oleh Qin Yufei
Terjadi penarikan AS dari sejumlah perjanjian perdagangan sebelumnya, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia pada Minggu (30/09/2018) menyerukan perlunya segera melakukan reformasi sistem perdagangan multilateral.
Tantangan mendesak yang dihadapi saat ini adalah bahwa keunggulan unik dari WTO sedang disalahgunakan, tulis dalam laporan bersama ketiga lembaga tersebut.
Sejak tahun 2000 laju reformasi berjalan lamban. Perubahan mendasar dalam ekonomi modern yang saling berhubungan dan risiko pembalikan kebijakan perdagangan sudah mendesak kami untuk menghidupkan kembali reformasi kebijakan perdagangan.
Presiden Trump memberikan pidato di Majelis Umum PBB di New York pada 25 September, ia dengan jelas menunjukkan bahwa sistem perdagangan dunia sangat membutuhkan perubahan, dan Amerika Serikat tidak akan lagi menoleransi Tiongkok komunis mendistorsi pasar.
Trump mengatakan, “Banyak perwakilan dari negara yang berkumpul dalam aula ini akan setuju bahwa sistem perdagangan dunia sangat membutuhkan perubahan”.
Kanada dan Uni Eropa mempromosikan perubahan aturan WTO
Menyadari akan situasi WTO yang suram, negara-negara seperti Kanada dan Uni Eropa sedang mempersiapkan untuk memperbarui peraturan WTO yang telah ada selama 23 tahun.
Pada hari yang sama ketika Trump berpidato, AS, Jepang dan Eropa mengadakan pembicaraan tingkat menteri dan sepakat untuk bersama-sama mempromosikan reformasi sistem perdagangan WTO.
Laporan gabungan dari ketiga lembaga tersebut menguraikan langkah-langkah spesifik yang bertujuan untuk memodernisasi aturan WTO, termasuk berfokus pada peningkatan akses pasar untuk e-commerce, membuat struktur negosiasi lebih fleksibel dan membuat kebijakan perdagangan pemerintah lebih transparan.
WTO , IMF, dan Bank Dunia secara bersama – sama menghimbau pembentukan peraturan baru untuk mengatasi perluasan peran perdagangan elektronik, investasi dan perdagangan yang berorientasi layanan pada abad ke-21.
Peluang yang disajikan oleh teknologi informasi dan perubahan yang mendasar lainnya dalam ekonomi global belum tercermin dalam ranah modern kebijakan perdagangan, demikian tulis dalam laporan itu.
Lembaga arbitrase WTO menghadapi pembubaran
Laporan gabungan mendesak anggota WTO bekerja sama untuk menyelesaikan kebuntuan dalam sistem resolusi perselisihan WTO. Sistem ini mungkin menjadi lumpuh karena penolakan administrasi Trump untuk menunjuk anggota Badan Banding.
Pada tahun lalu, Amerika Serikat telah mencegah pengangkatan para ahli ke Badan Banding dengan alasan bahwa WTO memiliki kekuatan yang berlebihan. Badan Banding yang memiliki hak untuk mengambil keputusan akhir dalam perselisihan WTO.
Masa jabatan Hakim Besar WTO Shree Baboo Chekitan Servansingir berakhir pD 30 September. Dan Amerika Serikat menentang terpilihnya kembali. Dengan demikian setelah hari Minggu, komite tujuh orang anggota sekarang tinggal 3 yang tersisa, yang merupakan jumlah minimum yang diperlukan untuk menandatangani putusan. Jika tiga hakim tersebut perlu menghindari kecurigaan dalam kasus tertentu, maka seluruh mekanisme arbitrase akan berhenti.
Presiden Trump menentang pengangkatan hakim-hakim ini yang memiliki kekuatan arbitrase final atas sengketa perdagangan. Duta besar AS untuk WTO, Dennis Shea menuduh mereka memiliki terlalu banyak hak istimewa, melanggar aturan WTO dan mencampuri undang-undang AS.
Seorang pejabat AS menjelaskan alasan mengapa Amerika Serikat menolak hakim tersebut terpilih kembali : “Kami percaya bahwa masalah sistemik dari WTO masih belum terselesaikan”
WTO tidak mampu mengatasi praktik-praktik tidak adil dalam perdagangan Tiongkok
Pemerintahan Trump pernah menyatakan bahwa karena mekanisme penyelesaian sengketa di WTO telah rusak sehingga sengketa perdagangan tidak dapat lagi ditangani secara adil.
Ekonomi utama dunia yang dipimpin oleh Amerika Serikat mendirikan Organisasi Perdagangan Dunia di Jenewa pada tahun 1994 adalah demi membangun platform dan mekanisme pemrosesan untuk menyelesaikan sengketa perdagangan. Pada tahun 2001, organisasi ini menerima keanggotaan Tiongkok komunis dalam ekonomi non-pasar.
Dalam 20 tahun terakhir Tiongkok komunis telah menjadi target dari sebagian besar tuduhan dumping. Perusahaan milik negara Tiongkok dapat memperoleh tanah milik negara dengan harga rendah, mendapatkan pinjaman bunga rendah dari bank, dan menerima berbagai fasilitas dari pemerintah.
WTO tidak berdaya menghadapi tindakan Tiongkok komunis tersebut karena mereka tidak secara eksplisit tercakup dalam peraturan. Mark Wu, seorang profesor di Universitas Harvard menunjukkan bahwa struktur WTO saat ini tidak dapat mengatasi ekonomi yang digerakkan oleh negara seperti Tiongkok komunis ini. Sama seperti  menyamakan fungsi pagar sebagai dinding, itu hanya untuk membatasi gerakan orang baik-baik, tetapi tidak bisa digunakan untuk menghalangi perbuatan orang yang tidak bermoral.
Di bawah kebijakan perdagangan yang tidak adil dan tidak etis, Tiongkok komunis telah menciptakan surplus perdagangan besar dengan semua anggota WTO. Tahun lalu saja, surplus perdagangannya dengan Amerika Serikat mencapai USD. 375,2 miliar. Dalam 20 tahun terakhir, jumlah surplus yang terkumpul telah mencapai USD. 13 triliun yang tak pernah terjadi dalam sejarah umat manusia.
Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer mengatakan bahwa WTO tidak mampu menargetkan model ekonomi non-pasar seperti Tiongkok komunis. Dia juga mengatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahan besar bagi WTO yang mengizinkan Tiongkok komunis bergabung dalam WTO. (sin/asr)