Nicole Hao
Puluhan ribu warga Taiwan menggelar aksi menentang infiltrasi Komunis Tiongkok, di Taipei, Taiwan, Minggu (23/6/2019). Aksi digelar saat suasana hujan lebat selama lebih dari empat jam. Massa menyerukan larangan kepada media pro-Beijing yang mendorong agenda rezim Komunis Tiongkok.
Pemerintahan Beijing menganggap pulau yang diperintah secara independent itu bagian dari wilayahnya, kendati Taiwan memiliki pemerintah, kekuatan militer, dan mata uang yang dipilih secara demokratis.
Rezim Komunis Tiongkok telah merekrut personil militer Taiwan untuk melakukan spionase atas namanya. Tak hanya itu, rezim Komunis Tingkok telah merekrut anggota geng lokal untuk mengintimidasi kritik terhadap Komunis Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, rezim Komunis Tiongkok telah menyusup ke media lokal, partai-partai politik, dan aspek-aspek lain dari masyarakat Taiwan dalam upaya untuk membujuk warga Taiwan untuk menerima masa depan di mana pulau itu “dipersatukan” dengan daratan. Tetapi jumlah massa yang besar pada akhir pekan ini adalah penolakan publik yang langka atas taktik Komunis Tiongkok.
Politisi, bintang TV, sutradara film, dan guru termasuk di antara mereka yang menyampaikan pidato untuk mendukung demokrasi dan kebebasan di Taiwan.
Massa mengecam Chung T’ien Television, China Times, dan outlet media pro-Komunis Tiongkok lainnya yang telah meremehkan liputan protes massa Hong Kong baru-baru ini terhadap RUU ekstradisi kontroversial. RUU ini akan memungkinkan Tiongkok daratan mencari ekstradisi setiap individu dari Hong Kong. Warga setempat menyebut mereka sebagai “media merah,” sebuah warna simbolis dari Partai Komunis Tiongkok.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyuarakan dukungannya untuk demonstrasi selama upacara pembukaan pertemuan asosiasi wanita internasional awal 23 Juni lalu.
“Saya percaya rapat umum dapat membangkitkan masyarakat Taiwan,” katanya.
Aksi Massa di Tengah Hujan
Holger Chen, seorang selebriti YouTube, bekerja sama dengan Huang Kuo-chang, seorang anggota parlemen dari Taiwan New Power Party yang mengorganisir rapat umum.
Meskipun hujan deras, puluhan ribu tiba di Ketagalan Boulevard di depan gedung Kantor kepresidenan dengan payung dan jas hujan sebelum rapat umum dimulai. Penyelenggara tidak memberikan perkiraan jumlah massa yang hadir.
Huang Yizhong, seorang guru sekolah menengah, kepada para pengunjuk rasa mengatakan : “Dua juta warga Hong kong turun ke jalan melawan RUU ekstradisi. Tiga dari empat surat kabar terbesar di Taiwan melaporkan acara ini.”
China Times tidak menempatkan berita di halaman depannya. Cakupan lain dari protes yang terus-menerus telah mendukung pemerintah Hong Kong, yang kini dipimpin oleh seorang pejabat yang dipilih sendiri oleh Komunis Tiongkok.
Sejak China Times diakuisisi oleh perusahaan makanan yang berbasis di Taiwan, Want Want Holdings pada tahun 2008, publikasi ini semakin menjadikan media ini lebih bias pro-Beijing dalam liputannya.
Outlet media lain yang dimiliki Want Want, seperti Chung T’ien Television, China Television, Want Daily, dan Commercial Times, juga pro-Komunis Tiongkok. Tiongkok adalah pasar Want Want terbesar, di mana ia memiliki lebih dari 100 pabrik.
Kevin H. J. Lee, seorang pembuat film dokumenter lokal, memperingatkan risiko berita palsu yang dibuat oleh media pro-Komunis Tiongkok.
“Jika rezim Tiongkok meluncurkan 2.000 rudal yang ditargetkan ke Taiwan, media merah tidak akan melaporkannya tetapi menipu orang-orang dengan berita palsu,” kata Lee kepada massa.
“Media merah menyamarkan dirinya di bawah kedok kebebasan berbicara, tetapi bekerja untuk rezim Komunis Tiongkok dan menempatkan kekuatan administratif dan kedaulatan Taiwan dalam bahaya.”
Wang Ding-yu, seorang anggota parlemen dari Partai Progresif Demokratik (DPP), mengatakan, “Media merah tidak bisa disebut media, tetapi kelompok lobi rezim Komunis Tiongkok di Taiwan.”
Luo Wen-jia, sekretaris DPP, menyerukan Taiwan untuk membuat undang-undang pendaftaran agen asing, mirip dengan Amerika Serikat.
“Anda tidak dapat menemukan berita tentang Pembantaian Lapangan Tiananmen di situs web Chung T’ien Television,” kata seorang ibu muda kepada wartawan dari Epoch Times Taiwan, ia mencatat bahwa liputannya mirip dengan media yang dikelola pemerintah Komunis Tiongkok.
“Jika kita tidak berdiri sekarang, Taiwan akan menjadi Hong Kong saat ini dalam 10 atau 20 tahun.”
Luo menunjukkan bahwa sejumlah besar warga Hongkong memprotes RUU ekstradisi, dan indikasi yang dirasakannya bahwa Komunis Tiongkok semakin mengikis otonomi Hong Kong, telah mendorong orang Taiwan turut menentang Komunis Tiongkok.
Politisi lokal Huang Kuo-chang mengenang bahwa pada 2012, ada kerumunan yang jauh lebih kecil yang memprotes rencana Want Want untuk mengakuisisi China Network Systems, penyedia layanan internet lokal, yang condong pro-Komunis Tiongkok.
Pada bulan Maret 2013, regulator telekomunikasi Taiwan menghentikan kesepakatan. “Lihat pemandangannya di sini. Ada begitu banyak orang berdiri di tengah hujan lebat untuk memprotes, ”kata Huang.
Dia mendesak massa untuk menghubungi legislator lokal mereka dan meminta mereka untuk mendukung Undang-Undang masa depan yang melarang media merah dan melindungi kebebasan berbicara.
Presiden Taiwan Tsai juga mendesak peraturan yang tepat untuk memerangi infiltrasi Beijing.
“Mari kita singkirkan berita palsu dan kepalsuan dari masyarakat Taiwan melalui peningkatan penegakan hukum, landasan hukum yang lebih solid, dan kerja sama dengan masyarakat internasional,” katanya pada 23 Juni. (asr)