Cathy He
Penentang RUU Ekstradisi kontroversial yang memicu protes massa besar-besaran di Hong Kong menyerukan kepada Ketua Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam untuk membatalkan RUU itu secara total. Bahkan, Carrie Lam dituntut lengser setelah dia mengumumkan RUU itu akan ditangguhkan tanpa batas waktu yang ditentukan pada Sabtu 15 Juni.
“Setelah beberapa kali pembahasan internal selama dua hari terakhir, saya sekarang mengumumkan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk menunda amandemen legislatif, memulai kembali komunikasi kita dengan semua sektor masyarakat, melakukan lebih banyak pekerjaan penjelasan dan mendengarkan berbagai pandangan masyarakat,” kata Lam saat konferensi pers.
Pengumuman ini setelah terjadinya kebuntuan hampir satu minggu antara rakyat Hong Kong dan pemerintah. Rakyat Hong Kong meresponnya dengan 1,03 juta warga Hong Kong turun ke jalan pada 9 Juni untuk menentang RUU yang akan memungkinkan orang diekstradisi ke daratan Tiongkok untuk diadili.
Tiga hari kemudian, puluhan ribu pemrotes memadati area di luar legislatif kota tempat rancangan undang-undang itu akan dibahas sebelum adegan itu menjelma menjadi kekacauan ketika beberapa pengunjuk rasa berhadapan polisi. Warga curiga kehadiran polisi-polisi berbahasa mandarin yang diduga dikirim dari Tiongkok. Untuk diketahui warga Hong Kong menuturkan bahasa Canton.
Polisi setempat menggunakan semprotan merica, gas air mata, peluru karet, dan kantong kacang dalam upaya untuk menyingkirkan pengunjuk rasa dari jalanan. Setidaknya 81 orang terluka.
Namun, para kritikus tidak puas dengan pengumuman Lam. Mereka menyerukan agar Lam sepenuhnya menarik RUU tersebut hingga mundur dari Jabatannya. Selain itu, Lam dituntut mememinta maaf atas jumlah berlebihan kekuatan yang digunakan oleh polisi selama bentrokan pada 12 Juni.
Anggota parlemen Claudia Mo dan anggota kubu pro-demokrasi, yang menentang RUU dari Pan Demokrat di Hong Kong mengatakan pihaknya tidak bisa menerima keputusan penangguhan itu. Dikarenakan hanya suspensi bersifat sementara. Akan tetai rasa sakitnya masih membekas.
“Carrie Lam telah kehilangan semua kredibilitas di antara orang-orang Hong Kong. Dia harus mundur,” demikina Mo menambahkan.
Sementara itu, Legislator Pan Demokrat Hong Kong, Kenneth Leung, mengatakan keputusan itu “terlalu sedikit, terlalu terlambat” dan menuntut Lam untuk mundur.
Bonny Leung, seorang pemimpin Front Hak Asasi Manusia Sipil, salah satu kelompok yang telah membantu mengorganisir demonstrasi menilai rakyat Hong Kong telah dibohongi berkali-kali.
Kelompok itu mendesak rakyat Hong Kong untuk terus menghadiri protes yang dijadwalkan. Mereka juga mengecam stempel dari otoritas Hong Kong bahwa pengunjuk rasa yang terlibat aksi sebagai “perusuh” dan menyerukan pembebasan semua 11 pengunjuk rasa yang telah ditangkap.
Kelompok itu menambahkan bahwa mereka akan terus menyerukan “tiga penangguhan”: memboikot kelas, tidak akan bekerja, dan memboikot usaha hingga RUU ditarik.
Berbicara kepada wartawan setelah mengumumkan keputusannya pada hari Sabtu, Lam menghindari pertanyaan apakah dia harus mundur dari jabatannya.
Ketika seorang wartawan dengan tajam bertanya kepada Lam mengapa dia tidak mau mundur setelah protes publik secara besar-besaran dan kekerasan polisi, Lam menjawab: “Saya telah menjadi pelayan publik selama hampir 40 tahun. Saya menganggapnya sebagai kebanggaan saya, dan masih memiliki banyak pekerjaan untuk Hong Kong yang diharapkan dapat saya lakukan. ”
Dia juga menolak mencabut amandemen yang diusulkan dan membela penggunaan kekuatan polisi, dengan mengatakan tanggapannya “masuk akal dan alami.”
Lam juga berkelit bahwa keputusan untuk menangguhkan RUU Ekstradisi atas keputusan dirinya. bukan Beijing, meskipun pemerintah pusat rezim Komunis Tiongkok mendukung keputusannya.
Awal pekan ini, Liu Xiaoming, duta besar Tiongkok untuk Inggris, kepada BBC juga berdalih bahwa rezim Komunis Tiongkok tidak memberikan instruksi kepada pemerintah Hong Kong mengenai RUU tersebut. Akan tetapi sejumlah analis menilai sebuah indikasi bahwa Komunis Tiongkok berusaha untuk menjauhkan diri dari kontroversi.
Kantor pemerintah Komunis Tiongkok yang bertanggung jawab atas urusan Hong Kong menyatakan “dukungan, rasa hormat, dan pengertian” atas keputusan Lam untuk menangguhkan RUU itu.
Steve Tsang, seorang ilmuwan politik di SOAS University of London mengatakan kepada Reuters bahwa Beijing kemungkinan besar telah memerintahkan Lam untuk menunda RUU itu.
Menurut Steve Tsang, “Mereka akan menunjukkan kepada Carrie bahwa insiden ini harus berakhir. Dia tidak mengerti apa yang dilakukannya, karena itu hari-hari Carrie Lam dinomori Beijing. Tapi tidak dapat langsung mecopotnya karena itu akan menjadi indikasi kelemahan.”
Sejak Hong Kong beralih ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997 silam. Kota ini telah diperintah berdasarkan kebijakan yang dikenal sebagai “satu negara, dua sistem” yang menjamin otonomi dan kebebasan khusus, termasuk kebebasan berkumpul, kebebasan pers, dan peradilan yang independen.
Namun, para kritikus mengatakan janji ini tidak terpenuhi, mengutip daftar panjang perkembangan yang telah mengikis kemerdekaan kota dan perlindungan hukum, menandakan semakin meluasnya infiltrasi rezim Komunis Tiongkok.
Insiden baru-baru ini termasuk insiden penolakan pembaharuan visa untuk editor nasional Inggris dan Financial Times, Victor Mallet, aktivis demokrasi yang dipenjara, dan anggota parlemen oposisi yang didiskualifikasi dari jabatan publik. (asr)
Reuters dan Associated Press berkontribusi pada laporan ini.
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam berbicara di sebuah konferensi pers di Hong Kong, Cina, pada 15 Juni 2019. (Athit Perawongmetha / Reuters)