Sebuah laporan baru telah mengkonfirmasi apa yang telah lama dipegang oleh banyak ekonom dan pembuat kebijakan: munculnya Tiongkok ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah sangat merugikan perekonomian AS.
Antara tahun 2001, ketika Tiongkok pertama kali memasuki WTO, dan tahun 2017, jumlah pekerjaan AS yang hilang sebagai akibat dari defisit perdagangan bilateral yang meningkat mencapai 3,4 juta, menurut analisis baru yang diterbitkan 23 Oktober oleh Economic Policy Institute, sebuah think tank (lembaga riset) yang berbasis di AS. Hampir tiga perempat dari pekerjaan yang hilang tersebut berada di manufaktur, dengan setiap negara bagian dan distrik kongres terkena dampaknya.
Para pekerja yang terlantar dari pekerjaan didorong masuk ke pekerjaan-pekerjaan di mana mereka memperoleh lebih sedikit penghasilan, menghasilkan kerugian upah bersih sekitar $37 miliar per tahun antara tahun 2001 dan 2011, karena perdagangan dengan Tiongkok, menurut laporan tersebut.
Defisit perdagangan saat ini dengan Tiongkok mencapai $50,1 miliar, rekor tertinggi, menurut data dari Departemen Perdagangan AS.
Temuan-temuan laporan tersebut secara efektif mendukung sikap keras pemerintah AS terhadap Tiongkok pada masalah perdagangan.
“Hubungan perdagangan AS-Tiongkok perlu mengalami perubahan mendasar,” para penulis laporan menyimpulkan. “Mengatasi perdagangan yang tidak adil, tenaga kerja yang menurun, dan standar-standar lingkungan di Tiongkok, serta mengakhiri manipulasi mata uang dan ketidakselarasan, harus menjadi prioritas utama perdagangan dan ekonomi kita dengan Tiongkok.”
‘HASIL SALING MENGUNTUNGKAN’
Para penulis laporan mencatat bahwa Amerika Serikat sejak awal mendukung masuknya Tiongkok ke dalam WTO, dengan berdasarkan argumen bahwa akses ke pasar Tiongkok akan mengarah pada peningkatan ekspor AS, menciptakan lapangan kerja bagi orang Amerika, dan mengecilkan defisit perdagangan.
Pada tahun 2000, saat itu Presiden Bill Clinton mengatakan perjanjian yang dinegosiasikan untuk masuknya Tiongkok akan menciptakan “hasil yang saling menguntungkan bagi kedua negara.”
Namun hasilnya, hampir dua dekade kemudian, adalah sebaliknya. Laporan tesebut menyebut Tiongkok melakukan “praktek perdagangan yang menyimpang” seperti memberikan subsidi kepada industry-industri domestik dan mendukung perusahaan-perusahaan milik negara, yang mengakibatkan kelebihan kapasitas untuk memproduksi barang yang jauh melampaui permintaan konsumen domestik.
“Tiongkok telah menangani masalah kelebihan pasokan tersebut dengan membuang ekspor di tempat lain, terutama di Amerika Serikat,” kata laporan.
Rejim Tiongkok juga terlibat dalam manipulasi mata uang, yang memperparah efek pasar AS yang dibanjiri oleh barang-barang Tiongkok yang murah.
Para penulis laporan tersebut memperoleh jumlah pekerjaan yang hilang dengan mengurangi peluang-peluang pekerjaan yang hilang karena impor dari yang diperoleh melalui ekspor. Karena impor dari Tiongkok meningkat secara dramatis sementara ekspor ke Tiongkok tumbuh jauh lebih sedikit, Amerika Serikat telah kehilangan pekerjaan di sector-sektor manufaktur seperti elektronik dan bidang-bidang teknologi tinggi lainnya; tekstil; logam primer; dan mesin. Negara ini juga kehilangan peluang untuk menumbuhkan lapangan kerja di industri-industri ekspor utama.
Industri komputer dan komponen elektronik adalah yang paling terpukul, kehilangan lebih dari 1,2 juta pekerjaan, yang menyumbang 36 persen dari total kerugian.
Tidak mengherankan, Tiongkok sekarang mendominasi industri ini, karena perusahaan-perusahaan teknologi terbesar di dunia memproduksi barang-barang mereka di Tiongkok.
Ke-10 negara bagian yang paling terpengaruh oleh hilangnya pekerjaan tersebut, ketika melihat kehilangan pekerjaan sebagai bagian dari total pekerjaan negara, adalah New Hampshire, Oregon, California, Minnesota, North Carolina, Rhode Island, Massachusetts, Vermont, Wisconsin, dan Texas.
Laporan tersebut juga memproyeksikan betapa berbedanya perekonomian AS akan terlihat jika ekspor AS ke Tiongkok meningkat pada tingkat yang sama dengan ekspor Tiongkok ke Amerika Serikat.
Ekspor AS ke Tiongkok akan bertumbuh menjadi $486,4 miliar, dengan industri berikut menuai manfaat paling banyak: peralatan transportasi (peningkatan ekspor sebesar $111,7 miliar); pertanian ($71,0 milyar); komputer dan komponen elektronik ($61 miliar); bahan kimia ($56.6 milyar); mesin ($33.6 milyar); dan produk makanan dan minuman ($12,8 miliar). (ran)
Rekomendasi video:
Trump Kembali Mengeluarkan Peringatan Kepada Organisasi Perdagangan Dunia
https://www.youtube.com/watch?v=X9J-MX8QL1Y&t=124s