produk senilai USD 200 milyar akan dikenakan bea masuk sebesar 25%, ini akan memberikan tekanan bea masuk tinggi yang sangat signifikan bagi pihak RRT dan kalangan bisnisnya. Walaupun PKT berniat mengurangi beban bea masuk dengan memanfaatkan melemahnya nilai tukar RMB dan pengembalian pajak ekspor untuk menutupi kerugian yang dialami pengusaha, pada saat itu juga akan menghadapi risiko lain, yang akan dibahas di akhir artikel ini.
3. Jika PKT membalas hal yang sama pada petani atau industri AS, maka akan segera memasuki “masa perang menyeluruh”.
Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menjelaskan, pada saat itu AS akan “memungut bea masuk terhadap produk RRT lainnya senilai USD 267 milyar”. Dengan kata lain, pada saat itu, semua produk dari RRT yang masuk ke AS akan diselimuti oleh api perang dagang secara menyeluruh, dengan skala yang belum pernah ada sebelumnya, dan dampak yang luar biasa besar.
II. Sebelum Pemilu Paruh Waktu Sulit Dapatkan Hasil, Trump Gunakan Perang Dagang Untuk Dukung Perang Kampanye
Dilihat dari situasi saat ini, kedua negara akan sangat sulit mencapai kesepakatan dalam waktu dekat.
Pihak RRT masih menempuh taktik ulur waktu, menantikan hasil pemilu paruh waktu mendatang, baru akan bersikap. Sedangkan pihak AS sangat menguasai hal ini, oleh karenanya strategi perang dagang saat ini sebenarnya juga sekaligus untuk mendukung perang kampanye pada pemilu paruh waktu.
Begitu api peperangan ini menjalar hingga tahun depan, prosesnya akan membuat kalangan bisnis melihat jika PKT tidak mau meninggalkan cara dagang yang tidak adil dan tetap ingin mencari keuntungan sepihak dari AS, pada saat itu bea masuk akan dinaikkan sampai 25%, juga dapat mengurangi suara protes.
III. RMB Melemah Imbangi Bea Masuk? PKT Bisa Dianggap Sebagai Negara Pengendali Nilai Tukar
Untuk menghadapi perang dagang ini, sebelumnya PKT telah membuat RMB melemah drastis, sejak Maret lalu hingga sekarang turun sebesar 10%; ditambah lagi dengan pengembalian pajak ekspor yang diumumkan PKT beberapa hari lalu, paling tinggi mencapai 16%, kedua tindakan ini dianggap untuk mengimbangi bea masuk AS yang tinggi.
Namun melemahkan nilai tukar RMB, meningkatkan ekspor dengan pengembalian pajak, mungkin dapat mengurangi biaya bea masuk, tapi mungkin juga akan mendatangkan risiko lebih besar bagi RRT.
Pertama, adalah pengendalian nilai tukar RMB yang justru akan berisiko terkena cekal moneter. Departemen Keuangan AS tanggal 15 Oktober mendatang akan mengumumkan laporan semester pengendalian nilai tukar mata uang, jika pihak AS menilai PKT adalah negara pengendali nilai tukar mata uang, pada saat itu mungkin akan diberlakukan sejumlah sanksi baru terhadap PKT, antara lain: membekukan asset para penguasa PKT dan BUMN yang ada di luar negeri, membatasi hubungan dagang negara lain dengan PKT sampai diberlakukan sanksi moneter yang lebih keras lagi terhadap PKT.
IV. Tekanan Bisnis di RRT Meningkat, Percepat Perpindahan Ke Luar Negeri
Sejak dimulainya perang dagang AS-RRT tanggal 6 Juli lalu, meriam terkuat AS bukan bea masuk, melainkan perang psikologi.
Banyak perusahaan asing dan Taiwan berangsur memindahkan kapasitas pabriknya ke luar negeri, bahkan bisnis teknologi canggih yang bernilai investasi raksasa (seperti Foxconn) juga telah berencana keluar dari RRT, dan mengalihkan investasinya ke India, Amerika, dan lain-lain.
Ditambah lagi pihak AS mengumumkan tahun depan bea masuk akan dinaikkan sampai 25% dan berikutnya masih ada peledak sebesar USD 267 milyar akan segera dilemparkan, serta kemungkinan PKT akan masuk ke dalam daftar negara pengendali kurs dan berbagai faktor lainnya, semua itu menimbulkan tekanan psikologis yang sangat besar bagi perusahaan asing maupun RRT sendiri.
Dengan kata lain, lingkungan industri Tiongkok sudah tidak lagi memiliki stabilitas jangka panjang yang dibutuhkan oleh bisnis, sebaliknya menyebar begitu banyak ketidak stabilan, menyebabkan biaya risiko bisnis menjadi terlalu tinggi.
Oleh sebab itu bisa diprediksi, perusahaan asing dan Taiwan, bahkan perusahaan RRT pun belum tentu akan bertahan tetap tinggal di RRT hanya karena melemahnya nilai tukar RMB dan pengembalian pajak ekspor; sebaliknya mungkin akan semakin bertekad hengkang ke luar negeri, memindahkan semua asset dan kapasitasnya ke luar negeri, mencari basis produksi yang lebih rendah biaya dan lebih stabil untuk jangka panjang. (LIN/WHS/asr)