Epochtimes.com
Warga Hongkong sudah menggelar pemogokan pada Senin (11/11/2019). Polisi Hongkong sejak pukul 6 pagi sudah melakukan penangkapan, setidaknya 2 orang warga ditembak hingga tersungkur karena peluru tajam polisi. Kekerasan polisi telah menyebabkan kecaman keras dari komunitas internasional. Kecaman mulai insiden Tiananmen 2.0 Hingga kekuatan Anti Demokrasi.
Josh Hawley, Senator AS dalam cuitannya juga menulis di Twitter yang berbunyi : Jika ini bukan kota polisi, apa itu? Hawley baru-baru ini mengatakan bahwa situasi di Hongkong belakangan ini cukup gawat dan Senat seharusnya secepatnya menentukan sikap dengan Undang-Undang ‘Hong Kong Human Rights and Democracy’.
Luke de Pulford, anggota Komisi Hak Asasi Manusia Partai Konservatif Inggris juga mengkritik kekerasan polisi Hongkong di Twitter.
Ia menulis dengan berbunyi : Polisi lalu lintas baru saja menembaki para pengunjuk rasa. Prediksi Martin Lee yang mengerikan kini menjadi kenyataan. Dua bulan sebelum ia mengatakan : Orang-orang Hongkong ini tidak akan menyerah karena takut mati, Kapan Carrie Lam dan komunis Tiongkok baru mampu mengakhiri kegilaan tersebut ?
Ketika ia akan memberi komentar pada video yang merekam adegan anggota polisi Hongkong, nyaris melindas tubuh pengunjuk rasa dengan kendaraan yang ditumpangi bahwa, jelas bahwa Hari Gencatan Senjata tahun 2019 pada 11 November, akan dianggap sebagai salah satu hari paling gelap dalam sejarah Hongkong. Komunitas internasional terutama Inggris, Harus bertindak !
Sementara itu senator Josh Hawley dalam cuitannya menulis di Twitter pada 11 November : “Jika ini bukan negara polisi, saya tidak tahu apa itu.”
Sedangkan senator Jim McGovern menulis : “Polisi Hong Kong berada di luar kendali dan meningkatkan tingkat kekerasan terhadap orang-orang yang tidak bersenjata.”
Dia juga mendesak Senat untuk membawanya kepada UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong ke Senat. Legislasi yang diusulkan, yang disahkan DPR dengan suara bulat pada bulan Oktober, akan mensyaratkan pemerintah AS untuk melakukan tinjauan tahunan.
Tujuannya, untuk menentukan apakah kota tersebut cukup otonom dari daratan untuk membenarkan hak-hak perdagangannya dengan Amerika Serikat. Cara itu juga akan menjatuhkan sanksi pada pejabat Komunis Tiongkok dan Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong.
Senator AS, Ben Sasse, mengatakan bahwa insiden seperti itu adalah “mengapa warga Hong Kong berbalik melawan para lalim di Partai Komunis Tiongkok.
“Kekuatan Beijing tergantung pada kekerasan karena mereka tidak memberikan martabat manusia,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa peristiwa yang terjadi di Hong Kong pada hari Senin itu “sangat mengganggu” dan mendesak kembali “jalan ke depan melalui dialog.”
Man-Kei Tam, direktur Amnesty International Hong Kong, mengatakan insiden itu menandai “satu lagi yang mengejutkan bagi polisi Hong Kong” dan menyerukan penangguhan petugas yang bertanggung jawab.
Man-Kei Tam juga mencatat insiden lain di mana seorang polisi di atas sebuah sepeda motor mengemudi ke kerumunan demonstran. Ia menilai tindakan itu bukan kepolisian — melainkan adalah petugas di luar kendali dengan pola pikir pembalasan. Polisi Hong Kong pada hari Senin mengatakan, bahwa petugas di sepeda motor itu telah diskors.
Pada pagi hari tanggal 11 November, seorang pemrotes berusia 21 tahun yang tidak bersenjata yang bermarga Chow ditembak di bagian perut oleh seorang perwira polisi dari jarak dekat di kawasan Sai Wan Ho. Insiden itu menandai tembakan pengunjuk rasa ketiga secara langsung sejak gerakan massa pro Gerakan demokrasi dimulai pada bulan Juni.
Menurut media Hong Kong, peluru itu menghancurkan hati dan ginjal kanan Chow. Dia tetap dalam kondisi kritis di Rumah Sakit Timur setelah menjalani operasi darurat, yang melibatkan pengangkatan ginjal kanan dan sebagian dari hatinya.
Chow dilaporkan kehilangan detak jantung beberapa kali karena kehilangan banyak darah. Dalam sebuah video yang beredar luas tentang insiden itu, seorang petugas polisi mengarahkan senjatanya ke jarak dekat kepada seorang pemrotes yang mengenakan hoodie putih sebelum memegang lehernya.
Seorang pengunjuk rasa kedua berpakaian hitam, Chow, mendekati petugas dan mencoba untuk memukul pistol dari tangannya. Dia ditembak oleh petugas polisi dari jarak dekat dan tersungkur ke jalanan. Dua pengunjuk rasa kembali mendekati petugas dari belakang, dan petugas kembali menembakkan dua tembakan lagi dari jarak dekat.
Institut Pendidikan Kejuruan Hong Kong, dalam sebuah pernyataan, membenarkan Chow adalah seorang mahasiswa di kampus Chai Wan mereka, dan meminta “penyelidikan menyeluruh”.
Dalam sebuah konferensi pers pada hari Senin, seorang juru bicara polisi mengklaim tindakan petugas itu “masuk akal” karena ia khawatir pemrotes akan mengambil revolvernya, dan menambahkan bahwa insiden itu akan diselidiki.
Setidaknya 99 orang dirawat di rumah sakit karena cedera selama bentrokan pada 11 November, dengan dua dalam kondisi kritis, menurut Otoritas Rumah Sakit.
Lebih dari 260 orang juga ditangkap.Hari itu menyaksikan meningkatnya tingkat kekerasan, ketika para pengunjuk rasa dan polisi bentrok di beberapa distrik, sejumlah universitas, serta distrik bisnis dan keuangan di wilayah Tengah Hong Kong.
Juru bicara kementerian luar negeri Komunis Tiongkok menolak untuk menjawab pertanyaan wartawan yang berkaitan dengan Hong Kong.
Sedangkan Media pemerintahan Komunis Tiongkok, Global Times, dalam tajuk 11 November setelah penembakan itu, narasi tulisannya dengan mengatakan, “dengan tegas mendukung polisi Hong Kong” atas tindakan mereka. Adapun TV corong komunis Tiongkok, CCTV mengatakan dengan narasi, mereka harus menggunakan “tindakan penegakan hukum yang paling ketat” terhadap pengunjuk rasa yang penuh dengan kegilaan. (Sin/asr)
FOTO : Kompilasi dari hk.epochtimes.com