Penandatanganan Rancangan Undang Undang HAM Hongkong oleh Trump Disambut Haru Warga dan Dihujat Beijing

Zhang Ting

Presiden Amerika Serikat, Donald  Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” dan “Rancangan Undang Undang Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong” pada Rabu 27 November 2019. Berita tersebut telah menyemangati para pengunjuk rasa di Hong Kong yang menuntut demokrasi, namun, Beijing justru marah besar dan dengan segera memanggil Dubes Amerika Serikat di Tiongkok untuk menyatakan protesnya.

Aksi protes di Hong Kong dimulai pada bulan Juni 2019 lalu dan sampai sekarang sudah berlangsung enam bulan. Tujuan awal protes itu adalah meminta pemerintah Hong Kong untuk menarik dan merevisi “Undang Undang ekstradisi”, karena amandemen itu akan memungkinkan pemerintah Hong Kong untuk mengekstradisi “para tersangka” yang dikehendaki oleh Komunis Tiongkok untuk diadili di daratan Tiongkok.

Para kritikus khawatir bahwa itu akan mengancam keselamatan sejumlah besar pembangkang. Selain itu, juga dapat mengancam keselamatan awak media yang berani mengungkapkan fakta tentang Tiongkok.

Seiring dengan protes yang berlangsung, tuntutan warga Hong Kong kemudian diperluas menjadi menuntut Pemilu Sejati Hong Kong dan penyelidikan independen terhadap kekerasan polisi yang berlebihan. Pemerintah Hong Kong belum menanggapi permintaan lain kecuali mengumumkan penarikan amandemen saja.

Seiring kekerasan di Hong Kong yang  terus meningkat, banyak universitas telah menjadi medan bentrok antara pemrotes dan polisi Hong Kong. Polisi Hong Kong menembakkan peluru tajam dan mengendarai sepeda motor menabrak kerumunan demonstran, yang membuat para pengunjuk rasa semakin marah.

Pada 27 November 2019 satu hari sebelum Thanksgiving, Presiden Trump menandatangani “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” beserta “Rancangan Undang Undang Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong”. Sama dengan menghadiahkan kado besar bagi para pemrotes yang berjuang di jalanan Hong Kong selama 6 bulan ini. 

Komunis Tiongkok protes keras, memanggil Duta Besar Amerika Serikat

”Rancangan Undang Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah indikasi terbaru dari tindakan kuat yang diadopsi oleh kedua partai Amerika dalam konfrontasi ekstensif dengan rezim Komunis Tiongkok.

Rancangan Undang Undang  itu mensyaratkan bahwa Sekretaris Negara Amerika Serikat akan meninjau otonomi Hong Kong setiap tahun. Juga memutuskan apakah akan terus memberikan status khusus kepada Hong Kong, termasuk apakah Hong Kong akan terus menjadi wilayah pabean yang independen. Di samping itu juga memberi wewenang kepada pemerintah Amerika Serikat untuk menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar hak asasi manusia di Hong Kong.

Selain itu, Rancangan Undang Undang  tersebut akan mewajibkan departemen eksekutif mengembangkan strategi untuk melindungi warga negara Amerika dan warga lainnya di Hong Kong. Hal itu  agar terhindar dari ekstradisi atau penculikan ke Tiongkok, dan untuk menjatuhkan sanksi setiap tahunnya atas pelanggaran kontrol ekspor Amerika dan peraturan Perserikatan Bangsa Bangsa di Hong Kong.

Rancangan Undang Undang  lain yang ditandatangani oleh Trump, adalah “Rancangan Undang Undang  Pelarangan Ekspor Peralatan Anti Kerusuhan ke Hong Kong.” Itu adalah Rancangan Undang Undang   yang membatasi ekspor gas air mata dan teknologi pengendalian keramaian oleh perusahaan-perusahaan Amerika ke Hong Kong.

Dalam sebuah pernyataan presiden, Trump menyatakan: “Saya menandatangani Rancangan Undang Undang  ini untuk menghormati Presiden Xi Jinping, rakyat Tionkok dan rakyat Hong Kong. Mengumumkan Rancangan Undang Undang  ini berharap bahwa para pemimpin dan perwakilan yang relevan dari Tiongkok dan Hong Kong dapat menyelesaikan perbedaan di antara mereka secara damai. Dengan demikian membawakan perdamaian dan kemakmuran dalam jangka panjang bagi semua orang.”

Penandatanganan Rancangan Undang Undang  ini telah menyentuh saraf sensitif Beijing. Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengecam keras bahwa intervensi serius Amerika Serikat dalam urusan Hong Kong, campur tangan serius dalam urusan internal Tiongkok, dan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan aturan dasar hubungan internasional adalah tindakan hegemonik yang kasar.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga memanggil Terry Branstad, duta besar Amerika untuk Tiongkok, guna menyampaikan nota protes.

Juru bicara Kedutaan Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan yang ditujukan pada pertemuan antara Duta Besar Branstad dan Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan: “Amerika Serikat percaya bahwa otonomi Hong Kong, kepatuhan terhadap aturan hukum, serta komitmen untuk melindungi kebebasan warga, adalah kunci untuk mempertahankan status khusus di bawah undang-undang Amerika Serikat.”

Seorang juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Tiongkok menanggapi BBC menyebutkan: “Seperti telah berulang kali ditegaskan oleh pemerintah Amerika, Partai Komunis Tiongkok harus menghormati komitmennya kepada rakyat Hong Kong. Kebebasan yang terutang dalam “Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris. Dokumen ini terdaftar di PBB.”

Kantor Urusan Hong Kong dan Makau Tiongkok menggambarkan Amerika Serikat sebagai gangster terbesar yang mengacaukan Hong Kong. Pemerintah Carrie Lam juga menyatakan menentang terhadap pengesahan dua rancangan undang-undang oleh Amerika Serikat.

Para pemrotes Hong Kong bersorak riang menyambut  tindakan Amerika Serikat

Sementara itu, para pemrotes yang baru saja menggunakan surat suara mereka untuk membuktikan bahwa mereka telah kehilangan kepercayaan pada pemerintah Hong Kong, menyatakan sambutan mereka terhadap dua Rancangan Undang Undang  yang ditandatangani oleh Trump itu. Mereka mengatakan bahwa langkah Amerika Serikat itu merupakan peringatan bagi Beijing dan pemerintah Hong Kong.

Nelson Lam berusia 32 mengatakan kepada “New York Times” bahwa dirinya  berharap, itu adalah sebuah peringatan bagi pejabat Hong Kong dan Beijing. Orang-orang pro-Beijing dan polisi.

“Saya pikir jika mereka tahu bahwa apa yang mereka lakukan mungkin akan mendapatkan sanksi, maka mereka akan merasa terkekang ketika menanggapi kegiatan protes. Kami hanya ingin otonomi kami dapat dipulihkan, itu saja. Kami bukan musuh mereka,” kata Lam.

Joshua Wong Chi Fung, Sekretaris Jenderal Demosistō Hong Kong mengatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang Undang  ini merupakan tonggak penting dalam hubungan antara Hong Kong dan Amerika Serikat, dan juga melambangkan penyesuaian besar dalam kebijakan Amerika terhadap Hong Kong. Dia menunjukkan bahwa di bawah perang dagang kedua negara, Amerika Serikat masih tetap mementingkan proses demokrasi dan situasi Hak Asasi Manusia Hong Kong.

Lu Bingquan, seorang dosen senior di Departemen Komunikasi, Hong Kong Baptist University, menyatakan kepada BBC bahwa meskipun Hong Kong adalah wilayah administrasi khusus Tiongkok, status ekonomi Hong Kong dan liberalisasi teknologi, modal dan lain-lain,  banyak yang terkait dengan kebijakan Amerika Serikat.

Oleh karena itu, tinjauan Amerika Serikat terhadap sistem “satu negara, dua sistem” pasti akan membatasi pedoman masa depan Tiongkok terhadap Hong Kong.

Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah urusan dalam negeri negara manakah?

”Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” diusulkan bersama oleh Senator Federal Marco Rubio dan Wakil Federal Chris Smith. Smith menyatakan bahwa “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” terkait dengan kebijakan luar negeri dan kedaulatan Amerika.

“Bagaimana cara menyesuaikan kebijakan luar negeri kita, ini adalah wilayah kita, ini kedaulatan kita. Kami memutuskan siapa yang bisa masuk dan meninggalkan Amerika Serikat, dan siapa yang bisa datang untuk melakukan bisnis di Amerika Serikat. Kami tidak menyambut pelaku pelanggaran hak asasi manusia,” kata Smith.

Steve Yates, Wakil Penasihat Keamanan Nasional dari mantan Wakil Presiden Amerika Serikat melontarkan pandangannya dalam wawancara bersama dengan wartawan pada pertemuan tahunan “Taiwan Global Institute” di Washington, Amerika Serikat.

“Kapan saja, Kementerian Luar Negeri Tiongkok atau pejabat apa pun yang mencoba untuk memberi tahu Amerika Serikat bahwa apakah Kongres harus meloloskan atau tidak sebuah Rancangan Undang Undang  tertentu, maka mereka telah mencampuri urusan dalam negeri Amerika Serikat. Mereka harus berhenti melakukan hal ini,” katanya.

 “Undang-Undang Kebijakan Amerika dengan Hong Kong” tahun 1992 adalah dasar dari kebijakan Amerika Serikat terhadap Hong Kong.   Undang Undang itu memberikan perlakuan khusus kepada Hong Kong di bidang perdagangan dan transportasi yang berbeda dengan daratan Tiongkok.

Setelah Beijing memperoleh kembali kedaulatan atas Hong Kong pada 1997, Beijing berjanji untuk mengizinkan Hong Kong menikmati “otonomi tingkat tinggi” selama 50 tahun, yang merupakan dasar status khusus Hong Kong berdasarkan hukum Amerika.

Namun, berdasarkan “Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat dengan Hong Kong”, jika Presiden Amerika memastikan bahwa tingkat otonomi Hong Kong tidak mencukupi, maka Amerika dapat mengeluarkan perintah eksekutif untuk menangguhkan status perlakuan khusus terhadap Hong Kong tersebut.

Sedangkan “Rancangan Undang Undang  Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong” adalah amandemen “Undang-Undang Kebijakan Amerika Serikat dengan Hong Kong”, yang membuat situasi otonomi Hong Kong di bawah pengawasan ketat oleh Amerika Serikat. (Lin/WHS)