EpochTimesId – Seorang imigran legal dari Nikaragua yang tinggal di Amerika Serikat, Amapola Hansberger, mengatakan ribuan pengembara imigran gelap sedang menabuh genderang perang. Kafilah migran berkekuatan sekitar 7.000 orang dan menuju ke perbatasan Meksiko-AS itu dinilai sebagai ‘tindakan perang’.
Hansberger mengatakan dalam siaran TV Fox News pada hari Senin, 22 Oktober 2018 lalu bahwa dia menjalani proses migrasi secara resmi dan normal dengan pergi ke kedutaan AS di negaranya. Dia mengaku mengisi formulir, dan menunggu sampai kedutaan menyetujui aplikasinya.
Dia membandingkan pengalaman itu dengan pengembara migran, yang penuh dengan migran dari Honduras, El Salvador, Guatemala, dan negara-negara lain yang berusaha memasuki Amerika Serikat tanpa persetujuan kedutaan AS sebelumnya.
“Kafilah adalah invasi dan tindakan perang yang didefinisikan sebagai tindakan agresi oleh negara terhadap negara lain yang merupakan ancaman langsung terhadap perdamaian,” kata Amapola Hansberger.
“Mereka adalah ancaman bagi keamanan nasional kita, karena hari ini bukan hanya negara yang berperang. Ini adalah kelompok seperti ISIS, Hizbullah, Hamas, Taliban, dan mereka telah menyatakan perang secara terbuka melawan Amerika Serikat, jadi dengan kebijakan perbatasan terbuka yang kami miliki, berapa banyak dari mereka ada di Amerika?”
Hansberger, pendiri komunitas imigran ‘Legal Immigrants for America (LIfA), kemudian bertanya-tanya seberapa besar kafilah itu harus tumbuh. Sehingga fakta dan kondisi saat ini menunjukkan dan mampu meyakinkan kepada para politisi dan rakyat AS, bahwa perbatasan tidak boleh terbuka untuk sembarang orang.
“Dan pada titik mana kita akan mampu mengatakan pada penyelenggara negara, bahwa mereka sedang melakukan tindakan perang? Apakah 40.000, ketika mereka mendatangkan 40.000 orang asing?” Dia bertanya kepada pembawa acara Fox News, Brian Kilmeade.
Hansberger mengatakan para migran sering menjadi yakin bahwa mereka adalah rakyat Amerika Serikat. Meskipun mereka tidak memiliki landasan hukum, terutama jika mereka datang hanya untuk menghasilkan uang. Beberapa migran di kafilah mengatakan bahwa mereka telah dideportasi sebelumnya, tetapi tidak peduli apakah mereka melanggar hukum untuk masuk kembali ke Amerika Serikat. Masuk kembali setelah deportasi adalah tindakan kejahatan.
Yang lain mengatakan mereka tidak dapat menemukan pekerjaan di negara mereka sehingga mereka bergabung dengan karavan itu dan ingin pergi ke Amerika, yang tidak memenuhi syarat bagi mereka untuk mendapat suaka.
“Mereka juga dicuci otak untuk percaya bahwa mereka termasuk rakyat Amerika Serikat dan bahwa mereka memiliki hak untuk masuk dan meminta manfaat,” kata Hansberger.
Bagi mereka yang percaya bahwa mereka memiliki klaim suaka yang sah, Presiden Donald Trump mengatakan mereka tidak akan dipertimbangkan jika mereka tidak mengajukan permohonan suaka di Meksiko terlebih dahulu.
“Upaya penuh sedang dilakukan untuk menghentikan serangan gencar orang asing ilegal dari melintasi Perbatasan Selatan kita. Orang-orang harus mengajukan permohonan suaka di Meksiko terlebih dahulu, dan jika mereka gagal melakukan itu, AS akan menolaknya. Pengadilan meminta AS untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan!” Kata Trump dalam tweet 21 Oktober 2018.
Dia secara konsisten mengatakan bahwa kafilah tidak akan diijinkan masuk ke Amerika Serikat. Trump bahkan mengancam untuk mengirim personil militer ke perbatasan untuk memastikan keamanannya. (ZACHARY STIEBER/NTD.TV/The Epoch Times/waa)
Video Pilihan :
https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ
Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA