Lin Yan
Pakar keamanan internet AS menyatakan, dalam kondisi tidak ada adanya perusahaan RRT seperti Huawei atau ZTE, semua negara bisa meluncurkan 5G; tapi sebaliknya, jika Huawei dan ZTE tidak memiliki teknologi milik AS, akan sangat sulit untuk mengembangkan produk 5G.
Wakil Direktur Center of Strategic and International Studies (CSIS) sekaligus pakar Keamanan Internet Senior James Lewis menulis laporan yang menyebutkan, semua negara bersikap waspada pada pengembangan 5G oleh Huawei dan ZTE, bukan karena takut bersaing atau dilampaui RRT. Melainkan karena adanya fakta bahwa PKT memata-matai warga di dalam negeri, dan membuat semua negara tidak bisa meredakan ancaman mata-mata dari perusahaan telekomunikasi RRT.
James Lewis pernah menjabat sebagai pejabat dinas luar negeri juga pejabat administratif senior di Kemenlu maupun Kemendag AS, sebagai pakar di bidang keamanan internet, ia telah berulang kali diundang untuk menghadiri dengar pendapat masalah keamanan internet di Kongres.
Laporan terbarunya yang berjudul “How 5G Will Shape Innovation and Security: A Primer” secara rinci menjelaskan ranking perusahaan di balik teknologi penting 5G, hubungan kompleks antar teknologinya dan kondisi bottleneck yang dialami Komunis Tiongkok saat ini dalam mengembangkan teknologi 5G ini.
Teknologi komunikasi seluler 5G sangat penting dalam penggunaan sipil maupun militer, fokus persaingan di masa depan akan terpusat pada masalah kekayaan intelektual 5G, standard dan hak ciptanya.
Intinya, saat ini perusahaan RRT masih mengandalkan teknologi komponen 5G canggih yang disediakan oleh perusahaan Barat, sangat jelas perusahaan Barat unggul dalam persaingan 5G ini, khususnya karena investasi dalam hal riset 5G oleh perusahaan Barat jauh melampaui yang dilakukan RRT, jumlah hak cipta 5G yang mereka miliki adalah 10 kali lipat dari yang dimiliki perusahaan RRT.
Ranking Perusahaan Dunia Pemilik Teknologi Inti 5G
Sisi luar jaringan internet 5G berawal dari berbagai jenis gadget para penggunanya, seperti ponsel, komputer, perangkat internet, mobil otonom dan lain-lain. Semua peralatan ini melakukan pengiriman dan penerimaan data lewat jaringan internet 5G, sementara produsen bertanggung jawab menciptakan berbagai jenis peralatan yang akan digunakan pada 5G.
Luasnya peralatan yang terkait dengan 5G melibatkan 8 komponen inti (lihat gambar). Di dalam komponen inti ini, perusahaan AS dan Eropa, khususnya perusahaan besar teknologi AS adalah para pelaku terkuat dalam hal pengembangan dan penyebaran teknologi 5G; di saat yang sama, dalam hal teknologi inti lainnya seperti jaringan antena, data converter dan FPGA, akan lebih menjerat leher Huawei dan ZTE.
Berikut berdasarkan prinsip teknologi 5G akan dijelaskan terbentuknya komponen intinya:
Pertama-tama adalah jaringan akses nirkabel. Teknologi 5G menggunakan gelombang radio dengan frekuensi yang lebih tinggi dan dengan jarak efektif yang lebih pendek, yang akan menyediakan cakupan jaringan akses nirkabel bagi peralatan para pengguna, akses dibentuk oleh beberapa stasiun basis, ini adalah koneksi pertama bagi mayoritas peralatan 5G untuk mencoba menghubungkan dengan jaringan telekomunikasi.
Jaringan seluler membutuhkan unit antena untuk menangkap sinyal dari peralatan milik pengguna, juga membutuhkan banyak komponen pemrosesan elektronik untuk membersihkan, memperbesar, menyelaraskan dan rute untuk masuk dan keluarnya sinyal frekuensi radio.
Perbedaan 5G terletak pada, proses akses masuk pada jaringan 4G dilakukan oleh Building Baseband Units (BBUs) pada stasiun basis, sementara pada jaringan 5G aktivitas proses dilakukan di situs seluler lalu dialihkan ke BBUs yang terpusat dan berbasis di Cloud.
Selain itu, komponen penting yang digunakan 5G adalah termasuk jaringan antena dan chips pada data converter (semi konduktor yang mengubah sinyal radio analog menjadi sinyal digital).
Saat ini, teknologi jaringan antena yang dimiliki Alpha Wireless dan Ericsson adalah yang terkuat, kemudian disusul Galtronics dari AS. Chips pada alat data converter didominasi oleh dua perusahaan AS, yakni Texas Instruments dan Analog Devices.
Laporan Lewis khususnya menunjukkan, PKT telah berusaha membangun alat converter datanya sendiri, tapi gagal, ini mungkin merupakan salah satu teknologi yang akan mencekik leher PKT di masa mendatang.
Kemudian, transistor daya bersuara rendah dan power amplifier juga merupakan komponen kunci, yang bisa digunakan untuk memperkuat sinyal yang diterima pada antena kecil. Bidang ini juga hampir sepenuhnya dimonopoli oleh 4 perusahaan AS dan 1 perusahaan Uni Eropa.
Dalam penggunaan mendasar 5G, antena kecil juga masih membutuhkan “Field Programmable Gate Array” (FPGA) untuk menghubungkan BBU dengan jaringan transmisi, dan dua pemasok utama FPGA berasal dari Amerika, masing-masing adalah Intel dan Xilinx.
Terakhir, berbagai komponen ini akan membentuk sebuah “chipset”. Dilihat dari produsen chipset berskala kecil, walaupun ada satu perusahaan RRT merupakan milik Huawei, namun lainnya adalah perusahaan AS seperti Qualcomm, Intel, dan Cavium, serta NXP dari Uni Eropa dan Ericsson.
Huawei tidak mendominasi posisi utama di pasar ini, di saat yang sama perusahaan Amerika, Eropa dan Jepang yang memasok suku cadang chipset ini juga telah menduduki posisi dominasi.
“Pada mayoritas modul yang terkait 5G ini, Amerika dan Uni Eropa masih tetap merajai”, itu kesimpulan Lewis dalam laporannya, namun tidak bisa diabaikan, Amerika dan Uni Eropa juga harus menghadapi tantangan dari perusahaan RRT dalam beberapa aspek.
Khususnya produsen chip AS Broadcom yang sangat penting bagi sasaran 5G bagi Huawei, mereka memasok prosesor yang mendukung jaringan telekomunikasi. Stasiun basis 5G Huawei adalah pusat pemrosesan sinyal yang terhubung dengan jaringan seluler, menggunakan FPGA.
PKT Subsidi Kembangkan 5G, Perusahaan Barat Hadapi Persaingan Tidak Adil
Model kejuaraan negara yang dibentuk oleh RRT telah mendorong Huawei ke bidang 5G, ini yang membuat Huawei meraih perkembangan dalam produksi peralatan telekomunikasi internet, saingan Huawei adalah Ericsson dan Nokia.
Di bidang router dan switch, pasar dikuasai oleh Cisco, Huawei, Nokia dan Juniper, dengan menguasai 90% dari pangsa pasar.
Akan tetapi teknologi router dan switch di 5G harus mengandalkan prosesor jaringan, dalam hal ini masih dikuasai oleh perusahaan AS. Tahun 2016, perusahaan AS Intel dan Broadcom memimpin di pasar silicon jaringan, saingan lain antara lain Hi-Silicon (milik Huawei), Qualcomm dan TI dari AS, namun produksi silicon jaringan ini sebagian besar tersebar di Taiwan (49%) dan Tiongkok (17%).
Lewis menyatakan, rantai pasokan 5G memiliki keterkaitan internal yang rumit, kondisi saat ini adalah jika tidak memiliki komponen kunci dari AS, maka produksi 5G RRT pun tidak akan bisa berjalan, namun komponen kunci dari AS sendiri juga menggunakan komponen yang diproduksi di Tiongkok.
Menurut Lewis, Huawei dan ZTE mendapat subsidi besar dari pemerintah RRT, dan berkembang karena mendapat keunggulan intelijen mata-mata.
“Kebijakan subsidi keuangan oleh PKT ini membuat 5G sudah bukan lagi persaingan antara perusahaan dengan perusahaan, tapi sudah menjadi persaingan antara negara pasar dengan negara dominasi pemerintah.” Demikian kesimpulan Lewis.
Mengapa Barat Tidak Bisa Menerima Huawei dan ZTE
Pada saat CFO Huawei Meng Wanzhou ditangkap di bandara di Kanada tanggal 1 Desember lalu karena terlibat konspirasi penipuan bank dan diminta untuk dideportasi oleh Amerika, Huawei sebagai juara di negara RRT dan berita tentang satu persatu negara melarangnya memasuki jaringan 5G juga menggemparkan.
Semua negara tengah mempertimbangkan menerima perusahaan RRT yang memiliki kedekatan dengan PKT dalam jaringan 5G, atau komponen yang diproduksi RRT akan menjadi ancaman keamanan dalam bagian industri jaringan 5G yang rumit. Apa sebenarnya risiko ancaman tersebut?
Lewis memberikan sebuah ilustrasi sederhana, misalnya orang yang membantu Anda memperbaiki rumah ingin menerjang masuk ke rumah Anda, orang itu memiliki keunggulan, karena ia tahu denah rumah, sistem listrik dan titik akses, mungkin saja ia masih menyimpan kunci, bahkan mungkin diam-diam bisa memasuki rumah.
“Konstruksi dan peralatan untuk maintenance jaringan inti memberikan keunggulan ini”, demikian imbuhnya.
Lewis menyatakan, dalam persaingan antar perusahaan atau antar negara persaingan sengit di bidang 5G ini tidak mengherankan, jika perusahaan RRT beroperasi di lingkungan bisnis yang normal menjadi pemasok 5G tidak menjadi masalah.
Ia bahkan mengatakan, jika perusahaan RRT sama seperti perusahaan lain, bersaing di pasar global dengan teknologi sebagai basic, sangat mungkin mereka akan bisa melakukan lebih baik. Namun pemerintah RRT tidak akan memberikan kesempatan itu bagi perusahaan RRT.
“Walaupun perusahaan-perusahaan RRT itu berharap dapat mandiri, atau mereka sendiri ingin melepaskan diri dari ketergantungan dan kendali Beijing, serta beroperasi layaknya perusahaan Barat, mereka tetap tidak memiliki opsi ini,” kata Lewis.
Dalam laporan Kongres AS tahun 2012 disebutkan, Huawei dan ZTE adalah dua perusahaan RRT yang dikendalikan oleh pemerintah RRT, dan petinggi Huawei memiliki hubungan yang erat dengan badan intelijen RRT dan juga militer.
Lewis berpendapat, Huawei dan ZTE tidak kuasa menolak tuntutan pemerintah RRT, dan indikator penting untuk melihat bagaimana RRT akan memperlakukan pelanggan negara lain (melakukan aksinya) adalah dengan melihat bagaimana PKT memperlakukan rakyatnya sendiri: Pemerintah RRT tengah melakukan pengawasan menyeluruh terhadap setiap warganya.
“PKT adalah sumber kegiatan mata-mata yang paling aktif, mereka melakukan aksi mata-mata industri, pencurian kekayaan intelektual dan melakukan aksi di negara atau terhadap kelompok yang dianggap mengancam rezim RRT. Sasaran mereka menjangkau tidak hanya sampai ke Amerika, juga termasuk negara mana pun yang mereka tertarik atas informasinya.”
Dalam laporan ditulisnya, “Menurut laporan yang bisa diandalkan, PKT memanfaatkan sarana jaringan internet yang disediakan perusahaan untuk memberikan data intelijen selama hampir 20 tahun.”
Selain itu, RRT juga tidak mempedulikan kesepakatan tentang kegiatan mata-mata bisnis yang telah ditandatangani mereka dengan negara lain, dan di tahun 2017 aksi mata-mata oleh RRT terhadap negara AS, Eropa dan Asia telah mencapai skala yang belum pernah ada sebelumnya. James Lewis menyatakan, inilah alasan 5 negara Barat melarang keras Huawei atau realitanya melarangnya masuk ke jaringan 5G.
“Teknologi yang baik dan subsidi (dari pemerintah) yang membuat harganya murah telah membuat Huawei sangat menggiurkan bagi banyak negara, ditambah lagi Huawei adalah pemasok peralatan telekomunikasi yang unggul di dunia, namun Huawei juga mendatangkan kemungkinan bertambahnya ancaman intelijen PKT.”
“Laporan tentang ancaman dari peralatan telekomunikasi produk RRT sudah sangat banyak; dan negara yang membeli peralatan telekomunikasi dari RRT juga memiliki data membuktikan bahwa kegiatan mata-mata PKT memang benar terjadi, dan tidak bisa dihilangkan secara efektif,” lanjut Lewis. (SUD/WHS/asr)