Edward
Buku-buku kuno tercatat banyak sekali contoh tentang kasus nyata hukum karma. Tulisan ini membahas kejadian yang pernah menghebohkan dunia perfilman sekaligus dunia ilmu bela diri yakni, kematian mendadak Li Xiaolong yang dikenal dengan Bruce Lee dan sang putra, Brandon Lee dalam usia muda yang dipenuhi misteri belum terpecahkan.
Banyak orang mengira bahwa Bruce Lee berasal dari Tiongkok. Sebenarnya bukan, tepatnya Bruce Lee yang dilahirkan di San Francisco, California pada tahun 1940. Dia adalah etnis Tionghoa yang memegang paspor Amerika Serikat.
Bruce Lee pada masa jayanya adalah aktor etnis Tionghoa papan atas Hollywood. Lee membintangi film laga Kungfu pertamanya berjudul ‘The Big Boss”dan mendapat sambutan hangat di banyak negara, setelah itu dia membintangi film-film kungfu yang berjudul “Fists of Furry”, “Enter The Dragon”, “Way of The Dragon” dan “Game of Death” yang menggemparkan seluruh dunia perfilman dan ketenarannya melejit pesat di dunia internasional.
Bruce Lee memenangkan Taiwan Golden Horse Award untuk Best Skill Award, Hong Kong Film Award untuk Lifetime Achievement Award dan British Media Association Legend Award.
Pada tahun 1967 Bruce Lee menemukan Jeet Kune Do dan mempopulerkan Kungfu Tiongkok, Lee dinobatkan sebagai salah satu dari 10 master ilmu bela diri abad 20 oleh majalah “Black Belt”, Amerika Serikat.
Bukan hanya etnis Tionghoa saja yang akrab dengan nama Li Xiaolong bahkan bagi orang Barat nama Bruce Lee sudah tidak asing lagi dan namanya nyaris identik dengan kungfu. Begini penilaian Raja Tinju Muhammad Ali: “Bruce adalah orang besar. Dialah yang paling menonjol di bidangnya. Saya berharap bisa bertemu dengannya karena saya sungguh menyukai seni bela dirinya. Dia telah melampaui zamannya.”
Penilaian bapak Judo Amerika Gene Lebell terhadap Bruce Lee: “Kecepatan serangannya dua kali lebih cepat dari rata-rata orang. Pukulan, gerak kaki, dan ketrampilan tendangannya benar-benar melampaui banyak orang, tak diragukan lagi ia adalah raja di rajanya pesilat dan dia adalah jago paling top di zaman itu.”
Citra Bruce Lee dalam layer perak terhadap etnis Tionghoa berpengaruh hingga ke seluruh pelosok dunia. Namanya telah menjadi trade mark bagi film laga dan bahkan kungfu Tiongkok.
Bruce Lee dan putranya meninggal dalam usia muda
Ketika karier Li Xiaolong sedang jaya-jayanya dan selagi pembuatan film “Game of Death.” Bruce Lee kala itu berusia 33 tahun mendadak meninggal dunia di rumah Betty Ding Pei di West Kowloon Tong, Kowloon, Hong Kong pada 20 Juli tahun 1973. Peristiwa ini sangat mengejutkan dan penyebab kematiannya masih kontroversial hingga saat ini.
Ada versi berbeda yang tersebar, ada yang bilang itu pembunuhan, mati karena sakit, mati mendadak karena alergi obat-obatan, terkena serangan jantung selagi berhubungan badan dan lain sebagainya.
Li Guohao yang dikenla dengan Brandon Lee dilahirkan pada 1 Februari 1965 di California Amerika Serikat dan meninggal dunia pada 1 April 1993. Dia adalah putra tunggal Bruce Lee.
Di saat berusia 8 tahun, sang ayah meninggal dunia. Dapat dikatakan Brandon mewarisi karier ayahnya, ilmu bela dirinya dipoles oleh ibunya, Linda. Setelah dewasa, pencapaian ilmu bela dirinya sudah cukup tinggi.
Kemudian ia memasuki Sekolah Boston Emerson Carle Film untuk mempelajari produksi dan akting film. Dia menelusuri jalur karier ayahnya dan di awal karirnya membintangi serial film TV “Kung Fu – The Movie”, sebagai pengganti Bruce Lee di layar perak.
Penampilan Brandon dan seni bela dirinya yang luar biasa membuat para pembuat film Hollywood meliriknya. Brandon digadang-gadang dapat mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh mendiang Bruce Lee senior. Semua orang pun sangat optimis dengan masa depan Brandon.
Film laga “The Crow” yang menelan biaya $ 14 juta atau Rp 203 miliar merupakan film berinvestasi terbesar selama Brandon berkarir di dalam perfilman. Dia telah menyelesaikan setiap gerakan sulit yang dituntut oleh sutradara dengan sungguh hati dan cermat.
Pada 1 April 1993 pukul 00:30 tengah malam pada saat syuting adegan tembak-menembak dalam film The Crow”, diluar dugaan pistol yang semestinya berisi amunisi tanpa proyektil, ternyata melesatkan peluru asli. Abdomen Brandon Lee, bagian dari tubuh yang berada di antara dada tertembak. Dia meninggal dunia karena pendarahan parah dalam usia hanya 28 tahun.
Kematiannya membuat tragedi Bruce Lee terulang. Bintang laga yang baru naik daun sirna begitu saja diterpa badai. Mengapa Bruce Lee dan putranya meninggal pada usia muda? Seperti ini perjalanan hidup ayah dari Bruce Lee.
Li Haiquan, Ayah Bruce Lee
Banyak orang mengira bahwa rumah leluhur Bruce Lee ada di distrik Shunde, kota Foshan, provinsi Guangdong, Tiongkok. Padahal tanah asal leluhurnya adalah di kota Jiujiang, distrik Nanhai, Guangdong. Nama sang ayah adalah Li Haiquan yang konon dikarenakan terlibat komplotan penculikan lantas melarikan diri ke Shunde.
Menurut berita, Li Haiquan adalah seorang penjahat yang melakukan tindakan penculikan dan pemerasan. Pernah 5 orang putra – putri dari sebuah keluarga kaya raya telah diculik. Keluarga ini diperas membayar uang tebusan sesuai per kepala. Namun orang kaya tersebut hanya menebus putra sulungnya saja dan tidak menyerahkan uang tebusan untuk ke-empat putra putri lainnya.
Akibatnya, Li Haiquan langsung membunuh 4 orang anak orang kaya yang tersisa itu. Li takut pembalasan dendam di kemudian hari oleh putra sulung itu maka ia melarikan diri. Ia bersembunyi di distrik Shunde.
Li Haiquan bukan hanya pernah menculik dan membunuh sandera di satu keluarga saja. Nyona Li Zhen dari Desa Dungun, kota Jiujiang, Nanhai pernah bersaksi secara terbuka bahwa Li Haiquan pernah berpartisipasi dalam kasus penculikan anak kecil dan membunuh sandera. Adik laki-lakinya yang bernama Li Zuolun dibunuh oleh komplotan penculik itu di saat masih berusia 4 tahun.
Semasa Perang Dunia-II, Jepang telah menduduki setengah daratan Tiongkok. Li melarikan diri dari provinsi Guangdong ke Hong Kong. Kemudian, ketika tentara Jepang mulai mengepung Hong Kong, warga Hong Kong yang panik, termasuk Li Haiquan. Ia membawa keluarganya mengungsi ke Amerika Serikat yang jauh dari api peperangan Perang Dunia-II.
Itu sebabnya, setelah Bruce Lee dilahirkan di Amerika Serikat, maka secara otomatis menjadi etnis Tionghoa berkewarga-negaraan Amerika Serikat.
Setelah perang usai, Li Haiquan kembali ke Hong Kong untuk mengembangkan karirnya. Di awal tahun 1948, Li Haiquan bersama Liao Xiahuai, Ban Ri-an dan Ye Furuo bergabung menyebut diri mereka sebagai Empat Badut Beken Opera Kanton.
Hukum sebab-akibat yang berbalas
Orang Tionghoa percaya akan karma dari hasil perbuatan. Leluhur mengumpulkan berkah, mengumpulkan pahala, mengurangi pahala, kehilangan pahala dan lain-lain adalah hal yang benar-benar eksis.
Manusia berbuat buruk akan kehilangan pahala dan mendapatkan karma buruk, dan karma buruk tersebut mungkin akan menyebabkan orang itu dalam kehidupan kali ini atau reinkarnasi pada kehidupan mendatang akan menuai bencana berupa: kesulitan hidup, penyakit fatal dan lain sebagainya,
Banyak peribahasa Tiongkok berkaitan dengan sebab-akibat. Misalkan seperti “menelan akibat buruk atas kesalahan sendiri, Menanam labu memanen labu, menanam kedelai memanen kedelai, Kebaikan akan berbalas kebaikan, kejahatan akan berbalas kejahatan, Awalnya membuat sebab, berakhir dengan akibat, Sebab berbalas akibat, Pembalasan selalu akurat dan lain sebagainya.
Bruce Lee meninggal di usia muda, dan penyebab kematiannya tidak jelas. Jika dikatakan kebetulan maka anaknya, Brandon Lee junior dalam syuting film terakhirnya terjadi kecelakaan tertembak mati oleh pistol dengan peluru hampa (yang di saat itu ternyata terisi peluru tajam).
Jika dianggap suatu kebetulan juga, dua kali kebetulan itu bukan lagi kebetulan melainkan adalah kepastian. Lagi pula keponakan Bruce Lee yang terjangkit penyakit aneh. Dengan munculnya sejumlah kemalangan itu membuat faktor kebetulan menjadi lebih rendah.
Budaya tradisional menekankan pentingnya pendidikan moral, mengajarkan orang untuk menjadi baik dan mematuhi prinsip ilahi. Demi memusnahkan jiwa dan raga umat manusia, Komunis Tiongkok merusak budaya tradisional dan moral masyarakat, tidak membiarkan manusia percaya bahwa ada balasan atas perbuatan baik maupun buruk.
Dengan mendoktrin secara paksa ateisme dan teori sesat perjuangan kelas, mereka berperang melawan langit (hukum alam) dan bumi (mencemari alam) serta manusia yang dianggap musuh.
Bagi mereka, manusia dianggap sebagai sepotong daging dan sepotong protein saja. Manusia meninggal dunia berarti menghilang pula dan tamatlah semua persoalan orang itu. Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Semua orang dibiarkan atau malah dihasut untuk saling bertikai dan melakukan segala kejahatan dengan tujuan akhir membawa manusia ke dalam jurang dosa sehingga moralitas sosialnya musnah dengan tuntas. (Lin/WHS/asr)