Epochtimes.id- Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal mengatakan jika membangun infrastruktur, Indonesia disarankan tak mengikuti model pembangunan Tiongkok. Pasalnya, Indonesia adalah negara maritim.
Faisal Basri mengungkapkan pembangunan infrastruktur di sejumlah negara disesuaikan dengan topografi dan kondisi geograrfis alam negara-negara tesebut. Sehingga sejumlah negara-negara tersebut lebih mengutamakan pembangunan jalan tol dan kereta cepat.
Dia mengkritisi model-model pembangunan infrastruktur di Indonesia yang dinilai lebih condong meniru model Tiongkok.
“Indonesia kalau bangun infrastruktur, jangan tiru China. China bangun kereta cepat, kita kereta cepat. Jangan tiru itu, Malaysia, Rusia. Kita ini negara maritim,” katanya.
Hal demikian disampaikan Faisal Basri dalam diskusi bertajuk “Politik Pembangunan Infrastruktur Beban atau Tabungan Ekonomi Masa Depan?” digelar di Kawasan SCBD Sudirman, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Menurut dia, pembangunan infrastruktur berbasis kemaritiman semestinya menjadi prioritas pemerintah. Oleh karena itu, sudah semestinya menjadi perhatian utama dibandingkan dengan infrstruktur daratan.
BACA JUGA :Â Â Menimbang Proyek OBOR Tiongkok di Indonesia, Mengundang Jebakan Petaka Utang atau Apa?
Faisal Basri menambahkan, kualitas pelabuhan Indonesia masih rendah berdasarkan data Bank Dunia. Â Peringkat Indonesia, kata dia, lebih rendah dari Malyasia, Singapura, Thailand, untuk kualitas pelabuhan serta di bawah rata-rata Asia Timur dan Asia Pasifik.
Rinciannya, biaya logsitik Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara Asia yang mencapai 25 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Seperti, Vietnam hanya di kisaran 20 persen, Thailand 15 persen dan Malaysia 14 persen.
Faisal Basri mengungkapkan jika berbisnis di Indonesia, lebih banyak tercurahkan terhadap ongkos. Oleh karena itu, harga barang sejatinya sudah naik ketika barang akan dikirimkan.
“Kalau kita mau bangun infrastruktur, maka penguatannya mulailah dari maritim, jangan tol,” katanya.
Ekonom Senior ini mengungkapkan, tak berarti dirinya anti terhadap infrastruktur. Â Apalagi, kondisi pada saat ini Indonesia masih serba tertinggal dari sisi infrastruktur dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Bahkan, semua jenis infrastruktur di Indonesia masih di bawah rata-rata ASEAN.
Akan tetapi keterlibatan pihak swasta masih dalam persentase yang kecil. Faisal Basri mencontohkan, realisasi keikutsertaan swasta hanya 9 persen. Jika dibandingkan periode 2006-2010, swasta masih 19 persen lalu  turun jadi 9 persen.
Oleh karena itu, pemerintah sudah semestinya menawarkan skema public private partnership (PPP) agar anggaran negara tak terkuras untuk pembangunan infrastruktur. APBN semestinya tersalurkan kepada masyarakat.
“Anggaran negara untuk kemiskinan, pokoknya langsung ke masyarakat,” ujarnya. (asr)
Video Rekomendasi :Â