Skandal Medis Kembali Terjadi di Tiongkok

Wailaike.net/ VOA

Skandal medis kembali terjadi di Tiongkok. Menurut laporan, cairan imunoglobulin yang diproduksi oleh Shanghai Xinxing Pharmaceutical Co, Ltd diduga terinfeksi HIV. Jumlah botol cairan untuk suntikan imunisasi yang saat ini terinveksi diketahui mencapai lebih dari 12.000 botol.

Setelah berita itu tersebar, masyarakat yang panik meneruskan berita melalui akun Weibo, tetapi takut dengan penyebaran beritanya yang semakin meluas, pihak berwenang segera melakukan pemblokiran.

Pada saat yang sama, pemerintah Tiongkok mengeluarkan sinyal yang bernada kontradiktif, di satu sisi mengharuskan semua unit yang terkait untuk segera menghentikan dan meretur produk termaksud. Namun, di sisi lain mereka mengatakan bahwa risiko terinfeksi HIV melalui obat ini sangat rendah, tampaknya mereka berusaha untuk menenangkan kepanikan masyarakat.

Mengapa skandal medis semacam ini acap terjadi di Tiongkok, dari vaksin palsu hingga suntikan yang terkontaminasi. Apa dampaknya terhadap kredibilitas pemerintah ?

Tiga orang tamu yang berpartisipasi dalam diskusi masing-masing adalah : Wei Bizhou, wakil pemimpin redaksi ‘World Journal’ AS, Chen Pokong, seorang penulis politik, Xia Ming, profesor ilmu politik di City University of New York, Amerika Serikat.

Chen Pokong mengatakan bahwa cukup dengan 2 kalimat untuk menyimpulkan masalah vaksin, yakni, ada beberapa hal yang dapat dikelola oleh pemerintah, tetapi beberapa hal tidak dapat dikelola oleh pemerintah. Apa pun yang melibatkan kesehatan rakyat, seperti vaksin palsu, susu bubuk beracun, suntikan beracun dan sebagainya, tidak dapat dikelola pemerintah karena tidak membahayakan keamanan rezim.

Oleh karenanya, hal serupa masih akan terus bermunculan di kemudian hari. Selama tidak ada pengawasan dan tidak ada independensi peradilan, masalah seperti itu selamanya tidak dapat diatasi.

Chen Pokong mengatakan bahwa tanggapan dari perusahaan Shanghai Xinxing Pharmaceutical Co., Ltd. hanyalah berupa bersedia mengembalikan secara penuh biaya imunisasi jika pasien nantinya terinfeksi HIV gara-gara menggunakan cairan suntikan mereka.

Tidak diragukan lagi ini adalah lelucon besar bagi 1,3 miliar penduduk Tiongkok. Meskipun begitu, pharmasi tersebut masih menolak mengaku kesalahan dan tidak bersedia menyebutkan masalah tanggung jawab hukum, kompensasi ekonomi, dan tanggung jawab kemanusiaan.

Sekalipun keburukannya sudah terkuak, tetapi mereka masih menolak untuk menerima kesalahan dan menolak untuk menerima tanggung jawab. Organisasi bisnis dengan tujuan semata untuk mendapatkan keuntungan juga telah meniru pemikiran dan perilaku Partai Komunis Tiongkok yang menganggap dirinya paling besar, agung dan benar.

Perusahaan Pharmasi yang didirikan pada tahun 2000 itu dahulunya adalah lembaga penelitian milik Tentara Pembebasan Rakyat yang direstrukturisasi guna kepentingan komersial.

Meskipun pemerintah pernah menolak mereka untuk mengimpor suntikan semacam itu, tetapi akhirnya dihalalkan juga dengan mencampurkan kepentingan internal dan memonopoli keuntungan melalui kekuasaan. Apalagi laba bersih perusahaan bisa mencapai 55 % dengan menggunakan cara monopoli dan memaksimalkan eksploitasi konsumen.

Chen mengatakan bahwa di negara-negara demokratis hampir tidak ada masalah medis berskala besar seperti ini, kecuali di Tiongkok yang acap kali muncul. Kemarahan atau gebrak meja para petinggi dalam menghadapi insiden semacam itu hanyalah sandiwara. Karena masalahnya terletak di kelembagaan.

Di Barat, tidak ada media yang menutup-nutupi, dan peradilan tidak mencakup pemerintah, sebaliknya media secara aktif memberikan laporan, dan pemerintah mendukung kepentingan rakyat, pengadilan memimpin masalah keadilan. Dengan demikian, kepentingan komersial mengikuti aturan yang digariskan, dan stabilitas sosial lebih terjamin.

Tiongkok justru kebalikan, media, pengadilan, dan pemerintah satu nada satu irama. Gembar-gembor independensi peradilan berlawanan dalam praktiknya. Mimpi-mimpi mereka yang berniat  mendukung diktator berulang kali mengalami kehancuran yang secara bertahap membuat mereka untuk berbaris di pihak oposisi dan akhirnya menjadikan mereka objek yang harus ditekan demi stabilitas. Kecuali mereka sepenuhnya sadar, jika tidak mereka hanya bisa menjadi korban jasmani dan rohani yang abadi.

Wei Bizhou mengatakan bahwa sejauh ini, belum diketahui bagaimana kronologisnya sehingga kejadian tersebut terkuak. Jika tidak salah, Jiangxi yang paling awal mengirimkan pesan yang menyebutkan bahwa mereka yang diberitahu oleh Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Tiongkok bahwa seorang bayi dinyatakan positif HIV setelah menerima suntikan imunisasi.

Suntikan itu kemudian diuji dan juga menunjukkan positif. Namun, tidak diketahui apakah ada hubungan yang diperlukan antara keduanya. Kemudian, dikatakan bahwa keduanya (jarum dan vaksin) tidak terbukti positif setelah dites kembali. Entah pengujian mana yang dianggap tidak benar.

Dikatakan bahwa lebih dari 12.000 produk suntikan itu telah diturunkan dari rak penjualan. Namun belum ada keterangan resmi dari pihak berwajib tentang bayi itu yang  bermasalah atau cairan injeksi. Jika tidak ada unit netral dan adil yang memberikan klarifikasi. entah kepada pihak mana rakyat Tiongkok harus menaruh kepercayaan dan apa yang harus dipercaya ? Bagaimana cara percaya ? Di mana kredibilitas pemerintah Tiongkok ?

Wei Bizhou mengatakan bahwa masalah dalam industri farmasi Tiongkok telah ada sejak lama karena kurangnya persaingan, dan tidak ada kompensasi hukum, tidak adanya independensi peradilan. Masalah besar di Tiongkok tinggal diatasi dengan membayar ganti rugi berupa uang tanpa harus dengan nyawa. Hal ini menyebabkan perusahaan mana pun menjadi tidak bermoral.

Apalagi Shanghai Xinxing Pharmaceutical Co., Ltd. ini adalah perusahaan nasional, lebih mudah untuk mengabaikan tanggung jawabnya. Pemerintah Tiongkok tidak mengizinkan partisipasi eksternal dalam persaingan.

Jika saja peralatan medis AS dapat memasuki pasar Tiongkok, itu dapat menembus monopoli dan memungkinkan masyarakat untuk menggunakan produk asing secara aman dan tenang, karena perusahaan asing memiliki rasa tanggung jawab, ada jaminan, dan layanan pendukung. Ketika makanan dan perawatan medis suatu negara kehilangan kepercayaan masyarakat berarti pemerintah lalai dan tidak berfungsi.

Wei Bizhou percaya bahwa litigasi medis tidak mungkin dilakukan di Tiongkok karena pengacara telah menjadi objek yang harus ditekan demi stabilitas. Situasi serupa bila terjadi di AS, konsumen individu dengan potensi lemah pasti dapat memenangkan tuntutan terhadap  perusahaan besar sekalipun melalui peradilan independen. Membuat perusahaan itu bangkrut karena membayar ganti rugi. Akibatnya, perusahaan mana pun harus berhati-hati ketika berhadapan dengan kepentingan konsumen.

Apakah insiden di Tiongkok saat ini hanya perbuatan yang membuat kekacauan atau maksud lainnya, masih belum diketahui. Namun, pemerintah belum memberikan tanggapan termasuk jawaban yang jelas tentang sumber masalah.

Xia Ming mengatakan bahwa globulin terinfeksi virus HIV mungkin bukan insiden yang berdiri sendiri. Di masa lalu, ada insiden serupa seperti vaksin beracun dan susu bubuk tercemar. Ini dinilai bahwa masyarakat Tiongkok yang saling merugikan menjadi bahaya bagi semua orang.

Untuk krisis publik semacam ini, model penanganan yang dilakukan pemerintah tidak pernah berubah yakni menutup mulut orang terlebih dahulu, kemudian investigasi kotak hitam, dan akhirnya menarik kesimpulan bahwa itu tidak menyakitkan, dan diam-diam menurunkan produk dari rak penjual, menghancurkan bukti, selesai !

Xia Ming mengatakan bahwa tanggapan Shanghai Xinxing Pharmaceutical Co, Ltd sangat aneh. Dia mengatakan bahwa jika menemukan produk mereka terinfeksi virus HIV maka uangnya akan sepenuhnya dikembalikan. Mereka sama sekali tidak menyinggung soal tanggung jawab pidana. Karena pada dasarnya tidak ada tanggung jawab yang akan dituntut di bawah sistem komunis Tiongkok.

Antar pengurus perusahaan nasional dengan pejabat pemerintah terjadi kongkalikong adalah hal biasa. Jika rakyat protes, maka itu dianggap upaya menghasut, sebagai tindakan subversif terhadap rezim. Insiden seperti susu bubuk tercemar, vaksin beracun, penyalahgunaan hukuman mati, kamp kerja paksa dan lainnya, itu semua bagaikan tekanan yang terus dihimpun ke dalam tangki yang bernama Tiongkok, lambat atau cepat pasti akan meledak. (Sin/asr)