Epochtimes.id- Pada kunjungan kerjanya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Selasa (5/3/2019), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi salah satu pembicara dalam forum kerja sama kemitraan “Friends of Ocean Action” di Park Hyatt Hotel, Abu Dhabi.
Forum tersebut dihadiri para ilmuwan, penggiat sektor teknologi, pelaku bisnis, dan organisasi non pemerintah (NGO) dari berbagai negara.
Dalam forum tersebut dibicarakan upaya pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing melalui ratifikasi the Port State Measures Agreement (PSMA), subsidi perikanan, hingga kawasan perlindungan laut (Marine Protected Areas/MPAs). Tujuannya sejalan dengan The Sustainable Development Goals (SDGs) ke 14, yaitu melestarikan dan menggunakan sumber daya laut secara berkelanjutan.
Forum Friends of Ocean Action ini merupakan kelanjutan dari komitmen yang telah diumumkan pada World Economic Forum Annual Meeting di Davos, Switzerland 2018 lalu.
Kerja sama antarsektor global ini diharapkan dapat menjembatani berbagai macam gagasan antara organisasi non-pemerintah dengan pemerintah, sejalan dengan High Level Panel for a Sustainable Ocean Economy.
Jejaring Friends of Ocean Action mendorong aksi nyata yang antara lain: mengakhiri polusi plastik pada tahun 2025; memperluas area perlindungan laut; memastikan keamanan pangan dari Samudera; mengatasi permasalahan IUU Fishing melalui ratifikasi PSMA dan komitmen dari pengecer tentang transparansi makanan laut dan rantai pasokan makanan; mengurangi pengeluaran karbon sektor kelautan dan pelayaran; membuat platform terbuka Ocean Data; dan meningkatkan stabilitas keuangan untuk inovasi bidang kelautan.
Sementara tujuannya adalah menciptakan Samudera Pasifik bebas IUU Fishing pada tahun 2020; mendorong investasi sektor bisnis pada wilayah konservasi dengan sistem monitoring dan pengaturan yang tepat sehingga tercapai target 30 persen wilayah laut terlindungi di tahun 2030; mendukung pembuatan sentralisasi Ocean Data; memastikan komitmen nelayan tuna terhadap rencana perikanan berkelanjutan dan keterbukaan data stok tuna pada tahun 2020; membangun dan meluncurkan inisiatif pembiayaan pada inovasi sektor kelautan; dan menghilangkan subsidi perikanan yang berbahaya (harmful fisheries subsidies).
Adapun Menteri Susi, didapuk sebagai pembicara pada isu penanganan IUU Fishing yang dimoderatori oleh Jim Leape dari Standfors University, Amerika Serikat.
Menurut Menteri Susi, Indonesia sejak awal telah mendukung inisiatif Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) yang mendorong pemberdayaan pelabuhan perikanan untuk mengawasi praktik IUU Fishing melalui ratifikasi PSMA. Ia pun menyatakan bersyukur dengan semakin banyaknya negara ikut meratifikasi PSMA. Namun ia berpendapat, untuk mencapai tujuan menjadikan Samudera Pasifik bebas IUU Fishing di 2020, ratifikasi PSMA saja tidak cukup.
Indonesia bahkan telah membuka data Vessel Monitoring System (VMS) kepada publik sebagai bentuk transparansi pengelolaan perikanan, agar masyarakat luas dapat ikut mengawasi aktivitas kapal perikanan Indonesia.
“Kami (red-Indonesia) telah melakukan banyak hal untuk memberantas illegal fishing, tetapi kami juga menyadari usaha tersebut tak pernah cukup. Oleh karena itu, kemauan politik (red-political will) sangat penting. Ratifikasi PSMA adalah hal yang bagus, tetapi akan menjadi macan tanpa taring tanpa pelarangan transshipment dan dukungan politik yang kuat,” tutur Menteri Susi.
Ia menyebutkan, hal ini terjadi karena masih banyak kapal perikanan yang tidak melaporkan hasil tangkapannya ke pelabuhan. Banyak yang melakukan kegiatan transshipment (bongkar muat) di tengah laut ke kapal-kapal lain dengan berbagai modus yang tersusun rapi.
“Mereka (red-kapal perikanan) memasang VMS, tetapi mereka memiliki kapal-kapal lain yang serupa bentuk, warna, nama, dan ukurannya tanpa VMS yang bisa terus menangkap ikan tanpa diketahui. Ketika satu kapal butuh perbaikan, mereka memindahkan VMS tersebut ke kapal lainnya,” cerita Menteri Susi.
Menteri Susi menilai usaha ratifikasi PSMA dan transparansi data VMS kapal perikanan yang telah dilakukan Indonesia saja dirasa belum cukup. Apalagi sekadar ratifikasi PSMA tanpa pembukaan data VMS yang dilakukan beberapa negara. Ia pun menyadari bahwa tidak bisa meminta setiap negara membuka VMS mereka secara sukarela.
Banyak negara bahkan tidak melakukan keduanya, tidak meratifikasi PSMA dan tidak membuka data VMS, termasuk negara konsumen produk perikanan terbesar di dunia sekalipun. “Tidak ada seorang pun yang bisa memaksa,” tuturnya.
Menteri Susi menyebut, Indonesia beruntung memiliki regulasi negara yang memperbolehkan penenggelaman kapal pelaku illegal fishing sehingga memberi efek jera bagi para pelaku.
Ditambah dengan kebijakan moratorium (penghentian operasi) kapal eks-asing di perairan Indonesia, evaluasi dan analisis kebijakan perikanan, dan pembentukan Satuan Tugas Khusus Pemberantasan Illegal Fishing (Satgas 115) yang dilakukan empat tahun belakangan, sehingga aktivitas illegal fishing di Indonesia dapat ditekan seminimal mungkin.
Kini, Indonesia juga tengah memperjuangkan hak laut (ocean rights) dan berupaya mendapatkan persetujuan internasional kejahatan perikanan sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir (transnational organized fisheries crime).
Menteri Susi menambahkan, di Indonesia, tak hanya melakukan penangkapan ikan secara ilegal, kapal ilegal asing juga melakukan penyelundupan obat-obatan, hewan dilindungi, perbudakan, dan perdagangan manusia.
Oleh karena itu Menteri Susi menilai, untuk mencapai target 2020 Samudera Pasifik bebas IUU Fishing diperlukan kerja sama yang erat antarnegara. Sektor bisnis diharapkan mengambil tindakan untuk mengendalikan rantai pasokan, sementara sektor pemerintah mengontrol akses ke pelabuhan dan membuat sistem pendataan untuk mendukung usaha yang sudah dilakukan.
“Tanpa kepemimpinan dan dukungan politik yang kuat, langkah-langkah luar biasa apa yang dimiliki Indonesia dalam memerangi IUU Fishing tidak akan bertahan,” yakinnya. (asr)
Keterangan Foto : Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi salah satu pembicara pada Opening Panel World Ocean Summit 2019, Selasa (5/3). Mengangkat tema “A Bridge over Troubled Waters: Defining the Task”, acara tersebut berlangsung selama tiga hari pada 5-7 Maret 2019 di Hotel St. Regis Saadiyat, Abu Dhabi. (Dok KKP)