Zhou Xiaohui
Warga Hong Kong telah benar-benar murka. Banyak orang mungkin tidak terpikirkan, demi menentang Dewan Legislatif Hongkong meloloskan RUU “Fugitive Offenders Ordinane” atau disebut juga Undang-Undang Ekstradisi, rakyat Hong Kong dari berbagai latar belakang berbeda, profesi berbeda, dan usia berbeda berbondong-bondong merespon seruan untuk melakukan pawai akbar dari Front Hak Sipil Hong Kong untuk turun ke jalan pada tanggal 9 Juni.
Video streaming menunjukkan, warga Hong Kong memadati ruas jalan yang dilalui pawai, di sepanjang perjalanan juga banyak warga kota yang kemudian juga ikut bergabung.
Di antara mereka membawa spanduk dan pesan-pesan yang berisikan, seperti ‘anti peraturan jahat’, ‘tidak ada warga yang baik, yang ada hanya napi terselubung’, “Saya ingin bebas dari rasa takut’, “Jaga keadilan, jaga generasi penerus,” ‘ekstradisi Lin Zheng Yue-e (Kepala eksekutif Hong Kong)’ dan lain sebagainya.
Hingga pukul 22.00 waktu setempat, panitia Front Hak Sipil Hong Kong mengumumkan jumlah peserta demonstrasi mencapai 1,03 juta orang. Sementara pihak kepolisian menyebutkan pada masa puncak hanya terdapat 240.000 peserta, juga ada warga kota yang menyebutkan jumlah peserta jauh melampaui aksi unjuk rasa tahun 2003 silam yang menentang undang-undang nomor 23 yang berjumlah sekitar 500.000 orang.
Pawai berskala besar ini sungguh mengejutkan, tidak diragukan menyampaikan isyarat tentang tiga hal bagi Beijing maupun seluruh dunia:
Pertama. Walaupun Hongkong telah terkikis sangat parah oleh infiltrasi Komunis Tiongkok, namun tekad warga Hongkong untuk memperjuangkan kebebasan dan penegakan hukum masih eksis.
Setelah 22 tahun kembalinya Hongkong sejak tahun 1997 silam, wilayah eksekutif ini telah mengalami banyak kemerosotan dalam hal politik, hukum, ekonomi dan banyak aspek lainnya. Kepercayaan warga terhadap pemerintah Hongkong maupun pemerintah pusat terus menurun. Kondisi ini telah membuktikan kebenaran pandangan mantan PM Inggris Margaret Thatcher.
Tahun 1982 setelah berkunjung ke Beijing dalam rangka perundingan, saat Margaret Thatcher terbang ke Hongkong menemui pejabat penting pemerintah Hongkong dan para perwakilan dagang menyatakan, para pemimpin Komunis Tiongkok “mereka semua berbicara konsep hukum. Namun mereka tidak memahami atau menerima akan hak asasi manusia yang bukan berasal dari negara. Mereka beranggapan mereka dapat menjalankan suatu masyarakat kapitalisme, namun mereka tidak tahu apa makna semua itu.”
Thatcher juga meminta raja kapal Hongkong yakni Sir Yue-kong Pao, agar menyampaikan pernyataan kepada pihak Komunis Tiongkok, tanpa ada pengelolan oleh Inggris, Hongkong akan sulit untuk dijalankan, jika pihak Komunis Tiongkok tidak menghiraukan himbauan ini, maka akan menuai aib di mata internasional.
Nyatanya, setelah dua dekade berlalu, Hongkong di bawah kekuasaan Komunis Tiongkok telah berubah total, “satu negara dua sistem” hanyalah kulit luarnya saja, kesenjangan kaya miskin semakin melebar, harga properti terus melonjak, satu demi satu kepala eksekutif tidak menghiraukan aspirasi warga Hongkong, hanya memandang pada kepentingan pusat saja.
Selain itu, pondasi hukum di Hong Kong telah goyah. Independensi hukum dan legislatif di Hongkong adalah batu pondasi dan jaminan dasar keberhasilan Hongkong di masa lalu, namun setelah kembali ke pangkuan Tiongkok telah bergeser dan goyah akibat Komunis Tiongkok.
Selain interpretasi hukum dari pusat dan menolak pemilu langsung, Komunis Tiongkok juga hendak merombak Pengadilan Tinggi Hongkong. Semua contoh kasus mengabaikan undang-undang dasar Hongkong dan melanggar janji ‘satu negara dua sistem’ ini telah membuat Komunis Tiongkok dirundung aib di mata internasional.
Bisa dikatakan, Hongkong tengah kehilangan daya tariknya sebagai pelabuhan bebas, rasa tidak puas warga telah terakumulasi sejak lama. Hukum ekstradisi” ini telah menyentil urat syaraf setiap warga Hongkong, yaitu begitu hukum jahat ini diloloskan, maka setiap warga Hongkong maupun warga asing, jika mengkritisi atau menyinggung Komunis Tiongkok, akan dapat diekstradisi ke Tiongkok untuk diadili. Ini menandakan kebebasan dan hukum yang sangat dijunjung tinggi oleh warga Hongkong akan digerogoti sampai ke tingkat paling mengerikan.
Demi memperjuangkan kebebasan, memperjuangkan HAM, walaupun tidak tahu apakah Komunis Tiongkok dan pemerintah Hongkong akan memaksakan diloloskannya peraturan sesat ini. Namun warga Hongkong mengerti: jika saat ini tidak maju ke depan, maka di masa mendatang tidak akan ada lagi kesempatan, maka mereka bertekad untuk mengadu nasib untuk terakhir kalinya dengan tindakan nyata.
Jika menang, maka Beijing akan terpukul, dan untuk suatu kurun waktu tertentu Hongkong akan tetap menikmati hukum dan kebebasan yang tidak pernah bisa dinikmati oleh warga Tiongkok lainnya.
Kedua. Warga Hong Kong menyerukan rasa tidak puasnya terhadap rezim Komunis Tiongkok yang terakumulasi selama ini kepada seluruh dunia.
Warga Hongkong turun ke jalanan, tampaknya yang ditentang adalah amandemen ‘hukum ekstradisi’ dan menyampaikan rasa tidak puas terhadap Carrie Lam. Namun sesungguhnya yang disampaikan disini adalah rasa tidak puas terhadap rezim Komunis Tiongkok pusat yang telah mencelakakan Hong Kong selama ini.
Sejak dulu sudah ada warga Hong Kong yang turun berunjuk rasa ke jalan dengan mengibarkan panji Hongkong sebagai kolonial Inggris, dan secara terbuka mengatakan, “Kami merindukan segala sesuatu yang ada sebelum tahun 1997, mengibarkan bendera Hongkong, adalah agar pemerintah tahu, segala sesuatu di masa sebelum 97 jauh lebih baik daripada sekarang!” Kini, begitu banyak warga Hong Kong turun ke jalan menuntut, membuat rezim Komunis Tiongkok malu di mata seluruh dunia. Bagaimana Komunis Tiongkok menanggapinya juga akan menjadi sorotan dunia.
Ketiga. Warga Hong Kong melindungi hukum dan kebebasan Hongkong dengan tindakan nyata, sekaligus juga memberitahu dunia. Saat ini Hongkong tengah dilanda bencana, Hong Kong sangat membutuhkan dunia, khususnya dukungan nyata dan keadilan dari masyarakat bebas.
Yang bisa dipastikan dari pawai akbar di Hongkong kali ini adalah, pasti akan mengguncang masyarakat bebas, Amerika dan Eropa akan mendukung warga Hongkong. Begitu pemerintah Hongkong menerapkan amandemen ‘hukum ekstradisi’ itu, sulit menjamin bahwa AS dan Eropa akan berdiam diri tanpa tindakan, seperti AS mungkin akan meninjau kembali “undang-undang hubungan dengan Hongkong”.
Sementara penguasa Beijing jika mengabaikan aspirasi rakyat Hong Kong, dan terus bertindak sekehendak hati, maka pelabuhan harum makna kata: Hong Kong dalam bahasa mandarin: Xiang Kang itu akan menjadi pelabuhan busuk.
Selanjutnya, banyak dana investasi akan keluar dari Hong Kong, konglomerat dan kalangan menengah akan migrasi keluar negeri, mata uang Hong Kong akan tergerus, ekonomi akan merosot, dan negara Barat akan mengucilkan Hongkong.
Pada saat itu kerugian akan sangat besar. Dan, berubahnya pelabuhan harum menjadi pelabuhan busuk, siapa tahu kalau itu adalah sebuah intro hilangnya kekuasaan rezim Komunis Tiongkok atas negeri Tiongkok?! (SUD/WHS/asr)